Pages

Friday, February 19, 2010

SKEMATIK METABOLISME KARBOHIDRAT

APA ITU PENCERNAAN

  • Pencernaan: proses pemecahan makanan dari bentuk komplek menjadi bentuk sederhana secara mekanis dan kimiawi 
  • Pencernaan mekanik melibatkan organ pencernaan misalnya gigi otot saluran pencernaan,  pencernaan kimiawi melibatkan enzim di saluran pencernaan
  • Semua dilakukan untuk membuat sari makanan agar mudah diserap oleh darah di usus halus yang didindingnya lebih tipis karena terbentuk jonjot.
  • Perpindahan sari makanan yang tersusun dari molekul molekul yang sederhana ini secara osmosis karena sari makanan itu masuk dibawa oleh air kedarah yang lebih pekat
  • Oleh darah semua sari makanan diberikan ke sel  yang ada di seluruh tubuh OK
  • Kali ini postingan membahas Bagaimana nasib karbohidrat secara detail 
  • Karbohidrat: dari polisakarida dirubah menjadi Disacahrida (M-L-S) kemudian jadi monosakarida (galaktose, fruktose, glukose)
  • Glukose merupakan monosakarida terbanyak dalam sirkulasi (70 – 110 mg/ml) yang berada di darah disebut gula darah yang jika berlebih dirubah dihati menjadi Glikogen (gula otot)
  • Galaktose dan fruktose dikonversi oleh hati dengan enzim yang sesuai menjadi glukose , kemudian masuk sirkulasi

METABOLISME KARBOHIDRAT

Terdiri 3 fase:
  1. Glikolisis di Sel terjadi di Sitoplasma hasil : 2,2,2 ( ATP , NADH , Piruvat)
  2. Siklus Kreb dibagi 2 yaitu
  • Dekarboksilasi Oksidasi ( tahap antara siklus krebs) terjadi di membran luar mitocondria menghasilkan 2, 2, 2 (CO2 , NADH , Asetil CoA)
  • Siklus Krebs ( terjadi di matriks mitocondria ) menhasilkan 6,4,2,2 (NADH, CO2, FADH, ATP)
3. Fosforilasi Oksidatif ( Sistem Transport Elektron) Tahap akhir Respirasi , terjadi di Matriks mitocondria , bahan O2 dan 10 NADH dan 2 FADH , dengan bantuan enzim sitokrom menhasilkan 34 ATP dan Air



GLIKOLISIS

  • Proses perubahan glukose menjadi asam piruvat atau asetil coenzim-A
  • Glikolisis terjadi di sitoplasma
  • Glukose tidak dapat langsung diffusi ke sel
  • Glukose harus berikatan dulu dengan carrier: G + C → GC → GC dapat berdiffusi kedalam sel
  • Didalam sel GC → G + C
  • C keluar sel lagi untuk mengikat G yang lain → sampai semua G masuk sel
  • Proses ini dipercepat oleh H. Insulin, jika H. Insulin kurang → proses masuknya G kedalam sel lambat → G menumpuk didalam darah → DM
  • G di sitoplasma mengalami fosforilasi → glukose 6-PO4 (enzim glukokinase)
  • Fruktokinase → fruktose → fruktose 6-PO4
  • Galaktokinase → galaktose → galaktose 6-PO4

  • Glikolisis: proses perubahan glukose menjadi asam piruvat atau asam laktat
  • Glikolisis terdiri 2 lintasan:
  • Katabolisme glukosa (glikolisis) melalui triose (dihidroksi aseton fosfat atau gliseraldehid 3-PO4) disebut lintasan Embden Meyerhof
  • Katabolisme glukosa (glikolisis) melalui 6-fosfoglukonat disebut lintasan oksidatif langsung (pintas heksosmonofosfat)



SIKLUS KREBS

  • Proses perubahan asetil co-A → H
  • Proses ini terjadi didalam mitokondria
  • Pengambilan asetil co-A di sitoplasma dilakukan oleh: oxalo asetat → proses pengambilan ini terus berlangsung sampai asetil co-A di sitoplasma habis
  • Jika dalam asupan nutrisi kekurangan KH → akan kekurangan oxaloasetat

  • Kekurangan oxaloasetat → pengambilan asetil co-A di sitoplasma terhambat → asetil co-A menumpuk di sitoplasma
  • Penumpukan asetil co-A → berikatan sesama asetil co-A → asam aseto asetat
  • Asam aseto asetat → senyawa tidak setabil → mudah mengurai: aseton + asam β hidroksi butirat

  • Ketiga senyawa: asam aseto asetat, aseton dan asam β hidroksi butirat → disebut Badan Keton
  • Meningkatnya badan keton didalam darah → ketosis
  • Badan keton bersifat racun bagi otak → koma, karena biasanya terdapat pada penderita DM → koma diabeticum

