Tuesday, November 30, 2010

METABOLISME LEMAK

OPO TO LEMAK
Yamg jelas orang berlemak pasti disebut Gendut ...........O jadi lemak bikin gendut
  • Lemak yang tidak diperlukan disimpan di dalam Jaringan adipose (bawah kulit). Ia dikeluarkan apabila diperlukan dan diubah menjadi gliserol dan asam lemak di dalam hati.
  • Apabila lemak telah di metabolismekan oleh hati, terdapat zat sisa berupa keton
  • Lemak atau lipid terdapat pada semua bagian tubuh manusia terutama pada bagian otak, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses metabolisme secara umum. Sebagian lipid jaringan tersebar sebagai komponen utama membrane sel dan berperan mengatur jalannya metabolisme di dalam sel.
Beberapa peranan biologi yang penting dari lipid adalah sebagi berikut:
  1. Komponen struktur membran

  1. Lapisan pelindung pada beberapa jasad
  2. Bentuk energi cadangan
  • Komponen permukaan sel yang berperan dalam proses interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam proses kekebalan jaringan
  • Sebagai komponen dalam proses pengangkutan melalui membran.
  • Biosintesis asam lemak sebagai bagian dari biosintesis lipida adalah suatu proses metabolisme yang penting
  • Hal ini benar jika diingat jaringan hewan mempunyai kemampuan terbatas untuk menyimpan energi dalam bentuk karbohidrat, dalam hal ini sebagian dari polisakarida dirombak melalui proses glikolisis menjadi asetil ko-A, yang merupakan pra zat ( zat antara) untuk biosintesis asam lemak dan triasilgliserol.
  • Senyawa lipid ini mempunyai kandungan energi yang lebih tinggi (1 gr = 9,3 kal) bila dibandingkan dengan karbohidrat ( 1 gr = 4,1 kal) dan dapat disimpan sebagai cadangan energi yang besar di dalam jaringan lemak ( Adiposa)

  • Di dalam tumbuhan, senyawa lipid disimpan sebagai cadangan energi yang cukup besar di dalam biji dan buah.
  • Biosintesis asam lemak dari asetil ko-A terjadi di hampir semua bagian tubuh hewan, terutama di dalam jaringan hati, jaringan lemak dan kelenjar susu.
  • Biosintesis ini berlangsung dalam sitoplasma, membutuhkan asam sitrat sebagai kofaktor dan membutuhkan CO2 sebagai factor pembantu dalam mekanisme pemanjangan rantai asam lemak, meskipun CO2 tidak tergabung ke dalam asam lemak tersebut.
  • Asam lemak adalah suatu senyawa yang terdiri dari rantai panjang hidrokarbon dan gugus karboksilat yang terikat pada ujungnya.
Asam lemak mempunyai dua peranan fisiologi yang penting.
  1. Pertama, sebagai satuan pembentuk fosfolipid dan glikolipid yang merupakan molekul amfipatik sebagai komponen membran biologi.
  2. Asam lemak mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber pembentuk energi dalam tumbuhan dan hewan.
  • Sebagian besar asam lemak disimpan dalam bentuk senyawa trigliserida di dalam sel.
  • Sebagian besar asam lemak bebas yang mengalami katabolisme berasal dari proses hidrolisis trigliserida oleh enzim lipase yang terdapat di dalam sel jaringan lemak.
  • Asam lemak ini dikeluarkan dari sel, berikatan dengan serum albumin yang kemudian bersama aliran darah dibawa ke jaringan lainnya di dalam tubuh untuk selanjutnya mengalami oksidasi.
  • Dalam hal ini asam lemak yang masuk ke jaringan lebih dulu dipergiat dengan perantaraan enzim di dalam sitoplasma, baru kemudian dapat dimasukkan ke dalam mitokondrion untuk selanjutnya mengalami proses oksidasi menghasilkan energi yang dipakai untuk segala kegiatan dalam tubuh yang memerlukan energi. OK
  • Oksidasi sempurna asam lemak berantai panjang di dalam semua sel jaringan hewan mamalia, kecuali di dalam sel otak, menghasilkan CO2 dan H2O sebagai hasil akhir.
  • Dalam keadaan tertentu oksidasi asam lemak dalam sel otak menghasilkan asam β-hidroksibutirat.
  • Kelincahan gerak, penyebaran, dan oksidasi asam lemak yang terjadi di dalam tubuh berlangsung secara terpadu dengan proses metabolisme karbohidrat dan diatur oleh sistem hormon endokrin yang rumit.
OKSIDASI ASAM LEMAK
  • Asam lemak yang ada di dalam tubuh banyak mengalami oksidasi dalam β-oksidasi menjadi asetil KoA.
  • Oksidasi asam lemak ini terjadi di dalam mitokondria.
  • Untuk memasuki mitokondria, asam-asam lemak pertama-tama harus diubah menjadi suatu bentuk asil-KoA oleh aksi tiokinase dan ATP dalam mikrosom atau pada permukaan mitokondria.
  • Untuk asam-asam lemak rantai panjang, biasanya harus diubah terlebih dahulu menjadi asilkarnitin supaya dapat masuk menembus membran mitokondria.
  • Sesampainya di dalam mitokondria, barulah asam lemak dapat dioksidasi.
  • Semua proses ini mulai dari masuk ke dalam mitokondria hingga mengalami oksidasi terjadi dalam 3 tahap.
Sistem β-oksidasi pada asam lemak melibatkan 3 tahap, yaitu:
  1. Aktivasi asam lemak yang terjadi di sitoplasma
  2. Transport asam lemak ke dalam mitokondria
  3. Proses β-oksidasi di dalam matriks mitokondria
Aktivasi asam lemak
  • Asam lemak diaktifkan menjadi bentuk asil KoA oleh tiokinase atau Asil KoA sintetase (tiokinase).
  • Reaksi ini terjadi dalam dua langkah dan membutuhkan ATP, KoA dan Mg2+. Asam lemak bereaksi dengan ATP membentuk asiladenilat yang kemudian bergabung dengan KoA untuk menghasilkan asil KoA.
  • Dalam proses aktivasi ini dibutuhkan 2 fosfat berenergi tinggi karena ATP akan diubah menjadi pirofosfat (PPi).
  • Enzim inorganik pirofosfatase menghidrolisis PPi menjadi fosfat (Pi) dan proses ini bersifat irreversibel.
  • Aktivasi asam lemak ini umumnya terjadi di retikulum endoplasma, peroksisom dan membran luar mitokondria.
  • Sebab pada daerah-daerah ditemukan enzim asil KoA sintetase yang berfungsi mengaktifkan asam lemak.
  • Dalam aktivasi asam lemak ada yang harus diperhatikan. Yaitu panjang rantai asam lemak yang akan diaktivaskan.
  • Apakah asam lemak tersebut berantai panjang (10-20 karbon), medium (4-12 karbon) ataupun berantai pendek (<4>

