Pages

Monday, May 24, 2010

TEST URINE


SIFAT SIFAT URINE
  • Pada percobaan sifat-sifat urin, volume urin yang dikumpulkan selama waktu 24 jam sebanyak 1500 ml
  • Volume yang dapat dikumpulkan atau yang diekskresikan tergantung dari beberapa faktor seperti suhu, intake cairan, kerja fisik, dan faktor patologi seperti penyakit ginjal atau diabetes mellitus.
  • Pada orang dewasa normal volume urin adalah sekitar 600-2500 ml/ 24 jam. Berarti volume urin tersebut masih tergolong normal.
  • Bau yang tercium pada urin adalah sedikit bau toluen, karena digunakan pengawet toluen. Warna dari urin tersebut adalah kuning tua.
  • Warna urin dapat berubah karena faktor makanan atau faktor patologik.
  • Warna dari urin ini disebabkan oleh adanya zat warna urin yaitu urokrom yang terdiri dari uroflavin dan laktoflavin atau riboflavin dan uropterin.
  • Warna urin dapat berubah karena pengaruh obat-obatan, misalnya karena meminum antibiotik atau dapat juga karena adanya penyakit hati.
  • Bau urin yang pesing karena adanya ammonia yang disekresikan dalam urin.
LANGKAH PENGUJIAN URINE SEORANG PROBANDUS
1. pH
  • Dalam menguji pH urin, digunakan indikator universal.(Kertas Lakmus ,pH meter)
  • Urin sampel memilki pH 6 (pH asam), dan dapat dikatakan normal karena umumnya pH urin dalam manusia bervariasi dari 4,5-8,0 (urin dapat bersifat asam, netral, atau basa).
  • Ekskresi urin yang pada pH berbeda dari cairan tubuh, mempunyai dampak yang penting bagi elektrolit tubuh dan penghematan asam-basa.
2. BERAT JENIS URINE
  • Terlebih dahulu ketelitian hydrometer yang akan digunakan harus diuji terhadap air suling.
  • Bila kesalahan tidak terlalu besar, dapat dilakukan koreksi.
  • Perlu diperhatikan bahwa semua toluene harus dibuang.
  • Metoda :
  • Isilah sebuah tabung urinometer dengan urin.
  • Busa yang mungkin dibuang dengan memeakai sepotong kertas saring atau dengan setetes eter. Letakkan hydrometer didalamnya.
  • Hydrometer tidak boleh menyentuh tabung.
  • Catatlah suhu urin tersebut.
  • Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bila suhu urin tidak sama dengan suhu tera, lakukan koreksi sebagai berikut :
  • Tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer bagi tiap penambahan suhu 3 0C diatas suhu tera, atau dikurangi 0,001 untuk setiap perbedaan suhu 3 0C dibawah suhu tera.
  • Pengamatan :
1. Volume : 1,5 liter
2. Warna urin : Kuning tua.
  • Bau urin : Ammonia
  • Kejernihan : Jernih
3. pH urin : 6 (Indikator universal)
  • Lakmus biru : merah
  • Lakmus merah : merah.
  • Fenolftalein : tetap jernih
4. Berat Jenis urin : 1.005