FOSFORILASI OKSIDATIF

  • Dalam proses rantai respirasi dihasilkan energi yang tinggi → energi tsb ditangkap oleh senyawa yang disebut ATP
  • Fosforilasi oksidatif adalah proses pengikatan fosfor menjadi ikatan berenergi tinggi dalam proses rantai respirasi

  • Fosforilasi oksidatif: proses perubahan ADP → ATP dengan cara mengambil energi yang dihasilkan Rantai Respirasi (reaksi H + O2 → H2O)


RINGKASAN METABOLISME KARBOHIDRAT

  • Glikolisis: perubahan glukose → asam piruvat
  • R/ Glukose + 2 ADP + 2 PO4 → 2 asam piruvat + 2 ATP + 4 H
  • Hasil utama glikolisis: 2,2,2
  • 2 asam piruvat
  • 2 ATP sebagai energi
  • 2 NADH (Ion H+ yang akan dipindahkan ke Oksigen dengan bantuan koenzim NAD) 
  • Tempat reaksi glikolisis: Sitoplasma
  • Suasananya : Anaerob
  • Diprlukan 10 tahapan 
  • Terdiri 2 lintasan: Embden Meyerhof dan Heksosmonofosfat

  • Siklus Kreb: ada 2 proses 
  • pertama perubahan Asam piruvat sebagai produk glikolisis disederhanakan di membran mitokondria menjadi asetil KO A agar mudah masuk , dan kedua perubahan asetil KoA menjadi CO2 sebagai tujuan penyederhanaan Glukosa 
  • Perubahan pertama Asam piruvat menjadi Asetil CoA desibut Dekarboksilasi Oksidatif atau DO  terjadi membran luar Mitokondria Hasilnya tetap 2,2,2, artinya terbentuk 2 Asetil CoA , 2 NADH dan 2 CO2
  • Perubahan Kedua yaitu Asetil CoA menjadi CO2 disebut siklus Krebs terjadi di Matriks Mitondria , Hasilnya 6 , 4 , 2 , 2 artinya dihasilkan 6 NADH , 4 CO2, 2 ATP dan 2 FADH     
  • perubahan asetil co-A → menjadi CO2 , tidak hanya menghasilkan energi ATP namun juga melepaskan ion H yang bisa diangkut oleh koenzim NAD dan FAD ....OK 
  • Asetil Ko-A + 6 H2O + 2 ADP → 4 CO2 + 16 H + 2 Ko-A + 2 ATP
  • Hasil utama: H ini akan diikat NAD menjadi NADH dan H diikat FAD menjadi FADH 
  • Tempat berlangsung: mitokondria
  • Sisa metabolisme CO2 berasal dari hasil samping Siklus Krebs atau Siklus Asam Sitrat atau sering pula disebut Siklus Asam Trikarboksilat

  • Fosforilasi oksidatif: proses perubahan ADP → ATP dengan cara mengambil energi yang dihasilkan Rantai Respirasi (reaksi H + O2 → H2O)
  • karena H+ bisa diikat NAD menjadi NADH sebanyak 10 molekul dan H+ bisa diikat FAD sebanyak 2 FADH dan setiap NADH ketika melepaskan ion H= itu menghasilkan 3 ATP  dan FADH bisa menghasilkan 2 ATP maka untuk 10 NADH menhasilkan 30 ATP dan untuk 2 FADH menghasilkan 4 ATP    
  • R/ 2 H + ½ O2 + 2e + ADP → H2O + ATP
  • Energi yang dihasilkan: 34 ATP
  • Total hasil energi metabolisme karbohidrat: 2ATP (Glikolisis) + 2 ATP (siklus krebs) dan terakhir Fosforilasi oksidatif menghasilkan 34 ATP maka total keseluruhan ATP dengan membongkar 1 molekul Glukosa bisa menghasilkan 38 ATP     OK 



MACAM - MACAM MAKANAN POKOK SUMBER GLUCOSA 


  • Makanan pokok adalah makanan yang menjadi gizi dasar.
  • Makanan pokok biasanya tidak menyediakan keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, 
  • Karenanya biasanya makanan pokok dilengkapi dengan lauk pauk untuk mencukupkan kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi. 
  • Makanan pokok berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya, tetapi biasanya berasal dari tanaman, 
  • Dari tanaman itu dipastikan sebagai hasil Fotosintesis karena penamaan produk fotosintesis itu berbeda pada setiap tanaman maka munculah produk beras, gandum, jagung, maupun umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, talas dan singkong. 
  • Dari produk tanaman itu kemudian dibuat Roti, Mi (atau pasta), nasi, bubur, dan sagu dan Lainnya sesuai pemberian nama negara dan daerah masing masing OK