Transport asil KoA ke dalam mitokondria
  • Asil KoA (asam lemak yang sudah diaktifkan) yang berantai panjang tidak dapat menembus membran mitokondria dengan mudah.
  • Oleh karena itu, Asil KoA berantai panjang akan diubah dulu menjadi asilkarnitin oleh karnitin parmitoiltransferase-I (karnitin asiltransferase-I) yang ada di sitoplasma agar dapat masuk ke dalam mitokondria.
  • Semua proses ini terjadi dalam 4 tahap
  1. Grup Asil pada asilKoA ditransfer ke karnitin yang dibantu oleh karnitin asiltransferase-I. Pada tahap ini asilKoA akan diubah menjadi Asilkarnitin.
  2. Asilkarnitin akan dibawa masuk menembus membran mitokondria sampai ke matriks oleh protein carrier.
  3. Karnitin asiltransferase-II (yang berada di membran dalam mitokondria) akan mengkonversi asilkarnitin menjadi asilKoA kembali sedangkan karnitin akan dilepas.
  4. Karnitin akan dilepaskan ke sitoplasma untuk digunakan kembali.
Proses β-oksidasi di dalam matriks mitokondria
  • Setiap siklus β-oksidasi akan membebaskan dua unit karbon asetil KoA dan terjadi dalam 4 urutan reaksi.
  1. Oksidasi: Asil KoA mengalami dehidrogenasi oleh FAD-dependent flavoenzim, asilKoA dehidrogenase. Ikatan double dibentuk antara karbon α dan β.
  2. Hidrasi: Enoil KoA hidratase menghidrasi ikatan double tadi sehingga membentuk β-hidroksiasil KoA.
  3. Oksidasi: Dalam tahap ini akan dihasilkan β-ketoasil KoA.
  4. Pemecahan (Cleavage): Reaksi terakhir β-oksidasi akan membebaskan 2 karbon asetil KoA dari asil KoA.
  • Pada jalur β-oksidasi, asam lemak yang jumlah atom karbonnya ganjil, akan membentuk asetil KoA hingga tersisa sebuah residu tiga karbon (propionil KoA). Propionil KoA ini akan diubah menjadi suksinil KoA yang siap memasuki siklus asam sitrat.
Kesimpulan:
  • Pada oksidasi asam lemak, asam lemak akan diubah dalam proses β-oksidasi menjadi asetil KoA.
  • Proses Oksidasi lain dengan α-oksidasi
  • Meskipun β-oksidasi merupakan jalur paling dominan pada oksidasi lemak, namun sebenarnya masih ada jalur oksidasi lain yang dikenal, yaitu α-oksidasi. α-oksidasi melakukan penghapusan/penghilangan satu atom karbon pada asam lemak dan tidak melibatkan ikatan asam lemak dengan koenzim A.
  • Dalam proses ini tidak ada energi apapun yang dihasilkan.
  • Sebelum memulai oksidasi, terlebih dahulu asam lemak dihidroksilasi. Baik itu hidroksilasi pada asam lemak rantai pendek maupun hidroksilasi asam lemak rantai panjang (untuk sintesis sfingolipid).
  • Proses hidroksilasi ini kemungkinan besar terjadi di retikulum endoplasma dan mitokondria yang melibatkan “fungsi oksidasi campuran.”
  • Proses Oksidasi lain dengan ω-oksidasi
  • Jalur ini termasuk jalur yang jarang. jalur ini terjadi di retikulum endoplasma pada hampir semua jaringan tubuh.
  • Sama seperti α-oksidasi, ω-oksidasi juga melibatkan hidroksilasi sebelum oksidasi asam lemak.
  • Dalam hal ini hidroksilasi terjadi pada karbon metil di akhir gugus karboksil atau karbon disebelah metil akhir.
  • Jalur ini juga melibatkan “fungsi oksidasi campuran” (mixed function oxidase) dan membutuhkan sitokrom P450, O2, dan NADPH.
  • Bahan dari piruvat membuat proses ini seolah-olah lebih mudah.
  • Piruvat diubah menjadi asetilKoA dan oksaloasetat, yang akhirnya akan bergabung kembali membentuk sitrat.
BIOSINTESIS ASAM LEMAK
  • Karbohidrat dan asam amino yang dikonsumsi berlebihan akan dikonversi menjadi asam lemak dan disimpan sebagai triasilgliserol.
  • Dan proses ini (selanjutnya kita sebut sintesis asam lemak) paling banyak terjadi di hati, ginjal, jaringan adiposa dan kelenjar mamaria.
  • Dalam proses ini, asetil KoA bertindak sebagai substrat langsung atau bahan utamanya, sedangkan palmitat sebagai produk akhirnya.
  • Sintesis asam lemak melibatkan asetil KoA dan NADPH. Asetil KoA disini berfungsi sebagai sumber atom karbon sementara NADPH berperan sebagai bahan pendukungnya saja.

Sintesis asam lemak terjadi dalam 3 proses. Yang diantaranya:
  1. Produksi asetil KoA dan NADPH
  2. Pembentukan Malonil KoA dari asetil KoA
  3. Reaksi kompleks sintesis asam lemak

Produksi asetil KoA dan NADPH
  • Asetil KoA dan NADPH merupakan syarat paling penting dalam sintesis asam lemak.
  • Asetil KoA diproduksi di dalam mitokondria melalui oksidasi asam lemak dan piruvat, asam amino dan juga dari badan keton.
  • Seperti yang sudah di atas sebelumnya, bagaimana oksidasi asam lemak dapat menyediakan asetil KoA di dalam mitokondria.

  • Dimulai dari proses yang terjadi di sitoplasma sampai ke dalam mitokondria.
  • Asetil KoA yang dihasilkan tersebutlah yang menjadi salah satu sumber bahan untuk sintesis asam lemak ini.
  • Sedangkan sumber asetil KoA yang diperoleh dari piruvat disediakan oleh piruvat dehidrogenase.
  • Piruvat yang masuk ke dalam mitokondria akan diubah menjadi asetil KoA dan oksaloasetat.
  • Piruvat dehidrogenase akan merubah piruvat menjadi asetil KoA sedangkan piruvat karboksilase mengubah piruvat menjadi oksaloasetat.
  • Sedangkan bahan NADPH dapat diperoleh dari jalur pentosa fosfat dan bisa juga dari NADPH yang dihasilkan enzim malat.
  • Kemudian, untuk memulai proses sintesis asam lemak, asetil KoA akan bergabung terlebih dahulu dengan oksaloasetat membentuk sitrat.
  • Asetil KoA harus diubah dulu menjadi sitrat karena asetil KoA tidak mampu menembus membran mitokondria.

  • Sitrat yang baru saja dibentuk mampu dengan bebas menembus membran mitokondria sampai ke sitoplasma.
  • Di sitoplasma sitrat ini akan dipecah oleh sitrat liase menjadi asetil KoA dan oksaloasetat.
  • Pada tahap ini, oksaloasetat diteruskan hingga membentuk malat sedangkan asetil KoA dilanjutkan ke proses berikutnya, yaitu pembentukan malonil KoA dari asetil KoA.

Comparison of Energy Yields and Oxygen Consumption for Fats vs. Ketones vs. Carbohydrates:
1 NADH = 3 ATP
1 FADH2 = 2 ATP
Palmitate (3 molecules = 48 "C"s)
  • Step 1: b-oxidation to acetyl CoA (6 cycles); (1 NADH + 1 FADH2)/cycle Step 1cont'd: 7 x 3 molecules 21 FADH2+ 21 NADH ==> +105 ATP; -42 O atoms
  • Step 2: Acetyl CoA oxidation via TCA cycle; (3 NADH, 1 FADH2, 1 GTP) / Acetyl CoA Step 2 cont'd: 8(6 + 2) x 3 molecules: 24 Acetyl CoA ==> +288 ATP; -96 O atoms
  • Step 3: Acyl CoA formation (ATP --> AMP + PPi; 2 ATP / molecule) Step 3 cont'd: 2 x 3 molecules: ==> -6 ATP
b-hydroxybutyrate (12 molecules = 48 "C"s)
  • Step 1: oxidation to acetoacetate via b-hydroxybutyrate DH Step 1 cont'd: 1 x 12 molecules: 12 NADH ==> +36 ATP; -12 O atoms
  • Step 2: Acetoacetate cleaved to 2 acetyl CoA ( loss 1 GTP due to succinyl CoA diversion) Step 2 cont'd: 1 x 12 molecules: -12 GTP ==> -12 ATP
  • Step 3: Oxidation of acetyl CoA via TCA cycle Step 3 cont'd: 2 x 12 molecules: 24 Acetyl CoA ==> +288 ATP; -96 O atoms
Glucose (8 molecules = 48 "C"s)
  • Step 1: Aerobic glycolysis, 2 NADH (mal-asp shuttle) + 2 ATP/glucose Step 1 cont'd: 2 x 8 molecules: 16 NADH + 16 ATP ==> +64 ATP; -16 O atoms
  • Step2: PDH Step 2 cont'd: 2 x 8 molecules: 16 NADH ==> +48 ATP; -16 O atoms
  • Step 3: Oxidation of acetyl CoA via TCA cycle Step 3 cont'd: 2 x 8 molecules: 16 Acetyl CoA ==> +192 ATP; -64 O atoms
Pembentukan Malonil KoA
  • Asetil KoA dikarboksilasi menjadi malonil KoA oleh asetil KoA karboksilase.
  • Malonil KoA nantinya akan mendonor 2 unit karbon untuk ditambahkan ke rantai asam lemak yang sedang tumbuh pada kompleks asam lemak sintase.
  • Proses pembentukan ini membutuhkan vitamin biotin.
Reaksi ini terjadi dalam dua tahap:
  1. karboksilasi biotin yang membutuhkan ATP dan
  2. pembentukan malonil KoA dengan pemindahan gugus karboksil ke asetil KoA.