Detail
  • Setelah dilakukan pengujian terhadap berat jenis urin, didapatkan angka 1,0058.
  • Berat jenis urin yang normal berkisar antara 1,003-1,030 g/cm3, maka dapat disimpulkan bahwa urin yang diuji memiliki berat jenis yang termasuk dalam range yang normal.
  • Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya.
  • Berat jenis kadang-kadang masih diukur sebagai suatu indeks konsentrasi urin, disamping osmolalitas.
3. Jumlah zat padat total
  • Jumlah zat padat total normal dalam urin 24 jam kira-kira 150.8 g/l urin 24 jam.
  • Sampel urin mengandung jumlah zat padat total 36,4 g/l urin. Jadi hasil ini dapat dikatakan menyimpang dari kisaran normal.
  • Berat jenis suatu larutan tergantung pada sifat maupun jumlah partikel terlarut yang ada di dalamnya, karena itu berat jenis dapat digunakan untuk menentukan jumlah zat padat yang dikandung urin.
  • Mungkin hasil yang menyimpang ini terjadi karena faktor asupan makanan yang masuk ke tubuh atau karena faktor kelainan pada tubuh.
  • Hasil yang didapatkan memang tidak akurat karena hanya menghitung secara kasar saja jumlah zat padat total dalam urin.
4. Garam-garam ammonium
  • Metoda :
  • Tambahkan NaOH pada beberapa ml urin hingga reaksinya alkalis.
  • Panaskan.
  • Perhatikan bau yang timbul dan uji uap yang terbentuk dengan kertas lakmus yang dibasahi atau dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring.
  • Pengamatan :
  • Bau yang timbul adalah bau ammoniak.
  • Uji uap dengan kertas lakmus merah : biru
  • Dengan pereaksi nessler yang diteteskan pada kertas saring : noda berwarna coklat
Detail
  • Pada percobaan adanya garam-garam ammonium, urin dibasakan terlebih dahulu menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan.
  • Bau yang timbul akibat pemanasan adalah bau amoniak yang menandakan bahwa ammonium yang terkandung di dalam urin terlepas ke udara atau telah menguap.
  • Berarti urin sampel mengandung garam amonium
  • Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis.
  • Glutamat dehidrogenase mengkatalisis perubahan glutamat menjadi α-ketoglutarat.
  1. Glutamin → glutamat + NH4+
  2. Glutamate → α-ketoglutarat + NH4+
  • Di dalam cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel.
  • Bila pH urin7,0 maka rasio NH3 : NH4+ = 1 : 100. Bila urin lebih asam, maka keseimbangan berubah lebih lanjut ke NH4+.
  • Proses NH3 disekresikan disebut difusi non-ionik.
  • Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik.
  • Ion ammonium berasal dari makanan, obat-obatan dan hasil hidrolisa urea.
  • Mekanisme dari tubulus renalis dalam memproduksi ammonia sangat penting untuk mengatur keseimbangan asam basa dan penghematan kation, meningkat dengan nyata pada asidosis metabolik tetapi sebagian besar akan diekskresikan dalam bentuk urea yaitu komponen utama urin.
