Monday, January 18, 2010

KOLERA-VIBRIO CHOLLERAE

Penyakit Kolera (Cholera)
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.


Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).


  • Penyebaran Penularan Penyakit Kolera

  • Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

    Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.

  • Gejala dan Tanda Penyakit Kolera

  • Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.

    Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
    - Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
    - Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
    - Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
    - Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
    - Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
    - Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
    - Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.

  • Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera

  • Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

    Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).

  • Pencegahan Penyakit kolera

  • Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

    Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.



    REVOLUSI BIRU

    • Revolusi biru merupakan upaya manusia memanfaatkan sumber daya hayati laut untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia (terutama sumber protein).
    • Revolusi biru merupakan pengembangan teknologi pemanfaatan kekayaan laut terutama dalam pemenuhan kebutuhan pangan berupa protein.
    • Revolusi biru mengubah laut menjadi sumber protein hewani handal yang bisa dikelola untuk menyediakan pangan dengan mengelola laut yang sehebat hebatnya 
    • Yang melatarbelakangi munculnya revolusi biru bahwa revolusi hijau belum dapat memenuhi seluruh kebutahan pangan dan 70 % bagian bumi kita adalah laut.

    Sumber daya alam yang dapat diambil dari laut:

    1. Sumber nabati: alga dan rumput laut Euchema spinosum, dimanfaatkan sebagai bahan agar-agar Chlorella, dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik Sargassum, sebagai penghasil asam alginate yang dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika dan obat-obatan serta bahan campuran pengental eskrim Ulva (selada laut) dan laminaria sp, dimanfaatkan sebagai sayuran hijau
    2. Sumber hewani: berbagai jenis biota laut merupakan sumber protein hewani seperti udang, ikan kepiting, cumi-cumi dll.
    3. Sumber air tawar, dengan menggunakan teknologi osmosis balik dihasilkan air tawar dalam jumlah besar
    4. Sumber logam dan mineral, laut merupakan sumber NaCl (garam dapur), Mg untuk industry pesawat, dan endapan-endapan logam dasar laut (nodul) seperti Cu, Au, Zn, dan Fe

    PERMASALAHAN DAN DAMPAK NEGATIF

    1. Penangkapan ikan yang tak kenal batas dengan alat dan bahan berbahaya.
    2. Meningkatnya jumlah penduduk dan industri di daratan menyebabkan pemasukan limbah ke laut dalam jumlah yang besar pula. Akibatnya laut menjadi kerah/kotor sehingga pada akbarnya menurunkan produktifitas ganggang dan menurunnya jumlah ikan.
    3. Pencemaran laut oleh limbah kapal dan tumpahan minyak.
    4. Rusak serta hilangnya hutan bakau karena diabah menjadi tambak.

    PENANGGULANGAN

    1.Mencegah dan mengatasi pencemaran antara lain:
    • melarang pembuangan sampah ke laut
    • pengolahan limbah cair industri sebelum masuk ke sungai dan ....berakhir di laut

    2.Mencegah penangkapan tak kenal batas antara lain:
    • membatasi ukuran ikan yang boleh ditangkap
    • melarang penggunaan bahan dan alat berbahaya

    3.Mencegah hilangnya hutan bakau


    REVOLUSI HIJAU
    • Revolusi hijau adalah usaha manusia dalam meningkatkan produksi pangan atau makanan dengan jalan melakukan pengembangan pada teknologi pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kesejahteraan penduduk dunia. Bahan makanan atau pangan yang termasuk dalam revolusi hijau adalah yang termasuk dalam kelompok serelia atau sereal/cereal yaitu seperti beras, gandum, sagu, kentang, jagung, dan lain sebagainya.
    • Revolusi biru adalah usaha manusia dalam meningkatkan produksi pangan atau makanan dengan jalan meningkatkan produksi pangan yang berasal dari laut (sumber daya laut).
    • Sumber daya laut dapat dibagi menjadi dua macam atau jenis antara lain ialah :
    1. sumber laut hayati / biotik, contohnya seperti tumbuhan laut seperti alga, plankton, rumput laut, dan lain sebagainya. Hewan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, gurita, sotong, kuda laut, kerang, dan lain-lain.
    2. sumber daya non hayati / abiotik, contohnya seperti garam mineral, energi laut, endapan nodul untuk bahan industri, dan lain sebagainya.
    • Dalam revolusi hijau terjadi pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dengan cara mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju.
    • Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang sudah berjalan sejak 1960-an. Di Indonesia revolusi hijau diintensifikasikan melalui pasca usaha tani yaitu dengan teknik pengolahan lahan pertanian, pengaturan irigasi, pemupukan, pemberantasan hama, penggunaan bibit unggul.
    1. Dengan adanya gerakan revolusi hijau, produksi padi dan gandum di Indonesia meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras. Namun swasembada pangan tersebut hanya mampu bertahan dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah.
    Permasalahan yang muncul akibat dari revolusi hijau adalah sebagai berikut:
    1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
    2. Penurunan keanekaragaman hayati.
    3. Makanan dan minuman hasil pertanian yang mengandung residu pestisida tidak baik untuk kesehatan dan pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker.
    4. Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur kimia dan biologi tanah.
    5. Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
    6. Penggunaan pupuk buatan secara terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.
    7. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
    8. Penggunaan pestisida menyebabkan terjadinya peledakan hama. Suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan pembuatan pestisida karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan hama kebal.
    9. Penggunaan pestisida mengakibatkan kematian musuh alami hama yang bersangkutan.
    10. Bahan pestisida merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang tertentu.
    • Revolusi Hijau bahkan telah mengubah hakekat petani dimana sebelumnya petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Namun dalam revolusi hijau, petani tidak boleh membiakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia yang membuat banyak petani terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.
    • Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.
    • Dengan demikian telah terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia dan Revolusi Hijau di Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi

    Support web ini

    BEST ARTIKEL