  • Saat asetilKoA karboksilase diaktifkan kadar malonil KoA akan meningkat.
  • Saat sintesis asam lemak berlangsung, malonil KoA akan menginhibisi oksidasi asam lemak agar asam lemak yang akan terbentuk nantinya tidak langsung dioksidasi.
Kompleks Asam Lemak Sintase
  • Asam lemak sintase merupakan enzim besar yang terdiri dari dimer yang identik, yang masing-masing subunitnya (monomer) memiliki tujuh aktivitas enzim asam lemak sintase pada rantai polipeptida.
  • Setiap monomernya berberat molekul 240.000 dan memiliki sebuah protein pembawa asil (ACP, acyl carrier protein).
  • Fungsi ACP dalam sintesis asam lemak adalah bertindak sebagai suatu karier perantara. Segmen ACP memiliki sebuah residu 4- fosfopanteteinil yang berasal dari pemutusan koenzim A.
  • Kedua subunit tersebut tersusun (kepala ke leher).
  • Salah satu subunit bergandengan dengan gugus fosfopanteteinil sulfhidril sedangkan subunit yang lainnya bergandengan dengan sisteinil sulfhidril.
  • Pada proses ini, gugus asetil dari asetil KoA akan dipindahkan ke gugus fosfopanteteinil sulfhidril ACP pada satu subunit, dan kemudian ke gugus siteinil sulfhidril pada subunit yang lainnya.
  • Gugus malonil dari malonil Ko A kemudian melekat ke gugus fosfopanteteinil sulfhidril ACP pada subunit pertama.
  • Gugus asetil dan malonil berkondensasi sehingga menyebabkan pelepasangugus karboksil malonil sebagai karbondioksida. Kemudian sebuah rantai α-keto asil (C4) akan melekat pada gugus fosfopanteteinil sulfhidril.
NOTE
  • Malonil KoA mampu menghambat kerja oksidasi lemak dengan menginhibisi Karntinasiltransferase-I yang berperan membawa asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria dari sitoplasma. Secara otomatis, asam lemak gagal dibawa masuk ke dalam mitokondria sehingga oksidasi asam lemak tidak terjadi.Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah asam lemak yang baru terbentuk langsung mengalami oksidasi.
  • Pemindahan gugus asetil dari asetil KoA ke ACP dikatalisis oleh enzim asetil KoA-ACP transasilase. Sedangkan pemindahan gugus malonil dari malonil KoA ke ACP dibantu oleh enzim malonil KoA-ACP transasilase
  • Gugus malonil (dari malonil KoA) dan gugus asetil (dari asetil KoA) melekat pada gugus fosfopanteteinil sulfhidril ACPRantai asil lemak 4-karbon tersebut kemudian dipindahkan\ ke gugus sisteinil sulfhidril dan kemudian bergaung dengan sebuah gugus malonil.
  • Urutan reaksi ini terus menerus dilakukan sehingga panjang rantai mencapai 16 karbon (palmitat).
  • Dalam tahap ini, palmitat dibebaskan. Selanjutnya palmitat dapat mengalami desaturasi atau pemanjangan rantai.
  • Asetoasetil KoA merupakan kondensasi antara dua molekul asetil KoA
  • sedangkan HMG KoA merupakan gabungan antara asetoasetil KoA dan satu molekul asetil KoA.
KETOGENESIS
  • Asetoasetat, β-hidroksibutirat (D-3-hidroksibutirat), dan aseton merupakan senyawa-senyawa keton yang sangat penting bagi tubuh.
  • Apabila laju oksidasi asam lemak tinggi, hati akan memproduksi banyak asetoasetat dan β-hidroksibutirat.
  • Proses ketogenesis ini terjadi di dalam matriks mitokondria dengan asetil KoA sebagai bahan utamanya.
  • Asetil KoA yang dibentuk dari oksidasi asam lemak, piruvat, atau beberapa asam amino merupakanBprekursor badan keton.
  • Proses ketogenesis terjadi melalui tahap-tahap berikut:
  1. Dua mol asetil KoA hasil β-oksidasi bergabung dan membentuk asetoasetil KoA yang dikatalisis oleh enzim tiolase.
  2. Asetoasetil KoA yang baru saja terbentuk akan bergabung dengan molekul asetil KoA yang lain untuk membentuk β-hidroksi β-metil glutaril BKoA (HMG-KoA).
  3. HMG-KoA dipecah menjadi asetoasetat dan melepas asetil KoA oleh HMG-KoA liase.
  4. Asetoasetat secara spontan dapat mengalami dekarboksilasi sehingga membentuk aseton yang termasuk salah satu senyawa keton.
  5. Kemudian asetoasetat juga dapat tereduksi menjadi β-hidroksibutirat.
Asetoasetil KoA merupakan kondensasi antara dua molekul asetil KoA sedangkan HMG KoA merupakan gabungan antara asetoasetil KoA dan satu molekul asetil KoA


SINTESIS TRIASILGLISEROL
  • Sintesis triasilgliserol paling sering terjadi di hati dan di sel lemak.
  • Triasilgliserol merupakan ester dari gliserol dan asam lemak.
  • Di hati gliserol 3 fosfat dapat diperoleh dari fosforilasi gliserol dan dari glikolisis.
  • Gliserol yang ada di hati difosforilasi oleh enzim gliserol kinase.
  • Sayangnya jaringan adiposa tidak memiliki enzim gliserol kinase ini sehingga pasokan gliserol 3 fosfat di jaringan adiposa hanya diperoleh dari jalur glikolisis. OK
Gambar bagaimana proses pembentukan triasilgliserol.


Pada gambar diatas, jalur glikolisis dimulai dari bahan glukosa hingga menjadi bentuk DHAP (Dalam gambar tersebut jalur glikolisis hanya ditampilkan secara singkat, tidak dipaparkan secara jelas).
Dihidroksiaseton fosfat (DHAP) selanjutnya direduksi oleh gliserol 3 fosfat

Dehidrogenase menjadi gliserol 3 fosfat.
  • Proses selanjutnya dapat diterangkan dengan tahap-tahap berikut:
  1. Gliserol 3-fosfat yang sudah tersedia (baik dari fosforilasi gliserol maupun dari jalur glikolisis) akan ditambahkan dengan grup asil.
  2. Proses ini dikatalisis oleh gliserol 3-fosfat asiltransferase sehingga akan membentuk asam lysofosfatidat.
  3. Grup asil lainnya akan ditambahkan pada asam lysofosfatdat untuk membentuk asam fosfatidat. Proses ini juga dikatalisis oleh enzim asiltransferase. Asam fosfatidat mengalami defosforilasi danmenghasilkan diasilgliserol.
  4. Diasilgliserol bergabung dengan grup asil yang lain yang dikatalisis oleh asiltransferase hingga membentuk triasilgliserol.
  • Tiga asam lemak yang ditemukan di triasilgliserol bukanlah asam lemak yang sama.
  • Pada karbon 1 ditemukan asam lemak jenuh (misal asam palmitat)
  • sedangkan pada karbon 2 dan 3 dapat ditemukan asam lemak tidak jenuh (misal asam oleat).
BIOSINTESIS KOLESTEROL

Proses biosintesis kolesterol dapat dijelaskan dalam beberapa tahap berikut.

  1. Sintesis HMG KoA (β-hidroksi β-metilglutaril KoA) Proses ini mirip dengan proses pembentukan HMG KoA dalam mekanisme ketogenesis. Hanya berbeda lokasi saja. Ketogenesis terjadi di mitokondria
  2. sedangkan sintesis kolesterol terjadi di sitoplasma.
Jadi kesimpulannya ada dua lokasi sintesis HMG KoA di dalam sel.
  1. terjadi di dalam mitokondria (ketogenesis) dan
  2. terjadi di sitoplasma (sintesis kolesterol).
  • Dua molekul asetil KoA awalnya berkondensasi membentuk asetoasetil KoA.
  • Dan molekul asetil KoA lainnya ditambahkan sehingga menghasilkan HMG KoA.
2. Pembentukan mevalonat
  • Enzim HMG KoA akan mereduksi HMG KoA menjadi mevalonat.
  • Enzim ini berada di retikulum endoplasma.
  • Pada proses reduksi ini dibutuhkan ekivalen pereduksi yang disuplai oleh NADPH. HMG KoA juga sangat dipengaruhi oleh hormon misalnya seperti hormon insulin dan glukagon.
  • Jika kadar glukagon meningkat, HMG KoA reduktase mengalami fosforilasi dan menjadi tidak aktif sedangkan jika kadar insulin yang meningkat, enzim tersebut akan mengalami defosforilasi dan menjadi aktif.
  • Begitu juga dengan hormon tiroid dan glukokortikoid. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas reduktase ini sedangkan glukokortikoid menurunkannya.
3. Produksi unit isoprenoid
  • Selanjutnya mevalonat mengalami fosforilasi oleh ATP. Kemudian mevalonat kinase mengkonversi mevalonat menjadi 3-fosfo 5-pirofosfomevalonat. Yang terjadi berikutnya adalah dekarboksilasi oleh enzim fosfomevalonat sehingga terbentuk isopentenil pirofosfat.
KESIMPULAN
  • Kesimpulannya, reaksi pertama dari tahap ini adalah mevalonat diubah menjadi 3-fosfo 5- pirofosfomevalonat yang kemudian didekarboksilasi menjadi isopentenil pirofosfat.
  • Isopentenil pirofosfat inilah salah satu unit isoprenoid yang dimaksud. Sedangkan unit isoprenoid lainnya adalah 3,3-dimetilali pirofosfat. 3,3-dimetilali pirofosfat diperoleh dari reaksi isomerase yang dikatalisis oleh enzim isomerase isopentenil pirofosfat. Dalam beberapa referensi, unit isoprenoid disebut unit 5-karbon isoprenoid.
4. Sintesis skualen
  • Isopentenil pirofosfat (Isopentenyl pyrophosphate, IPP) dan 3,3-dimetilalil pirofosfat (dimethylallyl pyrophosphate, DPP) berkondensasi membentuk geranil pirofosfat (10C).
  • Dalam tahap ini terjadi penambahan satu unit isoprenoid lagi untuk menghasilkan farnesil pirofosfat.
  • Unit isoprenoid ditambahkan disini adalah satu molekul IPP. Molekul IPP tersebut akan berkondensasi dengan GPP untuk membentuk farnesil pirofosfat (15C).
  • Dua unit farnesil pirofosfat bergabung dan direduksi sehingga menghasilkan skualen (30C).
5. Pengubahan skualen menjadi kolesterol (Langkah terakhir sintesis kolesterol)
  • Pada reaksi selanjutnya enzim skualen monooksigenase mengubah skualen menjadi skualen 2,3 epoksida.
  • Reaksi ini membutuhkan NADPH dan oksigen molekular (O2). Kemudian skualen 2,3 epoksida mengalami siklisasi untuk menghasilkan lanosterol.
Pembentukan kolesterol dari lanosterol mengalami reaksi-reaksi penting berikut
  1. Reduksi atom karbon dari 30C menjadi 27C.
  2. Penghilangan dua gugus metil dari C4 dan satu gugus metil dari C14.
  3. Pemindahan ikatan rangkap dari C8 ke C5.
  4. Reduksi ikatan rangkap antara C24 dan C25.
  5. etelah keempat reaksi penting di atas selesai, kolesterol akhirnya terbentuk.
JARINGAN LEMAK ( ADIPOSA)