Kami pemakan nasi bukan pemakan gandum dan produk olahannya, atau yang lainnya. Itu karena saya lahir dan dibesarkan di Pulau Dewi Sri di Indonesia. Jadi, makanan pokok kebanyakan orang di lingkungan kami adalah nasi dari beras yang diolah dari gabah yang dipanen dari tanaman padi. Di tempat berbeda bisa jadi makanan pokoknya berbeda pula. Di beberapa daerah kering di Jawa dan Nusa Tenggara, ada yang menjadikan jagung sebagai makanan pokok. Ada pula yang menjadikan olahan singkong sebagai makanan pokok. Di Indonesia Timur lainnya, ada pula yang makanan pokoknya papeda -semacam bubur- yang merupakan olahan tepung sagu. Ada pula yang makan ubi sebagai makanan pokoknya.

Di belahan dunia yang lain, banyak yang menggunakan olahan gandum misalnya roti atau mie sebagai makanan pokok. Di beberapa wilayah di Afrika, makanan pokoknya adalah fufu dan akpu, yang merupakan olahan dari singkong. Ada pula yang memakan semovita dari tepung beras.

Untuk lebih mengetahui tentang hasil petanian tanaman pangan yang merupakan makanan pokok orang Indonesia, kita akan membahasnya satu persatu, yaitu;

BERAS

Padi (Oryza sativa sp.), adalah tanaman yang berasal dari Bangladesh. Dari tanaman padi dihasilkan beras, yang merupakan bahan makanan pokok sebagian besar rakyat Indonesia. Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah panas dengan curah hujan yang tinggi dengan pengairan yang cukup. Daerah utama penghasil padi di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.



JAGUNG

Jagung (Zea mays), adalah jenis tanaman padi-padian yang berasal dari Amerika. Tanaman jagung sampai ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Spanyol. Jagung dapat tumbuh di daerah tropis maupun daerah sub tropis. Jagung ditanam di ladang, tegalan dan sawah pada musim kemarau. Kadang-kadang jagung juga ditanam sebagai tanaman sela/tumpangsari di lahan perkebunan. Jagung tumbuh sangat baik di daerah berketinggian 0-1500 meter di atas permukaan air laut.

Jagung merupakan bahan makanan pokok bagi sebahagian penduduk Nusa Tenggara Timur, Madura, dan Minahasa. Biji jagung yang sudah masak berwarna kuning atau ungu. Butir jagung dapat dibuat tepung atau pati jagung, yang disebut Maizena. Tongkolnya yang sangat muda dapat dimakan sebagai lalap, sayur, atau acar.

Tanaman jagung yang masih muda juga sangat baik untuk makanan ternak. Daun pelindung tongkol yang sudah kering (kelobot) dapat digunakan untuk penggulung rokok atau pembungkus dodol.

 KETELA POHON

Ketela pohon (Manihot asculenta atau Manihot utilissima), disebut juga ubi kayu atau singkong. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan. Ketela pohon banyak ditanam di lahan kering dengan jenis tanah yang gembur. Tanaman ini dapat hidup di daerah-daerah dengan musim kering yang lunak hingga sangat kering. Pada dataran rendah, ketela pohon banyak ditanam pada ketinggian 0-4500 meter di atas permukaan laut. Ketela pohon dimanfaatkan sebagai makanan pokok pengganti beras atau jagung, khususnya bagi penduduk di Kabupaten Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Umbinya dapat dibuat tepung tapioka atau gaplek yang sebagian besar di ekspor ke Jepang. Selain itu umbinya dapat dibuat tape melalui proses peragian, tape di Jawa Barat dikenal dengan nama peuyeum. Daunnya yang masih muda dapat dimakan sebagai lalap dengan direbus terlebih dahulu, atau dijadikan sayur. Daerah penghasil ketela pohon di Indonesia adalah Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.



 UBI JALAR

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.), adalah jenis tanaman semak yang berasal dari Hindia Barat. Tanaman ini sampai ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Spanyol. Ubi jalar cocok ditanam di daerah ketinggian 0-2000 meter di atas permukaan air laut. Ubi jalar disebut juga ketela rambat. Umbinya dapat dimakan dan merupakan makanan pokok penduduk Papua Bagian Tengah. Bagi penduduk daerah lain di Indonesia, ubi jalar merupakan tambahan. Daunnya juga dapat dimakan sebagai sayuran.

Daerah utama penghasil ubi jalar di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.

Ubi jalar merupakan komoditas penting di Papua karena merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di pedalaman, terutama di daerah pegunungan, selain sebagai makanan babi. Di beberapa lokasi, peran ubi jalar sangat strategis, baik dari aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Hal ini karena peluang untuk mendapatkan komoditas substitusi ubi jalar sebagai bahan pangan relatif kecil. Selain ubi jalar, secara ekologis sangat sedikit tanaman pangan yang mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik dengan teknologi sederhana pada ketinggian 1.650−2.700 m dpl., seperti di kawasan lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya. Ubi jalar dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Namun, hasil ubi jalar di dataran rendah (< 500 m dpl.) lebih tinggi daripada di dataran tinggi (> 900 m dpl.). Suhu udara yang dingin di dataran tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kurang optimal.