  • Ammonia secara konstan diproduksi dalam jaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengan cepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat, glutamin, ataupun urea (urin).
  • Dengan pereaksi nessler memberikan hasil negatif karena apabila dengan pereaksi nessler maka warna yang dihasilkan adalah warna merah.
5. Belerang dalam urin
  • Belerang yang terdapat dalam urin dibedakan atas 3 bentuk :
Belerang Anorganik
  • Metoda :
  • Pada 10 ml urin tambahkan sedikit HCl encer dan BaCl2. terlihat endapan putih. Saringlah campuran ini, uji filtrate terhadap belerang etereal.
  • Pengamatan :
  • Terbentuk Endapan putih.
Belerang etereal
  • Metoda :
  • Didihkan filtrate dari percobaan (a) selama beberapa menit. Bila tidak terbentuk endapan, tambahkan lagi HCl dan panaskanlah, mungkin perlu ditambahkan BaCl2.
  • Pengamatan :
  • Terbentuk endapan putih.
Belerang yang tak teroksidasi
  • Metoda :
  • Masukkan 10 ml urin dalam tabung reaksi. Masukkan Zn dan sedikit HCl 6N.
  • Tutup tabung tersebut dengan kertas saring yang dibasahi dengan larutan Pb-asetat.
  • Terlihat kertas berwarna hitam.
  • Pengamatan :
  • Kertas berwarna hitam
Detail
  • Belerang anorganik
  • Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90 %) dan berasal terutama dari metabolisme protein.
  • Pada percobaan ini, urin 24 jam direaksikan dengan HCl encer dan BaCl2.
  • Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik, reaksi yang terjadi adalah :
  • BaCl2 + SO42- → BaSO4 ↓ + 2 Cl-
  • Belerang etereal
  • Belerang etereal merupakan senyawaan asam sulfat dengan zat-zat organik.
  • Sulfat etereal di dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO3H) yang dibentuk di dalam hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen, steroid lain, dan obat-obatan.
  • Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme protein atau pembusukan protein dalam lumen usus.
  • Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam.
  • Jumlahnya 5-15 % dari belerang total urin.
  • Dari percobaan tersebut, terbentuk endapan putih karena adanya endapan BaSO4 dari belerang etereal yang memiliki senyawa sulfat akan bereaksi dengan BaCl2.
  • Belerang yang tak teroksidasi
  • Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yeng mempunyai gugus –SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida, dsb.
  • Jumlahnya adalah 5-25 % dari belerang total urin.
  • Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat menjadi berwarna hitam (hasil reaksi positif).
  • Hal itu terjadi karena adanya gas hidrogen sulfida yang dilepaskan yang dapat diidentifikasi dari baunya yang khas atau dari menghitamnya kertas saring yang telah dibasahi larutan timbal asetat.
  • Reaksi yang terjadi adalah :
  1. S2- + 2 H+ → H2S ↑
  2. H2S + Pb2+ → PbS ↓