 
Pengertian Adiposit, sel lemak (bahasa Inggris: adipocyte, lipocyte, lipoblast, fat cell) adalah sel yang berfungsi sebagai lumbung lemak. Adiposit merupakan sel yang menyusun jaringan adiposa dan jaringan penghantar areolar.

Kandungan lemak yang terbanyak pada adiposit adalah trigliserida dan kolesteril ester. Sekresi yang dihasilkan antara lain resistin, adiponektin, leptin, estradiol, angiotensin dan sitokina, interleukin.
Meskipun adiposit dapat dihasilkan dari fibroblast maupun sel punca mesenchymal, asal-muasal adiposit yang menyusun jaringan adiposa masih belum dapat diketahui dengan pasti.

Adiposit menghasilkan dan mensekresi beberapa protein yang berperan sebagai hormon. Hormon yang dikenal
sebagai adiponektin, berperan penting dalam proses radang, dan aterosklerotik. Adiponektin merupakan salah satu dari banyak faktor spesifik jaringan adiposa. Adiponektin berperan memperbaiki sensitivitas insulin dan menghambat peradangan vaskuler. Kadar adiponektin di dalam plasma secara bermakna menurun pada subyek yang mengalami obesitas, resistensi

Lemak adalah topik diskusi sehari-hari di negeri ini. Kita memahami ini karena dapat membawa risiko kesehatan yang luar biasa dan bisa menghancurkan tubuh kita, tapi yang mengejutkan, adalah hal ini penting untuk fungsi sehari-hari. Dalam pelajaran ini, kita akan menjelajahi jawaban di balik jaringan adiposa tubuh - jaringan ikat yang mengandung lemak - dan melihat bagaimana melindungi, menghangatkan, dan bahan bakar kehidupan kita sehari-hari.

Jaringan adiposa (lemak tubuh) sangat penting untuk kesehatan. Seiring dengan sel-sel lemak, jaringan adiposa mengandung sel-sel saraf banyak dan pembuluh darah, menyimpan dan melepaskan energi untuk bahan bakar tubuh dan melepaskan hormon-hormon penting penting untuk kebutuhan tubuh.

Nama alternatif untuk jaringan adiposa
Lemak, lemak tubuh.
Dimana jaringan adiposa saya?
Jaringan adiposa umumnya dikenal sebagai lemak tubuh. Hal ini ditemukan di seluruh tubuh. Hal ini dapat ditemukan di bawah kulit (lemak subkutan), dikemas di sekitar organ internal (lemak visceral), antara otot, dalam sumsum tulang dan jaringan payudara. Pria cenderung menyimpan lemak visceral lebih (sekitar organ internal mereka), yang mengarah ke obesitas sekitar pertengahan perut mereka. Namun, perempuan cenderung menyimpan lebih banyak lemak subkutan dalam bokong dan paha. Perbedaan ini karena hormon seks yang diproduksi oleh pria dan wanita.
Apa yang jaringan adiposa lakukan?
Jaringan adiposa sekarang dikenal sebagai organ endokrin yang sangat penting dan aktif. Hal ini juga ditetapkan bahwa adiposit, (atau sel-sel lemak), memainkan peran penting dalam penyimpanan dan pelepasan energi di seluruh tubuh manusia. Baru-baru ini, fungsi endokrin adiposa telah ditemukan. Selain adiposit, jaringan adiposa mengandung banyak sel-sel lain yang mampu memproduksi hormon tertentu dalam merespon sinyal dari sisa organ di seluruh tubuh. Melalui tindakan ini hormon ', jaringan adiposa memainkan peran penting dalam regulasi glukosa, kolesterol dan metabolisme hormon seks.
Peran Fungsi Pentingnya adiposa
Bayangkan ada dua orang yang saling pukul diatas kolam dalam permainan memeriahkan hari kemerdekaan, yang satu kurus badannya sedangkan yang lainnya berbadan gemuk.
Mana yang akan lebih baik selama pertempuran? Siapakan yang akan mengalami memar lebih lama? Ini mungkin tampak sulit untuk percaya, tetapi seseorang dengan lebih banyak lemak dalam tubuhnya tidak akan terlalu sakit dan memar pada hari berikutnya. Fungsi jaringan adiposa sebagai bantalan terhadap cedera fisik bagi jaringan tubuh. Banyak organ utama yang dibungkus dalam lapisan lemak viseral, jauh di dalam, untuk melindungi organ selama trauma fisik.

Manakah dari mereka yang bertarung akan memiliki kontrol yang lebih baik atas suhu tubuhnya selama permainan? Sekali lagi, orang yang memiliki persentase lemak tinggi akan mampu mempertahankan suhu inti tubuh tanpa harus memakai lapisan besar pakaian hangat. Fungsi jaringan adiposa sebagai isolator panas alami.
Lemak merupakan salah satu sumber utama energi tubuh. Makanan yang dimakan dan tidak dibakar untuk bahan bakar langsung disimpan sebagai lemak dalam sel lemak. Hal ini dapat dikonversi menjadi bahan bakar ketika tubuh kehabisan sumber energi langsung dari bahan karbohidrat. Mengubah lemak menjadi bahan bakar yang dapat digunakan datang dengan biaya tinggi, dan tubuh harus mengeluarkan dua kali lipat energi untuk mengubahnya menjadi bahan bakar dibandingkan dengan karbohidrat atau protein. Oleh karena itu, otak umumnya akan mengerahkan segala daya pilihan lainnya karbohidrat dan sumber protein pertama. Lemak yang dibakar untuk bahan bakar memiliki waktu konversi panjang, yang berarti aktivitas harus dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang. Dan bahan bakar membutuhkan pasokan oksigen yang sangat tinggi untuk mengubahnya. Oleh karena itu sedikit lemak yang terbakar selama latihan keras selama periode waktu yang singkat (seperti pertandingan sepak bola). Jika anda ingin membakar lemak, anda akan lebih baik pergi untuk berjalan-jalan yang lama daripada, pertandingan sepak bola halaman belakang dengan waktu yang pendek.
Hormon apa yang diproduksi jaringan adiposa?
Sejumlah hormon yang berbeda dilepaskan dari jaringan adiposa dan ini bertanggung jawab untuk fungsi yang berbeda dalam tubuh. Contoh ini adalah:

    Aromatase yang terlibat dalam metabolisme hormon seks.
    TNF Alpha, IL-6 dan leptin yang secara kolektif disebut 'sitokin' dan terlibat dalam mengirimkan pesan antara sel-sel.
    Plasminogen activator inhibitor-1 yang terlibat dalam pembekuan darah.
    Angiotensin yang terlibat dalam mengontrol tekanan darah.
    Adiponektin yang meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin sehingga membantu melindungi terhadap diabetes tipe 2.
    Lipoprotein lipase dan apolipoprotein E yang terlibat dalam penyimpanan dan metabolisme lemak untuk melepaskan energi.