Produksi ubi jalar di Papua dari tahun ke tahun cenderung menurun. Penurunan tersebut antara lain disebabkan makin berkurangnya luas panen. Namun, produksi tersebut masih jauh di atas tingkat konsumsi. Pada tahun 2007, produksi ubi jalar di Papua mencapai 101.710 ton, sementara konsumsi total hanya 31.125 ton dan konsumsi per kapita 38,36 g/hari. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan ubi jalar masyarakat Papua tercukupi oleh produksi lokal, dan bahkan lebih. Kelebihan produksi tersebut menjadi suatu tantangan untuk memanfaatkan ubi jalar menjadi aneka produk olahan yang memiliki daya saing tinggi. Pengembangan ubi jalar khususnya di Kabupaten Jayawijaya dibedakan antara untuk bahan pangan manusia dan pakan babi. Varietas ubi jalar untuk bahan pangan dibudidayakan dengan cara khusus, serta memiliki kadar pati tinggi dan rasa manis. Varietas dengan rasa umbi kurang enak dan kandungan seratnya tinggi, serta umbi yang kecil atau rusak digunakan untuk pakan babi. Terdapat puluhan bahkan ratusan jenis ubi jalar yang sesuai untuk konsumsi manusia dan dibudidayakan berdasarkan kondisi agroekosistem setempat.

TALAS

Talas (Colocasia esculenta), Talas merupakan makanan pokok penting di daerah Ayamaru dan Biak Barat. Rochani (1996) melaporkan, 64% masyarakat Ayamaru mengonsumsi talas sebagai makanan pokok. Meskipun masyarakat di daerah lain di Papua juga mengonsumsi talas, sifatnya hanya sebagai pangan alternatif. Beberapa puluh tahun yang lalu tanaman ini dominan di daerah perbatasan Indonesia-Papua Nugini, namun kini kedudukan talas mulai tergeser oleh ubi jalar. Produksi talas di Papua menurun drastis dari 3.739 ton pada tahun 2003 menjadi 689 ton pada tahun 2005. Namun, data Badan Bimas dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua menunjukkan, pada tahun 2007 produksi talas Provinsi Papua mancapai 7.014 ton dengan total konsumsi 5.022 ton.

Hal ini menunjukkan bahwa produksi talas mencukupi kebutuhan untuk konsumsi masyarakat. Tanaman talas tersebar pada berbagai agroekosistem, mulai dari dataran rendah sampai tinggi dan dari lahan basah sampai lahan kering. Berdasarkan kesesuaian agroekosistem, dijumpai beragam kultivar talas. Genotipe talas di Papua sangat beragam dalam sifat morfologi, umur, dan potensi hasil. Pada umumnya sifat-sifat liar talas masih jelas terlihat bila dibandingkan dengan jenis talas yang diusahakan di Jawa. Beberapa kultivar berdaya hasil tinggi tersebut merupakan suatu potensi untuk mendapatkan verietas yang berdaya hasil tinggi dan memenuhi preferensi konsumen. Pada setiap agroekosistem di Papua ditemukan beberapa jenis talas dengan Bentuk daun Segitiga. Posisi daun Tegak, ujung Tegak, ujung menghadap ke bawah, warna helai daun Hijau kekuningan. Hijau Warna persimpangan petiol hijau ungu kuning warna utama tulang daun hijau kuning putih, pola tulang daun bentuk Y. Lapisan lilin daun tinggi, warna pelepah daun ungu kuning kehijauan.

 SAGU

Sagu (Metroxylon sp.), merupakan bahan pangan utama bagi masyarakat Papua yang tinggal di daerah pesisir. Daerah pesisir yang berair atau rawa merupakan tempat tumbuh berbagai jenis sagu. Pohon sagu di Papua tumbuh secara alami tanpa tindakan budi daya dari penduduk setempat. Di Papua ditemukan 20 jenis sagu dan dapat dibagi ke dalam empat kelompok genetik. Terlepas dari perbedaan jumlah aksesi sagu yang dilaporkan, di Papua ditemukan berbagai jenis sagu dengan potensi hasil yang berbeda-beda. Penyebaran pohon sagu terbesar di Papua, baik jenis maupun luasannya, terdapat di Sentani, Kabupaten Jayapura. Hutan sagu umumnya tumbuh secara alami. Namun sebagian petani mulai menyadari pentingnya pelestarian hutan sagu sehingga mereka mulai melakukan kegiatan budi daya. Areal sagu di Provinsi Papua termasuk Papua Barat yang telah dimanfaatkan baru sekitar 14.000 ha, atau 0,34% dari potensi yang ada.