6. Asam urat
  • Test Mureksida
  • Asam urat dioksidasi oleh asam nitrat pekat membentuk asam dialurat dan aloksan.
  • Zat-zat ini berkondensasi dengan ammonia membentuk mureksida (ammonium purpurat) yang berwarna ungu kemerahan.
  • Metoda:
  • 5 tetes urin diletakkan dalam sebuah cawan penguap.
  • Tambahkan 3 tetes asam nitrat pekat, lalu panaskan sehingga kering pada penangas uap, perhatikan warna merah yang timbul.
  • Setelah dingin tambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100).
  • Perhatikan warna yang terbentuk. Bandingkan dengan menggunakan 0.1 g Kristal asam urat.
  • Pengamatan :
  • Setelah pemanasan :
  • Cawan I (urin) : Kuning Muda
  • Cawan II (as. urat) : Kuning kemerahan
  • Setelah penambahan 1 tetes ammoniak.
  • Cawan I (urin) : Kuning muda
  • Cawan II (as.urat) : Kemerahan
Detail
  • Pada percobaan ini, digunakan tes mureksida yaitu dengan memanaskan sampai kering urin yang yang telah ditambah HNO3 pekat.
  • Asam urat akan dioksidasi oleh HNO3 pekat membentuk asam dialurat dan aloksan.
  • Setelah dingin, ditambahkan satu tetes ammonia encer (1 : 100), maka asam dialurat dan aloksan berkondensasi dengan amonia membentuk mureksida (ammonia purpurat) yang berwarna ungu kemerahan.
  • Mekanisme reaksi yang terjadi adalah:
  • Bila urin setelah ditambahkan ammonia encer tetap berwarna merah, maka hal itu menyatakan adanya asam urat.
  • Pada percobaan, setelah ditambahkan HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, urin membentuk warna kuning muda.
  • Hal ini berarti bahwa pada urin yang diuji, tidak terdapat asam urat.
  • Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan blanko berupa kristal asam urat.
  • Setelah ditambahjann HNO3 pekat dan dipanaskan hingga kering, terbentuk warna kuning jingga.
  • Seharusnya warna yang tebentuk adalah warna ungu kemerahan, tetapi warna yang terbentuk adalah kuning jingga, hal itu mungkin disebabkan karena kekurangketelitian praktikan dalam melakukan percobaan.
7. Kreatinin
  • Reaksi Jaffe
  • Reaksi ini berdasarkan pembentukan tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis.
  • Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan.
  • Metoda :
  • Masukkan 5 ml urin ke dalam sebuah tabung reaksi dan 5 ml ke dalam tabung yang lain.
  • Tambahkan pada masing-masing tabung 1 ml larutan asam pikrat jenuh dan 1 ml NaOH 10%.
  • Perhatikan warna yang terbentuk.
  • Tambahkan HCl pada salah satu tabung.
  • Bandingkan hasilnya terhadap tabung yang ditambahkan HCl.
  • Pengamatan :
  • Tabung I dan II setelah ditambahkan asam pikrat jenuh dan NaOH 10% terbentuk warna merah coklat (terang-jernih).
  • Tabung II setelah ditambahkan HCl terbentuk warna kuning.
Detail
  • Pada percobaan untuk mengetahui adanya kreatinin dalam urin, dilakukan reaksi Jaffe.
  • Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer kreatin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis.
  • Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan.
  • Dari hasil percobaan, dipeoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan urin dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10 %.
  • Warna larutan pada salah satu tabung berubah menjadi kuning setelah ditambah HCl (tabung yang lain tidak ditambahkan HCl dan larutan tetap berwarna merah kecoklatan).
  • Hal ini menunjukkan bahwa di dalam urin yang diuji, terdapat kreatinin.
8. Glukosa
  • Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis.
  • Test ini tidak spesifik terhadap glukosa, gula-gula lain yang berdaya reduksi maupun zat-zat lain yang bukan gula dapat juga memperlihatkan hasil positif.
  • Test Benedict (Semi Kuantitatif)
  • Dengan test ini dapat diperhitungkan secara kasar kadar gula dalam urin (semi kuantitatif).
  • Metoda:
  • Campurlah 2.5 ml pereaksi benedict kualitatif dengan 4 tetes urin.
  • Panaskan selam 5 menit pada penangas air mendidih.
  • Biarkan menjadi dingin perlahan-lahan.
  • Lakukan test ini terhadap urin yang mengandung (1) glukosa 3%; (2) glukosa 1%; (3) glukosa 2% dan (4) glukosa 5%.
  • Penafsiran : Warna Penilaian Kadar , Biru/ hijau keruh, Hijau/ kuning hijau,Kuning/ kuning kehijauan, Jingga, merah bata
Detail
  • Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah.
  • Reaksi :