Apa yang mungkin salah dengan jaringan adiposa?
Kedua jaringan adiposa terlalu banyak dan terlalu sedikit dapat memiliki implikasi kesehatan yang parah. Lebih umum, jaringan adiposa terlalu banyak menyebabkan obesitas, terutama dari terlalu banyak lemak visceral. Obesitas menyebabkan sejumlah masalah kesehatan yang serius. Obesitas meningkatkan risiko diabetes tipe 2 karena menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap insulin. Hasil resistensi ini pada tingkat tinggi gula darah yang buruk bagi kesehatan. Obesitas juga meningkatkan kemungkinan terjadinya tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi dan peningkatan kecenderungan darah untuk membeku. Semua ini meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Kurangnya jaringan adiposa (lipodistrofi) juga dapat menyebabkan masalah yang sama dan terlihat dengan meningkatnya frekuensi sebagai akibat dari obat yang digunakan untuk mengobati HIV / AIDS.

Pada gangguan makan (seperti anorexia nervosa), pasien tidak makan makanan yang cukup untuk mempertahankan tingkat adiposa jaringan mereka. Ini berarti bahwa mereka dapat kehilangan sejumlah berbahaya berat badan.

UNTUK REFRENSI METABOLISME LEMAK LAINNYA KLIK INI 

CLONING BUKAN KLONAN


Berdasarkan etimologi, istilah kloning atau klonasi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Klonus yang berarti ranting, stek atau cangkok.
  • Pada hakekatnya kloning merupakan suatu pembiakan vegetatif atau reproduksi aseksual bertujuan untuk menghasilkan individu baru yang seragam.
  • Individu baru hasil kloning tersebut disebut klon.
  • Kloning pada tumbuhan telah berlangsung sejak lama dan banyak dilakukan khususnya dibidang pertanian dengan tujuan untuk memperbanyak tanaman melalui stek atau cangkok sehingga dihasilkan sejumlah tanaman yang sama sifatnya
  • Jadi berbeda dengan Klonan (baca kelonan) karena hasil keturunan dari proses itu pasti berbeda dengan kedua induknya hehehe
  • Sekarang perkembangan vegetatif cloning ini berkembang peast dengan teknologi tissue culture atau teknologi Kultur Jaringan Tumbuhan (In Vitro)
  • Sehingga kloning pada tumbuhan selangkah lebih maju jika dibandingkan dengan kloning pada hewan.
 
  • Kloning bisa dilakukan karena adanya sifat Totipotensi sel tumbuhan, baik sel somatik maupun sel embrional pada umumnya lebih mudah untuk melakukan diferensiasi membentuk organ dan individu baru (klon) daripada sel hewan
  • Sifat Totipotensi pada hewan / manusia dipunyai pada Ovum yang telah dibuahi membentuk zygot yang mana Zygot ini mempunyai kemampuan untuk membentuk individu
  • Disamping itu dampak sosial, etika maupun moral pada kloning tumbuhan selama ini dipandang lebih ringan dibandingkan pada hewan.

Sebenarnya kloning juga seringkali terjadi di alam dan umumnya dilakukan oleh organisme dalam rangka melestarikan jenisnya.
  • Kloning alami tersebut banyak dilakukan oleh organisme uniseluler dengan cara membelah diri (reproduksi aseksual) seperti pada Bakteri, Amoeba, Paramaecium, dan Protozoa lainnya pada kondisi lingkungan yang sesuai,
  • Sedangkan pada organisme multiseluler (hewan tingkat rendah) dapat kita lihat pada cacing Planaria sp.
  • serta pada hewan-hewan partenogenetik lainnya seperti pada lebah dan beberapa jenis serangga.
Kloning alami pada tumbuhan dapat dengan jelas kita amati pada tanaman Cocor Bebek.
  • Meskipun reproduksi aseksual (kloning) dapat berlangsung dengan cepat, tetapi tidak selamanya menguntungkan bagi kelestarian jenisnya.
  • Hal ini karena individu yang sama sifatnya umumnya mempunyai kemampuan untuk menangulangi perubahan lingkungan yang sama pula,
  • Sehingga apabila terjadi perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan (drastis), maka besar kemungkinan organisme tersebut akan mati serta musnah jenisnya dari alam.
  • Secara singkat dapat dikatakan bahwa kloning telah terjadi sejak lama di alam dan merupakan sistem alami yang telah tertata dengan rapi sehingga terjadi keseimbangan ekosistem.
  • Pada akhirnya pengetahuan tentang kloning tesrsebut dimanfaatkan manusia untuk memperoleh jenis-jenis tanaman dan hewan unggul, serta diupayakan juga untuk melestarikan tumbuhan maupun hewan langka dari kepunahan.
  • Sekitar tahun 2000 an kemudian istilah kloning pada tumbuhan digunakan istilah Kultur Jaringan dan Istilah Kloning pada Hewan tingkat tinggi di istilahkan Kloning OK

Perkembangan Teknologi Kloning


  • Hanya terpaut beberapa bulan setelah keberhasilan koning domba Dolly disusul domba Polly yang telah disisipi materi genetik manusia,
  • Dunia ilmu pengetahuan kembali digemparkan oleh keberhasilan kloning sapi jantan yang diberi nama Gene hasil rekayasa perusahaan ABS Global Inc. yang bergerak di bidang Teknologi Reproduksi Hewan Ternak yang bermarkas di DeForest, Wisconsin, Amerika Serikat.
  • Meskipun sapi Gene tidak dihasilkan dari sel sapi dewasa tetapi teknologi kloning tersebut memungkinkan dihasilkan sapi dari sel sapi dewasa seperti halnya pada kloning domba Dolly.
  • Kloning pada hewan dimulai ketika para pakar Biologi Reproduksi Amerika pada tahun 1952 berhasil membuat klon katak melalui teknik TGM (Transplanting Genetic Material) dari suatu sel embrional katak ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya
  • Mintz (1967) berhasil melakukan transplantasi sel somatik embrional pada stadium blastula dan morula ke dalam rahim seekor tikus sehingga dihasilkan klon tikus
  • Gurdon (1973) melakukan transplantasi nukleus sel usus katak (somatik) yang telah mengalami diferensiasi ke dalam sel telur katak yang telah diambil intinya.
  • Sel telur yang berinti sel intestinum tersebut kemudian berkembang menjadi klon katak.
  • Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh sejumlah keberhasilan klon beberapa jenis hewan antara lain babi, kelinci, domba, kera dan sapi yang berasal dari klon sel embrio yang umumnya lebih mudah berhasil dibandingkan mengklon dari sel hewan dewasa (somatik).
  • Bagi kita mungkin bukan keberhasilan kloning DOLLY, Polly maupun Gene yang menjadi fokus utama melainkai sebuah pertanyaan besar yang memanti dihadapan kita yaitu Apakah Perlu Kloning Pada Manusia ?
  • Secara teknologis pembuatan klon manusia bukan merupakan masalah yang utama lagi dan diramalkan akan tercipta dalam kurun waktu 25 tahun mendatang,
  • Meskipun dengan biaya yang cukup mahal karena kemungkinan tingkat keberhasilan teknologi tersebut masih rendah.
  • Sebagaimana hal ini terjadi pada percobaan yang dilakukan oleh ilmuwan Ian Wilmut yaitu dari 277 percobaan yang dilakukan pada percobaan kloning tersebut, hanya 29 yang berhasil menjadi embrio domba yang dapat ditransplantasikan ke dalam rahim domba, dan hanya satu saja yang berhasil dilahirkan menjadi domba yang normal.
  • Keberhasilan tim dokter di Rumah Sakit Van Helmont, Belgia yang dipimpin oleh Dr. Martine Nijs dalam mengklon bayi kembar 4 tahun yang lalu adalah salah satu bukti bahwa kloning pada manusia dapat dilakukan.
  • Keberhasilan ini berawal dari ketidaksengajaan Dr. Nijs menggosok permukaan sel telur beku yang telah dibuahi dengan sebatang kaca sehingga sel telur tersebut terbelah menjadi dua dalam rahim si ibu dan kemudian berkembang menjadi janin, disusul dengan lahirnya dua anak kembar.
  • Teknik penggosokan tersebut merupakan salah satu teknik yang sering dilakukan pada kloning hewan percobaan sejak tahun 1980-an.