Dengan demikian, pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan alternatif bagi penduduk maupun untuk kebutuhan industri sangat menjanjikan. Produksi sagu di Papua jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan untuk konsumsi. Salah satu wilayah pusat pertumbuhan sagu alam di Papua terdapat di sekitar Danau Sentani Kabupaten Jayapura, dengan luas 4.000−5.000 ha. Pada wilayah ini ditemukan beberapa aksesi sagu yang memiliki produktivitas tinggi. Miyazaki (2004) melaporkan, beberapa aksesi sagu di Sentani menghasilkan pati cukup tinggi.

Sagu dikonsumsi sebagai menu sehari-hari dalam bentuk papeda basah maupun papeda kering/bungkus. Papeda basah adalah gelatin sagu dan dikonsumsi dengan dicampur kuah ikan dan sayuran. Papeda kering/bungkus adalah gelatin sagu yang dibungkus dengan daun fotofe (nama lokal), yaitu sejenis pisang-pisangan. Pembuatan papeda kering/bungkus biasanya dilakukan apabila penduduk hendak bepergian seperti berburu, karena lebih tahan disimpan dibandingkan dengan papeda basah. Pemanfaatan pangan lokal Papua sebagai sumber pangan alternatif disajikan pada. Pembuatan gelatin sagu dilakukan dengan mencampur tepung sagu dengan air mendidih sambil diaduk. Perbandingan antara tepung sagu dan air mendidih adalah 1 : 2, yaitu 1 kg pati sagu ditambahkan dengan air mendidih 2 liter. Dalam skala industri rumah tangga, terutama di perkotaan, sagu diolah menjadi aneka kue kering.



 GEMBILI

Gembili (Dioscorea sp.), berbagai jenis gembili ditemukan di kebun petani di Papua. Spesies yang paling banyak adalah D. alata dan D. esculenta. Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun penduduk sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan. Gembili dikonsumsi dalam bentuk gembili rebus atau bakar, meskipun dapat pula diolah menjadi berbagai kue atau kolak gembili.

(Gambar . Pertumbuhan gembili di Merauke, Papua.)



Gembili belum dikembangkan sebagai industri rumah tangga, karena selain produksinya terbatas, pengetahuan petani dalam penganekaragaman produk gembili masih rendah.

Tanaman gembili tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur mengonsumsi gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang. Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Tanpa gembili, suku Kanum tidak dapat melaksanakan pernikahan.

Dengan demikian, budi daya gembili bagi suku Kanum merupakan suatu keharusan. Tingginya perhatian masyarakat suku Kanum terhadap gembili merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengembangkan gembili di masa mendatang. Masyarakat suku Kanum membudidayakan berbagai kultivar gembili, menamakan kultivar gembili berdasarkan karakter morfologi umbi. Sistem budi daya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 m. Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi nama keter meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung.



 JAWAWUT

Jawawut (Setaria italica sp.) Jawawut merupakan sejenis tanaman serealia yang banyak dijumpai di Biak Numfor, dengan nama lokal pokem atau gandum Papua. Tanaman ini meliputi lima genera, yaitu Panicum, Setaria, Echinochloa, Pennisetum, dan Paspalum, semuanya termasuk dalam famili Paniceae. Jenis jawawut yang ditemukan di Papua termasuk spesies Setaria italica (pokem ekor macan) dan Pennicetum glaucum (pokem ekor kucing).

(Gambar. Pertumbuhan jawawut pada lahan kering di Biak Numfor, Papua.)



Dari spesies tersebut ditemukan berbagai warna. Menurut masyarakat Biak Numfor dalam Rumbrawer (2003), ada lima jenis jawawut yang dijumpai di Biak Numfor, yaitu pokem vesyek (jawawut cokelat), pokem verik (jawawut merah), pokem vepyoper (jawawut putih), pokem vepaisem (jawawut hitam), dan pokem venanyar (jawawut kuning).

Bagi penduduk Biak Numfor, jawawut telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok dan komoditas adat. Rumbrawer (2003) menyatakan bahwa orang Numfor telah berabad-abad menggantungkan hidupnya pada budi daya jawawut sebagai pangan pokok selain umbi-umbian dan kacang hijau. Selanjutnya dinyatakan bahwa orang Numfor adalah penanam, penghasil, distributor, dan konsumen jawawut maupun kacang hijau sejak dahulu kala. Jawawut atau gandum Papua memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis gandum lainnya. Jawawut mengandung karbohidrat lebih tinggi, yakni 74,16% dibanding gandum (Triticum sp.) yaitu 69%). Ini menunjukkan bahwa jawawut berpotensi sebagai sumber pangan fungsional, terutama sebagai sumber energi.