  • Pada uji adanya glukosa dalam urin dilakukan tes Benedict, yaitu dengan mereaksikan urin dengan pereaksi Benedict yang telah dipanaskan dengan glukosa 0,3 %; 1 %; 2 %; 5 % dan urin tanpa penambahan apapun.
  • Ternyata dari hasil pengujian diperoleh urin blanko tetap berwarna biru setelah ditambahkan larutan Benedict,
  • Untuk urin dengan penambahan glukosa 0,3 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan endapan merah,
  • untuk urin dengan penambahan glukosa 1 % akan memberi warna kuning kehijauan dengan adanya endapan merah yang lebih banyak dari yang 0,3 %,
  • untuk urin dengan penambahan glukosa 2 % akan memberi warna jingga dengan endapan merah dari yang ditambahkan glukosa 1 %
  • untuk urin dengan penambahan glukosa 5 % akan memberi warna jingga kemerahan dengan endapan merah yang lebih banyak.
  • Terbentuknya warna-warna tersebut, sesuai dengan konsentrasi glukosa dalam larutan. Makin besar kadar glukosa, makin banyak endapan oranye yang terbentuk.
  • Tidak tebentuknya endapan oranye pada larutan glukosa konsentrasi rendah disebabkan karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan reagen Benedict yang berwarna biru.
  • Tampak bahwa glukosa dengan kadar 5% baru memberikan endapan oranye paling banyak.
  • Dari uji tersebut memberikan hasil bahwa urin yang diperiksa oleh praktikan tidak mengandung glukosa karena tidak memberi hasil positif terhadap tes Benedict.
  • Berarti urin tersebut adalah urin yang normal.
Percobaan Urin Kuantitatif
  1. Penetapan Kadar Kreatinin Urin (Folin)
  • Rs = 0, 249 nm
  • Ru = 0, 375 nm
  • Kadar kreatinin = 0,249/0,375 X 1500/1 X 1/1000 = 0,996 g/24jam
  • Kreatinin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin.
  • Dalam otot rangka kreatinin difosforilasi untuk membentuk fosforilkreatin yang merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP.
  • ATP yang terbentuk oleh glikolisis dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin untuk membentuk ADP dan banyak fosforilkreatin.
  • Urin Pria dewasa mengandung keratin 25mg/kg BB, berarti pada urin sample terdapat kreatinin sebanyak : 25 mg x 60 = 1500 mg (1,375g).
  • Kreatinin dari hasil percobaan didapat kadar kreatinin sebanyak 0,996 g. jumlah kreatinin sampel masih dibawah kadar normal.
  • Kreatinin meninggi pada insufisiensi ginjal yang akut atau kronis, obstruksi traktus urinarius dan gangguan faal ginjal yang ditimbulkan oleh beberapa jenis obat.
  • Bahan-bahan yang bukan kreatinin dapat bereaksi sehingga memberi hasil positif dengan metode alkalis pikrat (reaksi jaffe).
  • Bahan-bahan tersebut adalah asetoasetat, aseton, β-Hidroksibutirat, α-ketoglutarat, piruvat, glukosa bilirubin, hemoglobin, urea dan asam urat.
  • Perbedaan hasil dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti : usia, suku bangsa, jenis kelamin, lingkungan, sikap tubuh, makanan yang dimakan, obat-obatan dan kadar aktivitas.
  • 2. Penetapan Kadar Klorida Urin (Schales dan Schales)
  • Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam.
  • Ion-ion Cl- diikat oleh ion merkuri membentuk Hg Cl2 yang tidak terionisasi.
  • Bila terdapat merkuri nitrat yang berlebihy, ion-ion merkuri ini akan bereaski dengan indicator difenilkarbazon membentuk warna ungu (Urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1% lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu).
  • Dari percobaan terhadap urin 24 jam, diperoleh data sebagai berikut :
  • A = ml (jumlah merkuri nitrat untuk titrasi 5 ml larutan standard NaCl)
  • Sampel urin merkuri nitrat I = 15,50 ml
  • Sampel urin merkuri nitrat II = 15,55 ml
  • Kadar Klorida urin (meq/liter) = ml merkuri nitrat yang dipakai x 100/A
  • A = Jumlah ml merkuri nitrat untuk titrasi 5ml larutan standard NaCl.
  • Maka :
  1. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25 = 364,706 meq/liter
  • Kadar NaCl urin = 364,706 x 58,5 = 21335,301 mg/liter = 21,34 g/liter
2. Kadar Klorida urin = 15,5 x 100/4,25 = 364,705 meq/liter
  • Kadar NaCl urin = 364,705 x 58,5 = 21335,242 mg/litrer = 21,34 g/liter
KESIMPULAN
  • Dari percobaan urin ini, volume urin yang diperoleh adalam 1500 ml yang beraati volume ini masih dalam batas normal, urin tersebut memiliki bau amoniak, berwarna kuning tua, jernih, ber pH 6 memiliki BJ sebesar 1,0058 dan kandungan zat padat dalam urin 150.8 g / l.