  • Keberhasilan demi keberhasilan semakin mendekati kenyataan terciptanya klon manusia, tetapi dampak yang menghawatirkan justeru akan menimpa moralitas kemanusiaan.
  • Tidak heran kalau gagasan untuk membuat klon manusia ini mendapat tanggapan keras dari kaum moralis serta menjadi bahan perdebatan diantara para pakar yuridis, politikus, agamawan dan dikalangan para pakar bioteknologi sendiri.
  • Sebagian orang berpendapat bahwa kloning penting untuk mengatasi permasalahan kemanusiaan dan penelitian-penelitian tentang kloning jangan sampai dihentikan.
  • Mereka memandang bahwa teknologi kloning dapat digunakan untuk memproduksi organ-organ tubuh pengganti seperti ginjal, darah, hati , jantung serta organ lainnya yang biasa diperoleh dari donor, sehingga akan membantu setiap penderita yang sangat memerlukannya untuk ditransplantasikan pada tubuhnya.
  • Tetapi sayangnya teknologi ini juga dapat digunakan untuk menggandakan orang-orang jahat.

  • Satu hal yang paling esensi untuk setiap karya cipta, apalagi menyangkut manusia adalah apapun bentuk teknologinya, maka manfaat yang diperoleh harus lebih besar dari dampak yang ditimbulkannya.
  • Hal ini penting karena dampak yang ditimbulkan dari kloning manusia menyangkut banyak aspek dengan tingkat permasalahan yang sangat kompleks.
  • Sebagai contoh kekerabatan menjadi semakin rumit dan bias, ikatan anak dengan ibu atau anak dengan bapak menjadi lemah.
  • Kemungkinan akan timbul permasalahan seputar kepemilikan organ tubuh maupun anak dari hasil klon.
  • Apakah yang mempunyai hak kepemilikan anak hasil klon itu adalah orang tua penyumbang inti sel (nukleus) ataukah orang tua penyumbang sel embrio yang telah dihilangkan nukleusnya ataukah orang yang mengandung serta melahirkanya ?
  • Demikian juga status kepemilikan klon organ tubuh manusia menjadi semakin ruwet.
  • Apakah pemilik klon organ tubuh tersebut adalah orang yang menyumbangkan sel organnya untuk diklon (donor sel), ataukah organ tesebut milik ilmuwan yang mengklon, atau milik klinik, laboratorium, rumah sakit tempat dia mengklonkan organ tubuhnya atau milik lembaga yang membiayai usaha klon tersebut ?
  • Belum lagi dengan aspek yuridis yang berkaitan dengan perkawinan dan pewarisan manusia klon, serta masalah-masalah lain yang mungkin akan muncul seiring dengan dilaksanakanya teknologi kloning pada manusia.

  • Meskipun Bioetika mengenai bioteknologi, teknologi reproduksi dan kloning telah dibuat serta selalu diperbaharui oleh banyak fihak seperti badan dunia (UNESCO),
  • Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan lembaga-lembaga ilmiah lainnya, dan kloning manusia diperkirakan baru akan terlaksana dalam kurun waktu 25 tahun mendatang, tetapi alangkah baiknya mulai sekarang kita perlu mempersiapkan aturan-aturan (undang-undang) berikut sangsi-sangsi hukumnya untuk mengantisipasi dilakukannya kloning pada manusia.
  • Karena jika kita cermati secara seksama, maka permasalahan kloning pada manusia akan lebih banyak kesulitan yang muncul sebagai akibat dari dampak sosial, kultural, yuridis, etika dan moral daripada manfaat yang akan kita peroleh, sehingga perlu upaya untuk melarang kloning pada manusia.
  • Menurut hemat penulis teknologi kloning sebagai bentuk perkembangan ilmu seyogyanya tetap dilanjutkan dan)ifetat diarahkan pada penelitian-penelitian kedokteran untuk mengungkap dan mencari jawaban terhadap berbagai penyakit seperti kanker, penyakit keturunan, dan lain-lainnya.
  • Teknologi kloning juga penting dalam rangka penemuan bibit-bibit unggul tumbuhan maupun hewan serta sebagai upaya untuk melestarikan tumbuhan maupun hewan langka dari ancaman kepunahan.
Dari uraian diatas secara Teknis akan kami berikan langkah langkah berupa manual baik Prosedur sexual (kawin) dan asexual ( tak kawin )

Prosedur Kloning sexual hewan
  1. Penyiapan ovum dan sperma dari individu yang akan diklon
  2. Fertilisasi secara invitro di cawan petri hingga membentuk Zygot yang akan dibuat Klon
  3. Penumbuhan (Inkubasi)Zygot menjadi 4 sel
  4. Pemotongan/splitting sel sel embryo dengan teknik mikro manipulasi
  5. penumbuhan 4 potongan sel embryo yang mempunyai gen identik dalam inkubator sehingga menjadi 4 embryo normal sampai fase blastosis , lama fase inkubasi kurang lebih 12 sampai 14 hari
  6. Penanaman embryo / transfer embryo pada rahim induk betinanya/ ibu
  7. Proses kehamilan selama beberapa minggu setelah gestasi
Methode Aseksual

  1. Penyiapan sel telur yang diambil dari induk betinanya
  2. Pengeluaran pro nukleus dari telur yang akan di klon dengan mengabsorbsi intinya sehingga menjadi tanpa inti tetapi organela sel lainnya masih lengkap
  3. Penyiapan sel somatis ( 2n) sebagai donor
  4. Pengeluaran inti sel somatis sebagai donor
  5. Pemasukkan inti sel somatis ke siroplasma sel telur yang intinya tadi sudah diambil sehingga kromosomnya tidak ( 3n)
  6. Pemberian kejutan listrik / nuklir
  7. Penumbuhan / inkubasi Zyot menjadi 4 - 8 sel embryo
  8. Penanaman di rahim induknya
  9. hasilnya akan sama dengan sel tubuh induk yang didonorkan ke sel telur tersebut OK
KLONING ADEM AYEM TANAMAN
  • Kloning tanaman yang mendunia adalah Kultur Jaringan / Tissue Culture
  • Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi akseptis, sehingga bahan-bahan tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
  • Pada mulanya, orientasi tekhnik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel.
  • Kemudian teknik kultur jaringan menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi tanaman.
  • Dewasa ini, setelah banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan, tekhnik kultur jaringan telah dipergunakan dalam industri tanaman.
  • Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan, sangat tergantung pada media yang digunakan.
  • Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis.
  • Keberhasilan pertama dalam kultur in vitro dicapai dalam praktek kultur organ.
  • Menurut Shabde- Moses & Murashige (1979), Hanining, pada tahun 1904 telah berhasil mendapatkan kecambah tanaman jenis crucifer dari embrio-embrio yang diisolasi dari biji yang belum matang (immature).
  • Pertumbuhan organ yang tidak terbatas di dalam kultur in vitro, pertama diperhatikan oleh White dalam kultur akar tomat sekitar tahun 1934.
  • Kultur organ merupakan topik yang penting dalam penelitian antara tahun 1904-1960. setelah itu penelitian dalam bidang ini berkurang, kecuali kultur pucuk atau meristem.
  • Kultur pucuk atau meristem mempunyai aspek praktis sebagai cara memperbanyak klon yang cepat dan bebas penyakit.
  • Dewasa ini kultur meristem sudah merupakan hal yang terbiasa yang mungkin suatu saat semua orang bisa melakukan
Tahapan Kultur Jaringan

Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
  • Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak.
  • Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya, serta harus sehat dan bebas dari hama penyakit.
  • Setelah ditentukan tanaman induk yang merupakan sumber eksplan, kegiatan berikutnya adalah mempersiapkan dan mengondisikan tanaman induk sedemikian rupa agar eksplan yang digunakan tumbuh baik pada waktu dikulturkan secara in vitro.
  • Pentingnya lingkungan tanaman induk yang lebih higienis untuk mendapatkan eksplan yang lebih berkualitas dan lebih bersih terbukti pada pembiakan in vitro berbagai tanaman tropis, seperti jati, pisang, anggrek, vanili, dan pepaya.
  • Tanaman sumber eksplan sebaiknya dikondisikan di rumah kaca atau rumah plastik.
  • Pemeliharaan yang diperlukan meliputi pemangkasan, pemupukan, dan penyemperotan dengan pestisida (Fungisida, bakteriosida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih bersih dan sehat dari kontaminan.
  • Di samping mengusahakan lingkungan tanaman yang lebih bersih dan higienis, perubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu diperlukan, seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh.
  • Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas san temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokininuntuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur.
Inisiasi Kultur
  • Tujuan utama tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik.
  • Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
  • Untuk mendapatkan kultur yang bersih dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi.
  • Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminasi mikroorganisme yang menempel dipermukaan eksplan.
  • Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCL2. sterilisasi dan penanganan eksplan secara lebih rinci dijelaskan dalam bab berikutnya.
  • Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencoklatan atau penghitaman bagian eksplan.
  • Pada waktu jaringan terkena sters mekanik, seperti perlukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol ini sering bersifat toksik, menghambat pertumbuhan, atau bahkan mematikan jaringan eksplan.
  • Untuk mengatasi pencoklatan di bagian eksplan, pengondisian tanaman induk di lingkungan yang bersih (sehat) pada tahap ini sangat membantu, karena tidak diperlukan sterilisasi yang terlalu kuat.
  • Untuk mengatasi atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman jaringan,
George dan Sherrington (1984) menyarankan beberapa tindakan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut:
  1. Mengurangi dan menyerap senyawa fenol yang dihasilkan dengan perlakuan arang aktif atau PVP(polyvinylpyrrolidone)
  2. Memodifikasi potensial redoks dengan merendam atau menambahkan antioksidan atau agen pereduksi ke dalam media. zat yang bisa digunakan di antaranya campuran antara asam sitrat dan asam askorbat.
  3. Menghambat aktivitas enzim fenolase dengan agen pengelat sepeeti EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), DIECA( sodium diethyl dithiocarbamate), 8-HQ (8- hydroxyquinoline) dan phenylthiourea.
  4. Mengurangi aktivitas fenolase dan ketersediaan substratnya dengan cara perlakuan pH rendah dan inkubasi pada ruang gelap
  5. Menggunakan media tanpa Cu2+ dan Fe3+ pada tahap awal pengulturan eksplan, karena kedua ion ini berperan awal dalam oksidasi fenol. Jika pencoklatan sudah teratasi, eksplan dapat dipindahkan ke media normal yang dilengkapi dengan kedua ion tadi.