Jawawut berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memperkuat ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras. Jawawut memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lain, seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk tanah kurang subur, tahan kekeringan, mudah dibudidayakan, umur panen pendek, dan kegunaannya beragam. Petani umumnya menanam jawawut dengan sistem tambur benih secara langsung setelah lahan dibakar. Simanjuntak dan Ondikleuw (2004) melaporkan, hasil jawawut dengan cara tanam tambur benih secara langsung tanpa pemupukan lebih rendah dibandingkan dengan cara tanam pindah atau tambur benih secara larikan.




SUMBER MAKANAN PENGGANTI BERAS

Kebutuhan beras sebagai bahan pangan pokok terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan penduduk, disamping disamping ada masyarakat yang semula makanan pokoknya non beras beralih ke beras. Di lain pihak, lahan sawah terus mengalami penurunan sejalan terjadinya alih fungsi lahan ke non pertanian seperti untuk perumahan dan industri.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai sumber karbohidrat perlu dicari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat alternatif. Pisang sebagai salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.

PISANG

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai sumber karbohidrat perlu dicari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat alternatif. Pisang sebagai salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 gr buah pisang terdiri dari kalori 115 kalori, protein 1,2 gr, lemak 0,4 gr, karbohidrat 26,8 gr, serat 0,4 gr, kalsium 11 mg, posfor 43 mg, besi 1,2 mg, vitamin B 0,1 mg, vitamin C 2 mg, dan air 70,7 gr. Dengan komposisi tersebut, pisang dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras khususnya di daerah-daerah yang sering mengalami rawan pangan. Di beberapa daerah masyarakat mengkonsumsi pisang sebagai pengganti makanan pokok seperti di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.

Disamping itu pisang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lain yaitu :

1. Pisang dapat diusahakan pada berbagai type agroekosistem yang tersebar di seluruh nusantara.

2. Permintaan pasar cukup besar dan produksinya tersedia merata sepanjang tahun.

3. Memiliki bermacam varietas dengan berbagai kecocokan penggunaan.

4. Usahatani pisang mampu memberikan hasil waktu yang relatif singkat (1 – 2 tahun).

Disamping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan dan konservasi lahan karena tanaman pisang sangat baik dalam menahan air. Pisang sebagai salah satu komoditas unggulan saat ini masih tetap merupakan kontributor utama (34,5%) terhadap produksi buah nasional. Sejak tahun 2002 – 2006 produksi pisang cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata 4,3% pertahun. Produksi pisang pada tahun 2002 sebesar 4.384.384 ton naik menjadi 5.321.538 ton pada tahun 2006 (angka prognosa) dengan produktivitas dari 58,65 ton/ha menjadi 49,45 ton/ha.

Dengan cakupan sebaran sentar produksi yang sangat luas, maka lahan yang belum dimanfaatkan dan dapat digunakan sebagai areal penumbuhan sentra produksi pisang masih tersedia sangat luas. Tujuannya, yaitu; mengembangkan pisang sebagai sumber karbohidrat alternatif bagi keluarga dalam rangka diversifikasi pangan disamping sebagai sumber vitamin, terutama vitamin A dan C, mineral, kalsium dan zat mikro lainnya yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.

 SUKUN

Sukun (Artocarpus altilis), ditengah kelangkaan pangan dewasa ini, maka buah sukun dapat merupakan alternatif sumber karbohidrat, disamping itu salah satu komoditas buah yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi karena dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan sebagai alternatif pangan pengganti beras. Pada daerah tertentu umumnya tanaman sukun ditanam pada lahan-lahan pekarangan rumah dengan pemilikan pohon antara 1-5 pohon per keluarga.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap pangan terutama beras, terus meningkat. Padahal sebagaimana dimaklumi upaya peningkatan produksi beras di tanah air tidak mudah untuk dilakukan karena sudah mengalami kejenuhan. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan mencari bahan pangan alternatif pengganti beras. Salah satu bahan pangan yang direkomendasikan sebagai subsitusi beras adalah buah sukun karena mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari setiap 100 gram buah sukun segar mengandung 27,12 gram karbohidrat, 108 kalori, 17 mg kalsium, 29 mg vitamin-C, dan 490 mg kalium. Sedangkan dari setiap 100 gram sukun tua yang diolah menjadi tepung bisa menghasilkan energi sebanyak 302 kalori dan karbohidrat 78,9 gram. Dari kandungan kalori dan karbohidrat yang dihasilkan mendekati kandungan yang dimiliki beras yaitu 360 kalori dengan karbohidrat 78,9 gram.

. Sentra produksi sukun terbesar adalah Propinsi Jawa Barat sebesar 14.252 ton, Jawa Tengah sebanyak 13.063 ton, , Jawa Timur sebesar 6.400 ton, D.I Yogyakarta sebesar 6.577 ton, Kalimantan Timur sebesar 5.744 ton, Sumatera Selatan 4.321 ton, Lampung sebesar 3.458 ton, Sulawesi Selatan 3.266 ton, Nusa Tenggara Timur sebesar 1.156 ton, dan Jambi sebesar 1.921 ton.