  • Pada urin dormal terkandung garam-garam amonium , belerang anorganik, belerang yang tak teroksidasi, klorida dan kreatinin.
  • Pada urin yang diuji oleh praktikan tidak terdapat asam urat maupun glukosa menandakan bahwa urin tersebut dalam keadaan normal.
  • Pada percobaan kuantitatif diperoleh kadar kreatinin urin sebesar 0,996 g / 24 jam dan kadar NaCl rata-rata sebesar 21,34 g/liter.
Jadi Dalam Test Urine ini Dipersialkan bahan dan Alat
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
  • Tabung Reaksi
  • Pipet Volumetri
  • Labu takar 100 ml
  • Hidrometer
  • Tabung Urinometer
  • Indikator Universal
  • Kertas lakmus
  • Penangas air
  • Kertas saring
  • Labu Erlenmeyer
  • Cawan penguap
  • Buret dan statif
  • Bunsen
  • pipet tetes
Bahan:
  • Urin 24 jam
  • Ag Nitrat
  • Fenolftalein
  • Kristal Asam urat
  • NaOH
  • Asam asetat 2%
  • NH4OH
  • Asam sulfosalisilat 3%
  • Eter
  • Glukosa 0,3% ; 1%;2%;5%
  • Pereaksi Nessler
  • Pereaksi Benedict
  • HCL encer
  • Larutan standar kreatinin.
  • BaCl2
  • Zn
  • Larutan Pb-asetat
  • Asam pikrat
  • Asam nitrat
Informasi Urine
  • Memilih Sampel Urin
  • Urin sewaktu yaitu urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin.
  • Urin pagi yaitu urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari. Urin pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, berat jenis dll.
  • Urin post prandial merupakan urin yang pertama kali dikeluarkan 1 ½ – 3 jam setelah makan. Sampel urin ini baik untuk pemeriksaan terhadap glukosuria.
  • Urin 24 jam yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. cara mengumpulkannya sebagai berikut: jam 7 pagi urin pertama dikeluarkan, urin ini dibuang. Semua urin yang dikeluarkan kemudian, termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya, harus dapat ditampung dalam botol urin yang tersedia dan isinya dicampur. Botol harus bersih dan biasanya memerlukan zat pengawet.
  • Urin 24 jam dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif semua zat dalam urin. Selain itu, dikenal juga urin siang 12 jam, urin malam 12 jam, urin 2 jam, urin 3 gelas, urin 2 gelas dsb.
TEORI
1. Pembentukan Urin
  • Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu:
  1. Filtrasi glomerulus
  2. Reabsorbsi tubular
  3. Sekresi tubular (Augmentasi)
Filtrasi Glomerulus.
  • Pembentukan urin dimulai ketika air dan berbagai bahan terlarut lainnya disarng melalui kapiler glomerulus dan masuk ke kapsul glomerulus (kapsul Bowman).
  • Penyaringan bahan-bahan ini melalui dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh.
  • Hanya saja, kapiler glemerulus bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya.
Reabsorbsi tubular.
  • Reabsorbsi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrat glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darh di kapiler peritubulus.
  • Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini sebagian besar terjadi di tubulus proksimal.
  • Adanya mikrovili di tubulus proksimal akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtart glomerulus sehingga meningkatkan proses reabsorbsi.
  • Berbagai bagian dari tubulus ginjal berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik.
  • Sebagai contoh, reabsorbsi glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transpor aktif. A
  • Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal dengan osmosis.
Sekresi tubular ( Augmentasi)
  • Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan (zat) diangkut dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal.
  • Sebagai hasilnya, jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada jumlah zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus.
  • Terbentuk urin mengandung:
  1. Air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel.
  2. Asam dan basa
  3. Sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi bagi tubuh
  4. Zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan.
  • Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan urin 24 jam berikutnya.
  • Akan tetap, jika kita mengadakan pemeriksaan dengan sampel-sampel urin pada saat-saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam, akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain.
  • Oleh karena itu, penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
Komponen utama Urin manusia