Multifikasi atau Perbanyakan Propagul
  • Pada prinsipnya, tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
  • Pada tahap ini perbanyakan tunas dirangsang,umumnya dengan mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pe,bentukan tunas advektif.
  • Kondisi ini memerlukan sitokinin seperti BA, 2-iP, kinetin, atau zhidiozuron.
  • Cara pemakaiannya, eksplan yang hidup dan tidak terkontaminasi (aseptik) dari tahap inisiasi kultur dipindahkan auat disupkulturkan ke media yang mengandung sitokinin.
  • Propagul yang dihasilkan dalam jumlah berlipat disubkulturkan terus secara berulang-ulang sampai dicapai jumlah propagul yang diharapkan.
  • Setelah itu, tunas mikro yang dihasilkan dapat diakarkan dan diaklimatisasi.
  • Subkultur dapat dilakukan beberapa kali sampai jumlah tunas yang dihasilkan sesuai dengan yang kita diharapkan, tanpa mengorbankan kualitas tunas.
  • Subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu tunas, seperi terjadinya vitrifikasi (suatu gejala ketidaknormalan fisiiologis) dan aberasi (penyimpangan) genetik.
  • Keadaan ini terjadi karena semakin banyak subkultur dilakukan berati semakin sering dikondisikan dalam media yang ngandung sitokinin, sehingga daya regenerasinya meningkat.
  • Akibatnya, kultur yang semula hanya menghasilkan tunas advektif dalam jumlah banyak.
  • Dengan demikian, metode perbanyakan in vitro yang digunakan kadang-kadang sulit menetapkan percabangan tunasa lateral atau bersamaan dengan pembentukan tunas advektif.
Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
  • Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multifikasi dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas.
  • Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau kelompok.
  • Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara inidividu.
  • Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan,
  • Pemanjangan tunas dan perakaran dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan, baru diakarkan.
  • Pada spesies-spesies yang mudah berakar, seperti pisang, strauberi, vanili, dan spathyphyllum, pemanjangan tunas dalam media tanpa sitokinin juga dapat sekaligus merangsang pembentukan akar, sehingga tidak diperlukan pengakaran tunas secara tersendiri.
  • Pengakaran tunas dapat dilakukan secara in vitro atau ex vitro (extra vitrum atau in vivo).
  • Untuk skala komersial, pengakaran ex vitro mempunyai banyak kelebihan karena dapat menghemat tenaga dan biaya, serta morfologi akar yang terbentuk juga lebih baik.
  • Pengakaran tunas in vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA.
  • Alternatif lain, induksi pengakaran dapat dilakukan secara in vitro, lalu perkembangan akarnya dilakukan secara ex vitro.
  • Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
  • Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening invitro telah dilaporkan dapat meningkatkan tunas pada tahap ini, sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasi dengan persentasi yang lebih tinngi.
Beberapa perlakuan yang biasa dilakukan sebagai berikut:
  1. Mengondisikan kultur di tempat yang pencahayaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10.000 lux) dan suhunya lebih tinggi.
  2. Pemanjangan dan pengakaran tunas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar yang lebih tinggi.

Aklimatisasi Planlet ke Lingkungan Luar
  • Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca, rumah plastik, atau sreenhouse (rumah kaca kedap serangga).
  • Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengkoordinasian palanlet atau tunas mikro( jika pengakaran dilakukan dalam ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang.
  • Prosedur pembiakan dalam kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat ke kondisi eksternal dengan keberhasilan tinggi
  • Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim di rumah kaca, rumah plastik, dan lapangan sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.kondiis di laur botol kelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptikdan tingkat cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di luar botol.
  • Planlet atau tunas mikro lebih bersefat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi kelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan energi berkecukupan.
  • Di samping itu, tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidaknirmalan, seperti bersifat sangat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomota sebagaimana mestinya, struktur mesofil berubah, dan aktivitas fotosintesisnya sangat rendah.
  • Dalam karakteristik seperti itu, planlet atau tunas mikro mudah layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternal secara tiba-tiba.
  • Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut perlu diadaptasikan ke lingkungan baru yang lebih keras. Dengan perkataan lain, planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasi.
  • Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet atau tunas mikri ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembaban nisbi tinggi.
  • Secara berangsur-angsur kelembaban diturunkan dan intensitas cahaya dinaikan.
  • Cara yang paling mudah mengaklimatisasi dengan memindahkan ke bak aklimatisasi dengan media campuran tanah, pasir dan kompos, kemudian disemprotkan dengan air, dan disungkup dengan plastik.
  • Media aklimatisasi yang dipakai juga bisa berupa campuran media lain yang cocok.
  • Bentuk bak atau struktur aklimatisai bisa beragam, tergantung pada kebutuhan, skala produksi bibit, serta jenis tanaman yang diaklimatisasi.
  • Jika diperlukan aklimatisasi untuk puluhan ribu bibit dalam sebulan, struktur yang diperlukan bisa berupa bedengan bersangkup plastik dengan lebar 80 cm dan panjangnya sesuai kebutuhan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan:
  1. Botol fido
  2. Alat tanam
  3. LAFC
  4. Cawan
  5. Rak kultur
Bahan yang digunakan:
  1. Dendrobium lylipride
  2. Dendrobium schulery
  3. Alkohol 70%
  4. Media MS
  5. BAP
  6. Air kelapa
  7. Pisang
  8. Charcoal
  9. Tanah humus
  10. Pakis / Serabut kelapa
Cara Kerja

A. Subkultur Dendrobium lylipride Pada Media MS untuk Perbanyakan
  1. Disiapkan Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dengan menyalakan lampu UV selama minimal 30 menit, lalu dinyalakan blower dan lampu serta dibersihkan bagian bawah laminar dengan alkohol 70%
  2. Dimasukan alat-alat yang akan digunakan yang sebelumnya telah disemprotkan dengan alkohol 70%
  3. Dibuka botol sumber eksplans dan kepala botol
  4. Diambil eksplan Dendrobium lylipride dengan menggunakan pinset lurus
  5. Ditaruh ekspan ke dalam cawan yang didalamnya terdapat kertas putih
  6. Dipotong akar dengan menggunakan pisau scalpel
  7. Dibuka allumunium pada botol fido dengan menggunakan pinset bengkok, lalu allumunium foil ditaro di bawah dengan posisis terlentang
  8. Ditaruh botol fido didekat api
  9. Didirikan tanaman pada media agar dengan posisi tegak lurus. Satu botol fido ditanam 3 tanaman yang besar atau lima tanaman dengan ukuran kecil
  10. Ditutup fido dengan allumunium foil, lalu ditempeltan dengan wrapping plastik sampai denutup botol fido
  11. Disimpan di dalam rak kultur
  12. Diamati pertambahan tinggi pada eksplan

Subkultur Dendrobium schulery pada Media Perakaran
  • Pembuatan media perakaran dengan membuat tiga jenis media yang berbeda, yaitu:
  1. Media MS+BAP1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+ charcoal 2 gl
  2. Media MS+NAA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+ charcoal 2 gl
  3. Media MS+IAA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+ charcoal 2 gl
  4. Media MS+IBA1mg/l+ air kelapa 150ml/l+Pisang 50 mg/l+ charcoal 2 gl
  • Dilakukan subkultur Dendrobium schulery
  • Diamati akar yang terbentuk setiap satu minggu

Aklimatisasi
  1. Planlet di dalam botol tanam dimasukkan aquadest dan dikocok sampai planlet lepas dari media
  2. Dimasukan planlet ke dalam bak yang berisi aquadest untuk membersihkan dari sisa agar
Aklimatisasi dilakukan dengan menggunakan Dendrobium schulery pada tiga media yang berbeda, yaitu:
  1. Akar Pakis Akar pakis sebelum digunakan sebagai media aklimatisasi, dicuci dan direbus dengan air panas.
  2. Serabut Kelapa
  3. Tanah Humus/Pelet
  4. Selanjutnya media dimasukan ke dalam pot kecil
  5. Pot-pot tersebut dimasukan ke dalam wadah yang dapat menyerupai rumah kaca.
  6. Diamati media mana yang dapat menumbuhkan lebih cepat.