Prospek agribisnis sukun masa mendatang sangat menjanjikan karena tanaman sukun tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus dan dapat tumbuh subur pada kondisi ekologi yang beragam. Tanaman sukun dapat tumbuh pada pada dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl, tumbuh baik pada tanah liat berpasir. Tanaman sukun berproduksi setelah berumur 3–5 tahun setelah ditanam, dan dapat dipanen dua kali setahun. Panen pertama disebut dengan panen raya terjadi pada musim hujan yang jatuh pada bulan Januari-Februari, sedangkan panen kedua atau panen susulan pada musim kemarau jatuh pada bulan Juni-Juli.

Sejauh ini sukun lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk pangan goreng-gorengan (keripik) namun, melihat potensi dan peluang pengembangan sukun yang demikian besar serta banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari tanaman dan buah sukun, maka sudah saatnya dicanangkan gerakan pemanfaatan buah sukun sebagai pengganti beras. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan mengembangkan teknologi pengolahan pangan dari sukun, sehingga dapat menyajikan buah sukun dan hasil olahannya dalam menu makanan sehari – hari.

 

 UBI ALABIO

Ubi Alabio merupakan sumber karbohidrat potensial yang dapat dijadikan bahan pangan alternatif untuk mengurangi konsumsi beras terus meningkat. Di samping sebagai bahan pokok, Ubi Alabio juga berpotensi dijadikan sebagai bahan industri rumah tangga (industri kecil) hingga industri besar. Alabio mungkin lebih dikenal sebagai nama ternak itik. Namun di Kalimantan Selatan, Alabio merupakan nama sejenis ubi lahan rawa. Masyarakat awam mengenalnya dengan sebutan ubi kelapa (Dioscorea alata L). Ubi Alabio, tanaman perdu merambat hingga mencapai 3-10 m, memiliki bentuk bulat dan bercabang, serta berwarna merah, ungu atau putih.

Biasanya masyarakat mengkonsumsi Ubi Alabio dengan cara dikukus atau direbus, dan digoreng. Ada pula yng mengolahnya menjadi sejenis makanan ala pizza, yang disebut “lempeng”. Umbi yang berbentuk bulat dan bercabang ini memiliki warna merah, ungu atau putih. Sebagai bahan pangan, ubi alabio komposisinya cukup memadai. Selain sebagai sumber karbohidrat, juga mengandung Pati, protein, serat, bahkan gula.

Disamping dapat dikonsumsi melalui cara direbus dan digoreng, Ubi Alabio dapat diolah menjadi kripik. Tidak jauh berbeda seperti pembuatan kripik lainnya. Pembuatan kripik ini dapat dilakukan dengan sederhana, yaitu dikupas, diiris dan digoreng. Dapat juga setelah diiris dikukus lima menit, kemudian dijemur lalu dikeringanginkan agar tahan disimpan, baru kemudian digoreng. Untuk produk setengah jadi, Ubi Alabio dapat diolah menjadi sawut, berbentuk serpihan kering dengan kadar air sekitar 10%, sehingga tahan disimpan. Penggunaannya mudah. Cukup disiram dengan air panas, diaduk, kemudian dikukus sekitar 15 menit sampai lunak. Sawut dapat dikonsumsi pula dengan sayur dan lauk, atau dicampur dengan larutan gula merah. Sedangkan untuk pembuatan tepung adalah dengan cara menggiling sawut ubi yang berbentuk serpihan kering. Ubi ini juga berpotensi sebagai bahan baku industri seperti pati, roti, dan alkohol. Bahkan ubi alabio merah dapat dibuat sebagai bahan baku es krim.

Ubi Alabio dibudidayakan di lahan lebak dengan pola monokultur atau dapat ditumpangsarikan dengan tanaman jagung, cabe dan terong. Jenis ubi ini menuntut lahan yang gembur dan tidak terendam dengan air. Sehingga sebaiknya penanamannya dilakukan pada guludan atau surjan dan disaat air surut di musim kemarau. Bibit ubi berasal dari ubi yang dipotong-potong dari semua bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung. Makin besar potongan, maka makin besar pula hasil ubi. Bibit disemai pada persemaian dan jika telah muncul tunas, baru ditanam di lahan. Umur panen sejak usia tanam adalah 5 bulan, ketika daun dan batang sudah mengering. Biasanya musim tanam antara bulan Mei-Juli dan panen pada bulan Oktober-Desember. Ubi Alabio sampai saat ini masih dibudidayakan secara tradisional sehingga hasilnya masih tergolong rendah yaitu berkisar 12-28 ton/ha. Padahal bila dibudidayakan dengan menerapkan teknologi usahatani, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit yang tepat, potensi hasil dapat mencapai 40-50 ton/ha.