  • Komponen Garam per 24 jam Perkiraan nisbah
  • Konsentrasi urin plasma
  • Glukosa
  • Asam amino
  • Amonia
  • Urea
  • Kreatinin
  • Asam urat
  • H+
  • Na+
  • K+
  • Ca2+
  • Mg2+
  • Cl-
  • HPO42-
  • SO42-
  • HCO3- <0,05
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. F, Fisiologi Kedokteran edisi 14, Penerbit buku kedokteran, EGC, alih bahasa oleh dr. Petrus Andrianto.
Murray, K. Robert, Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W.R, Biokimia Harper edisi 22, Penerbit bku kedokteran, EGC.

ANALISIS MIKROSKOPIS
  • Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya.
  • Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal ginjal.

Metode pemeriksaan mikroskopik sedimen urine lebih dianjurkan untuk dikerjakan dengan pengecatan Stenheimer-Malbin. Dengan pewarnaan ini, unsur-unsur mikroskopik yang sukar terlihat pada sediaan natif dapat terlihat jelas.


PROSEDUR

  • Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung pemusing sebanyak 10 ml.
  • Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 - 2000 rpm) selama 5 menit.
  • Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml.
  • Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan coverglass.
  • Jika hendak dicat dengan dengan pewarna Stenheimer-Malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok dan dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass, siap untuk diperiksa.
ENDAPAN URINE

  • Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah menggunakan lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal.
  • Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif 40X, disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir, sel sperma.
  • Jika identifikasi silinder atau kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang pandang kuat juga dapat dilakukan.
  • Karena jumlah elemen yang ditemukan dalam setiap bidang dapat berbeda dari satu bidang ke bidang lainnya, beberapa bidang dirata-rata.
  • Berbagai jenis sel yang biasanya digambarkan sebagai jumlah tiap jenis ditemukan per rata-rata lapang pandang kuat.
  • Jumlah silinder biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiap jenis yang ditemukan per lapang pandang lemah.

Cara melaporkan hasil adalah sebagai berikut :



Keterangan :
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan +++ sudah dinyatakan abnormal.


Eritrosit

  • Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.
  • Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK.
  • Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dll.
Hematuria dibedakan menjadi dua
  1. Hematuria makroskopik (gross hematuria)
  2. Hematuria mikroskopik.
  • Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah,
  • sedangkan hematuria mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus.


  • Dinyatakan hematuria mikroskopik jika
  • Dalam urin ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK.
  • Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal polikistik.
  • Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih.
  • Hematuria persisten banyak dijumpai pada perdarahan glomerulus ginjal.
  • Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi, mengecil, shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya.
  • Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020, eritrosit berbentuk cakram normal.
  • Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali.
  • Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak seperti ragi.
ERYTHROCYT DISMORFIK
  • Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen, hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di membran sel.
  • Eritrosit dismorfik memiliki bentuk aneh akibat terdistorsi saat melalui struktur glomerulus yang abnormal.
  • Adanya eritrosit dismorfik dalam urin menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefritis.
LEUCOCYT
  • Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit.
  • Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN).
  • Lekosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih.
  • Lekosit hingga 4 atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal.
  • Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut.
  • Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit.
  • Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma.
  • Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok.
  • Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada laki-laki.

SEL EPITHELLIUM



  • Sel Epitel TubulusSel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau oval, lebih besar dari leukosit, mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil.
  • Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat.
  • Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat.
EPITHELLIUM BERLEMAK
  • Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam lumen tubulus (lipoprotein yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies.
  • Oval fat bodiesOval fat bodies dapat dijumpai pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat karena keracunan etilen glikol, air raksa.
  • Selain sel epitel tubulus, oval fat bodies juga dapat berupa makrofag atau hisiosit.
  • Sel epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant cells) dapat dijumpai pada infeksi virus.
  • Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 maupun tipe 2.
  • Menunjukkan adanya disfungsi disfungsi glomerulus dengan kebocoran plasma ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus.
  • Sel epitel transisional Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa.
  • Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong dan sering mempunyai tonjolan.
  • Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian saluran kemih yang mana dia berasal.
  • Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat kecil.
  • Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi.
SEL EPITHELLIUM SQUAMOSUM


  • Sel skuamosa Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra.
  • Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator kontaminasi.

SILINDER (CAST)

  • Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine.
  • Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal).
  • Tubulus proksimal dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder.
  • Silinder dibagi-bagi berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya.
  • Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall.
  • Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal.
  • Semua benda berupa partikel atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada matriks protein yang lengket.


  • Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi.
  • Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut dilaporkan berdasarkan konstituennya.
  • Apabila konstituen selular mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder granular.


SILINDER HYALIN

  • Silinder hialin atau silinder protein terutama terdiri dari mucoprotein (protein Tamm-Horsfall) yang dikeluarkan oleh sel-sel tubulus.
  • Silinder ini homogen (tanpa struktur), tekstur halus, jernih, sisi-sisinya parallel, dan ujung-ujungnya membulat.
  • Sekresi protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran pengumpul.


  • Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis.
  • Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien yang sehat.
  • Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1 silinder hialin per LPL.
  • Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow proteinuria seperti dalam myeloma).
  • Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid (cylindroids).


SILINDER ERYTHROCYT

Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.


3. Silinder Leukosit

Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.


4. Silinder Granular

Silinder granular adalah silinder selular yang mengalami degenerasi. Disintegrasi sel selama transit melalui sistem saluran kemih menghasilkan perubahan membran sel, fragmentasi inti, dan granulasi sitoplasma. Hasil disintegrasi awalnya granular kasar, kemudian menjadi butiran halus.



5. Silinder Lilin (Waxy Cast)

Silinder lilin adalah silinder tua hasil silinder granular yang mengalami perubahan degeneratif lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron untuk beberapa waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular halus, dan akhirnya, menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait dengan penyakit ginjal berat dan amiloidosis ginjal. Kemunculan mereka menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal kronis.

Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-sama berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi ganas 3) diabetes glomerulosclerosis, dan 4) glomerulonefritis progresif cepat.

Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi sangat kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.


Bakteri

Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya mikroba flora normal vagina atau meatus uretra eksternal dan karena kemampuan mereka untuk cepat berkembang biak di urine pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh kontaminan dalam wadah pengumpul, kontaminasi tinja, dalam urine yang dibiarkan lama (basi), atau memang dari infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu pengumpulan urine harus dilakukan dengan benar (lihat pengumpulan specimen urine)

Diagnosis bakteriuria dalam kasus yang dicurigai infeksi saluran kemih memerlukan tes biakan kuman (kultur). Hitung koloni juga dapat dilakukan untuk melihat apakah jumlah bakteri yang hadir signifikan. Umumnya, lebih dari 100.000 / ml dari satu organisme mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme mencerminkan kontaminasi. Namun demikian, keberadaan setiap organisme dalam spesimen kateterisasi atau suprapubik harus dianggap signifikan.


Ragi

Sel-sel ragi bisa merupakan kontaminan atau infeksi jamur sejati. Mereka sering sulit dibedakan dari sel darah merah dan kristal amorf, membedakannya adalah bahwa ragi memiliki kecenderungan bertunas. Paling sering adalah Candida, yang dapat menginvasi kandung kemih, uretra, atau vagina.



Trichomonas vaginal
is

Trichomonas vaginalis adalah parasit menular seksual yang dapat berasal dari urogenital laki-laki dan perempuan. Ukuran organisme ini bervariasi antara 1-2 kali diameter leukosit. Organisme ini mudah diidentifikasi dengan cepat dengan melihat adanya flagella dan pergerakannya yang tidak menentu.



Kristal

Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate, asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai pembentukan batu.


1. Kalsium Oksalat

Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam specimen urine setelah konsumsi makanan tertentu (mis. asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + ) kristal Ca-oxallate per LPL masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.

2. Triple Fosfat

Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak berwarna dan larut dalam asam cuka encer. Meskipun mereka dapat ditemukan dalam setiap pH, pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat muncul di urin setelah konsumsi makan tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan meningkatkan pH urin dan meningkatkan amonia bebas.

3. Asam Urat

Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka, penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

4. Sistin (Cystine)

Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin.

5. Leusin dan Tirosin

Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas atau mawar dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

6. Kristal Kolesterol

Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.



7. Kristal lain
Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam sedimen urin misalnya adalah :

Kristal dalam urin asam :

  • Natirum urat : tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul, berkumpul membentuk roset.
  • Amorf urat : warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul.
Kristal dalam urin alkali :
  • Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri, atau bulat bertanduk.




  • Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-batang panjang, berkumpul membentuk rosset.
  • Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran, berkumpul.
  • Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.
Secara umum, tidak ada intepretasi klinis, tetapi jika terdapat dalam jumlah yang banyak, mungkin dapat menimbulkan gangguan.

Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi untuk membentuk kristal, seperti :

kristal Sulfadiazin dan kristal Sulfonamida


No comments:

Post a Comment