Pembahasan
  • Pada praktikum kali ini dilakukan subkultur anggrek, yang dilakukan dengan memperbanyak Dendrobium lylipride, memperbanyak pada media perakaran pada tumbuhan Dendrobium schulery, dan aklimatisasi. Dimana subkultur adalah proses penanaman ulang dengan atau tidak adanya proses perbanyakan eksplan ke dalam media yang baru.
  • Dari hasil penanaman subkultur Dendrobium lylipride, terdapat 3 tanaman yang terkontaminasi. Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena adanya infeksi secara eksternal maupun internal. Usaha pencegahan kontaminasi eksternal dilakukan dengan sterilisasi permukaan bahan tanaman. Infeksi internal tidak dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan.
  • Selain itu, faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi (Sunarjono, 2002).
  • Kontaminasi disebabkan oleh jamur, bakteri dan cendawan. Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas pada media, media dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas berwarna putih, sedangkan kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan terlihat lendir berwarna kuning sebagian lagi melekat pada media membentuk gumpalan yang basah. Jamur yang mengkontaminasi media dan eksplan adalah jamur yang biasa ada di laboratorium seperti Aspergillus sp, Monilla sp dan Penicillium sp (Setiyoko, 1995). Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri gram positif.
  • Pada Media Perakaran dari Dendrobium schulery, didapatkan tidak tidak terkontaminasi. Hal ini dimungkinkan karena proses kesterilan dapat lebih dijaga sehingga kontaminasi dapat diminimalisir. N amun belum terdapat dari subkultur yang membentuk akar, karena mungkin waktu yang kurang, walaupun telah diberikan zat pengatur tumbuh. Pembentukan akar merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembiakan mikro. Proses pembentukan akar belum sepenuhnya dimengerti. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan akar pada stek telah diketahui mempunyai pengaruh yang hampir sama pada stek mikro, diantaranya pengaruh genetik, umur ontogenik, dan ZPT terutama auksin(Yusnita,2003)
  • Penambahan auksin dan sitokinin tidak selalu dibutuhkan, terutama sitokinin. Diduga bahwa sitokinin sudah diproduksi oleh akar dan penambahan sitokinin eksogen tidak perlu(Gunawan,1992).
  • Praktikum yang ketiga adalah aklimatisasi pada tanaman Dendrobium schulery. Dimana aklimatisasi adalah pengkoordinasian palanlet atau tunas mikro( jika pengakaran dilakukan dalam ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang. Media yang digunakan pada aklimatisasi adalah pakis, serabut kelapa dan tanah humus.
  • Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan intensitas cahayanya dinaikkan (Yusnita,2003).
  • Pakis merupakan pohon jenis palm, pohon pakis mempunyai batang yang berserat kasar. Batang pakis yang telah ditebang dan diproses maka akan dihasilkan potongan-potongan serat yang sangat cocok untuk pertumbuhan Anthurium.
  • Sifat media pakis ini adalah ringan, sangat porous dan mampu menahan air dengan baik. Bila disiram air, kondisi media pakis akan mampu mempertahankan kelembaban tetapi tidak jenuh air. Disamping itu, porousitas yang baik akan mampu memberikan susunan udara (aerasi) yang baik. Aerasi sangat dipengaruhi oleh susunan pori makro pada media. Media pakis, karena tersusun dari serat-serat kayu yang kasar maka susunan pori makronya sangat baik(www.duniaflora.com)
  • Sebelum akar pakis digunakan sebagai media, akar pakis disterilisasi dengan cara dicuci dengan air keran dan selanjutnya pakis direbut selama kurang lebih setengah jam. Hal ini dikarenakan media tersebut disukai oleh senut dan hewan kecil lainnya atau bahkan organisme
  • Media Aklimatisasi yang kedua yang digunakan adalah serabut kelapa. Media sabut kelapa kini semakin banyak digunakan sebagai media tumbuh anggrek. Sabut kelapa memiliki keunggulan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air dengan baik, mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, serta mudah diperoleh dalam jumlah besar.
  • Sayangnya media ini mudah lapuk dan terlalu kuat menyimpan air, sehingga dapat menjadi sumber penyakit busuk akar dan busuk tunas anakan. Oleh karena itu, media sabut kelapa lebih cocok digunakan didaerah panas. Didaerah yang sering turun hujan, perlu menghindari penggunaan media ini. Bila terpaksa, kombinasikan dengan media yang tidak menyerap air, seperti arang kayu bakar atau sejenisnya.
  • Sabut kelapa mengandung beberapa unsur dan senyawa antara lain, K, P, Ca, Mg dan N. Selain itu, kaya bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa dan lignin. Pektin berfungsi sebagai penguat lapisan tengah dinding sel. Hemiselulosa dan selulosa penyusun utama dinding sel yang berfungsi untuk memperkuat sel-sel kayu. Lignin berfungsi untuk mengeraskan dinding sel. Calsium selain berfungsi menguatkan dinding sel, juga mengaktifkan pembelahan sel-sel meristem. Magnesium sangat penting dalam pembentukan chlorofil(www.vincanursery.com)
  • Media yang ketiga adalah pelet atau tanah humus. Media ini menurut daunbagus.com memiliki daya serap yang tinggi yaitu 80-90% dari bobot tubuhnya. Dengan degitu media tetap lembab. Ciri media lembap terasa basah jika tangan dimasukkan, tapi air tidak sampai menggenang.
  • Hasil dari aklimatisasi ini menunjukan tidak adanya tanaman yang dapat tumbuh pada media apapun. Hal ini dimungkinkan karena tanaman tersebut tidak dapat menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru yang jauh lebih ekstrim. Menurut Nina dan Dedi(2007),tahap ini merupakan tahap yang kritis karena kondisi iklim di rumah kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur.
Menurut Livy (2007), masa aklimatisasi merupakan masa yang sangat kritis, karena pucuk/planlet in vitro menunjukan beberapa sifat yang tidak menguntungkan seperti:
  1. Lapisan lilin / kutikula tidak berkembang dengan baik
  2. Lignifikasi batang kurang
  3. Sel-sel palisade daun sedikit
  4. Jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang
  5. Stomata sering tidak berfungsi(tidak menutup pada penguapan tinggi)
Keadaan ini menyebabkan pucuk in vitro sangat peka terhadap:
  1. Evapotranspirasi
  2. Serangan cendawan dan bakteri tanah
  3. Cahaya dengan intensitas tinggi
  • Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in vitro memerlukan penanganan khusus.
  • Dalam operasi skala besar, aklimatisasi dilakukan di dalam rumah kaca/plastic yang RH-nya 100%.
  • Pengaturan RH dilakukan dengan mesin pembuat kabut (fog machine) yang menyemburkan butiran-butiran air yang sangat halus, sehingga air yang disemburkan hanya berupa kabut tipis.

Kesimpulan
  • Media MS dapat digunakan dalam perbanyakan Dendrobium lilypride
  • ZPT sering ditambahkan dalam media perakaran
  • Tahap aklimatisasi merupakan tahap yang kritis
  • Media pakis akan mampu mempertahankan kelembaban tetapi tidak jenuh air
  • Sabut kelapa memiliki keunggulan yaitu mudah mengikat dan menyimpan air dengan baik, mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman, serta mudah diperoleh dalam jumlah besar
  • Pelet mempunyai serap yang tinggi yaitu 80-90% dari bobot tubuhnya

DAFTAR PUSTAKA
  • CALADIUM. http://www.daunbagus.com.
  • Darmono,Dian Widiastoety. Media Tanam Anggrek. Penerbit Panebar Swadaya. http: //www.vincanursery.com.
  • Gunawan, L.Winata.1992.Tekhnik Kultur Jaringan Tumbuhan. Dept.Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB
  • Marlina,Nina dan Dedi Rusnandi.2007.Teknik Aklimatisasi Planlet Anthurium Pada Beberapa Media Tanam. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007. Teknisi Litkayasa Pelaksana dan Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai Penelitian Tanaman Hias. Http: segunung@indoway.net.
  • Nisa, Chatimatun dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.). Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal bioscientiae. Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 23-36. http://bioscientiae.tripod.com.
  • Yusnita.2003.Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:Agromedia Pustaka

Support web ini

BEST ARTIKEL