 UBI JALAR

Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari bahan baku lokal, agar biaya transportasinya dapat ditekan. Saat ini, masyarakat Indonesia yang hidup di daerah tropis dimana gandum sulit bisa tumbuh, menjadi pemakan mie dari gandum terbesar setelah RRC. Sebenarnya begitu banyak jenis umbi-umbian lainnya selain gandum yang bisa tumbuh dengan baik di Indonesia. Ubijalar merupakan salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk pengganti beras sebagai sumber karbohidrat.

Pilihan untuk mensosialisasikan ubi jalar, bukan pilihan tanpa alasan. (1) mempunyai produktivitas yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk diusahakan. (2) mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan (prebiotik, serat makanan dan antioksidan), serta (3) potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk sumber alternatif pengganti beras. Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan dapat berproduksi lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ ha. Tetapi masih lebih besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (+/-4.5 ton/ha) atau ubi kayu (+/-8 ton/ha), padahal masa panen lebih lama dari masa panen ubi jalar.

Penelitian mengenai ubi jalar pun kini semakin banyak dan berkembang, karena mempunyai kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54), artinya komoditi ini sangat cocok.

 JAGUNG

Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras (Purwanto,2006). Senada dengan hal tersebut Zubachtirodin et al (2006) juga menambahkan dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Jagung juga merupakan tanaman yang relatif lebih tahan terhadap kekurangan air daripada padi sehingga penanamannya dapat dilakukan setelah penanaman padi, yaitu pada musim kemarau.

Makanan pokok alternantif warga Madura, Nusa Tenggara bahkan juga warga Amerika Serikat ini juga kaya akan gizi. Tak heran bonggol berambut merah ini juga diminati anak-anak. Kandungan gizi dalam tiap biji jagung adalah: energi 150 kal, protein 1,6 g, lemak 0,6 g, kalsium 11 mg, dan karbohidrat 11,40 g.

Jagung memiliki potensi besar sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumberdaya terutama lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi beras, relatif tidak terjadi pada jagung. Jagung dapat ditanam setelah masa penanaman padi yaitu pada musim kemarau sehingga produksi makanan pokok tetap berlangsung. Selain itu bila dilihat dari kandungan nutrisinya, jagung juga merupakan sumber karbohidrat yang baik.

Diversifikasi makanan pokok dengan jagung sebagai alternatif selain beras, harus diikuti dengan perancangan olahan jagung untuk meningkatkan penerimaan konsumen. Produk olahan yang sekiranya dapat mencakup beberapa aspek diatas adalah beras jagung.

Nasi jagung telah lama dikenal oleh masyarakat namun karena proses preparasi dari bentuk jagung pipil hingga nasi yang lama, meliputi proses penumbukan berulang serta penjemuran, maka penerimaannya sebagai bahan pangan pokok lebih rendah daripada nasi biasa. Rasa nasi jagung, serperti halnya nasi dari beras, dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Makin rendah kandungan amilosa, rasa nasi jagung menjadi semakin pulen. Pati jagung normal mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa. Dengan kadar amilosa tersebut diharapkan nasi yang terbentuk dari beras jagung masih bersifat pulen dan tidak keras saat dingin karena kadar amilosa yang tidak terlalu tinggi.

Pengolahan jagung menjadi beras jagung menciptakan alternatif makanan pokok selain beras dengan sifat organoleptis yang hampir sama, rasa yang netral, dan waktu preparasi yang sama dengan nasi dari beras. Didukung dengan keunggulan kandungan nutrisi serta keinginan masyarakat untuk mencoba mengkonsumsi makanan yang baru, beras jagung memiliki potensi yang baik sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Dengan demikian diharapkan beras jagung dapat mensukseskan program diversifikasi pangan pemerintah dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap beras sehingga menciptakan swasembada pangan dan ketahanan pangan dapat terwujud.

 KETELA POHON

Nasi Uleng sebagai Makanan Pokok; Gaplek: Pilihan Pengganti Beras yang EkonomisNasi uleng merupakan salah satu bentuk olahan tiwul dan biasa dikonsumsi di Wonogiri. Bahan dasar tiwul adalah gaplek atau ketela pohon yang dikeringkan setelah kulitnya dihilangkan. Nasi uleng harganya relatif murah sehingga membiasakan mengkonsumsi nasi uleng berarti penghematan.

Gaplek adalah makanan pokok pengganti nasi (terutama di daerah Banjarnegara-Jawa Tengah), terbuat dari ketela pohon yang diolah secara tradisional sampai terbentuk butiran-butiran kecil seperti beras, dan disimpan sebagai cadangan paceklik.

No comments:

Post a Comment