Saturday, February 13, 2010

EKOSISTEM AQUATIKA - LAUT

EKOSISTEM LAUT

Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang.

1. LAUTAN

Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin.

Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.

A. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.

1. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat.

2. Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya

matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300 meter.

3. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m

4. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari

pantai (1.500-10.000 m).

B. Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut.

1. Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan kedalaman air sekitar 200 m.

2. Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan kedalaman 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu.

3. Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman 200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.

4. Abisalpelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai 4.000m; tidak terdapat tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar matahari tidak mampu menembus daerah ini.

5. Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya terdapat lele laut dan ikan Taut yang dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen di tempat ini adalah bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.

Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang secara aktif.

2. EKOSISTEM PANTAI

Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut.

Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.

Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai.

Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.

Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.

1. Formasi pes caprae

Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).

2. Formasi baringtonia

Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina.

Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera.

Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.

3. ETUITARI

Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam.

Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari.

Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

4. TERUMBU KARANG

Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri dari karang batu dan organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu karang. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga fotosintesis dapat berlangsung.

Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacammacam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan ganggang.

Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.

EUTROFIKASI


  • Eutrofikasi adalah masalah lingkungan hidup yang mengakibatkan kerusakan ekosistem perrairan khususnya di air tawar.
  • Hal tersebut disebabkan oleh

  1. limbah fosfat (PO3-)
  2. limbah nitrat (NO3-)
  • Dimana fosfat dan nitrat tersebut dihasilkan oleh limbah rumah tangga seperti detergen, selain itu limbah tersebut juga dapat dihasilkan dari limbah peternakan, limbah industri, dan berasal dari pertanian pupuk buatan
  • Pada dasarnya Eutrofikasi adalah pencemaran terhadap air yang terjadi dikarenakan terakumulasinya nutrient yang berlebihan didalam ekosistem air. (OK)
  • Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus , nitrat dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. 0
  • senyawa dengan jomposisi unsur diatas tentu merupakan bahan itu sangat dibutuhkan tanaman untuk unsur hara , dan unsur hara sangat penting untuk mendukung pertumbuhannya ,
  • Akibatnya perairan tersebut terjading blooming akibat akumulasi bahan bahan itu .
  • Blooming algae , Blooming enceng gondok yang terlihat di gambar , kehidupann yang blooming - eutrofikasi ini dampaknya jelas
  • jika daun daun pada tanaman diatas tersebut tua secara bertahap PASTI akan diuraiakan organiknya oleh bakteri pengurai .
  • dan SAYANGNYA proees pengurain bahan yang mati itu harus berjalan secara AEROB , maka dipastikan DO ( Desolve Oksigen ) perairan menjadi berkurang maka organisme yaang bada di perairan akan mati karena defisiensi oksigen ,
  • kasus eutrofikasi sebenarnya kasusnya sama dengan banyaknya sampah organik di perairan yang juga mengurangi DO air turun dan BOD naik ,
  • Semakin banyak sampah tentu semakin banyak oksigen digunakan untuk menguraikan sampah atau hasil tanaman yang mati ,
  • Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena alga bloom.
  • Maka dari uraian ini jangan lagi buang sampah di perairan yang menyebabkan organisme air seperti ikan akan mati.OK
Jadi kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro maupun makro (enceng gondok) untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat dan nitrat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai.
  • Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap (karena terjadi penguraian secara aerob dan terbentuk amoniak/NH3), dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat.
  • Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat dan nitrat yang sangat berlebihan ini.
  • Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati.

  • Kenapa penguraian sisa kehidupan yang blooming itu memerlukan Oksigen ?
Jawabannya
  • Karena penguraian ini dilakukan oleh bakteri nitrifikasi Nitrocoocus, Nitrosomonas dan Nitrobacter yang prosesnya berjalan secara aerob
  • maka DIPASTIKAN oksigen di perairan berkurang , dan selain itu hasil uraian bahan sisa sia itu akan membentuk mineral lumpur yang bisa menyebabkan pendangkalan secara tidak langsung.


-->
  • Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.
  • Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan.
  • Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
  • Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya.
  • Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik.
  • Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.
  • Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
  • Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Lake Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan.
  • Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat dan nitrat )-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom.
  • Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini.
  • Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen.
  • Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air.
  • Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman.
  • Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
Penanganan eutrofikasi
  • Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.
  • Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan.
  • Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.
  • Lalu apa solusi yang mungkin diambil? Menurut Forsberg, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control).
  • Karena apa? Karena sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas.
  • Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat.
  • Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat.
  • Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air.
  • Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
  • Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-hari yang mencantumkan label phosphate free atau environmentally friendly.
  • Indonesia bagaimana ? tenang nanti kalau udah jadi negara yang tidak korup pasti terselesaikan.
  • Negara-negara maju telah menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus ditangani secara serius.
  • Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengoordinasi, mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini.
  • AS memiliki organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen, edukasi, dan advokasi.
DETAIL SECOND REFRENSI
  • Eutrofikasi adalah suatu proses di mana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. 
  • Proses ini juga sering disebut dengan blooming. 
  • Dengan kata lain merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. 
  • Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. 
  • Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah dimana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. 
  • Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. 
  • Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya.
  • Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. 
  • Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.
  • Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi.
  • Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat)-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom.

Sumber Eutrofikasi
  • Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal di antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. 
  • Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. 
  • Para petani biasanya menggunakan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak rusak. 
  • Akan tetapi botol - botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. 
  • Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai - sungai atau danau di sekitarnya
Eutrofikasi
  1. 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source)
  2. 7 persen dari industri
  3. 11 persen dari detergen
  4. 17 persen dari pupuk pertanian
  5. 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar
  6. 32 persen, dari limbah peternakan. 
Paparan statistik di atas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air) menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.

  • Jadi manusia memang berperan besar sebagai penyumbang limbah fosfat. 
  • Secara fisiologis, jumlah fosfat yang dikeluarkan manusia sebanding dengan jumlah yang dikonsumsinya.
Limbah organik 
  • Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas manusia seperti rumah tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan yang berupa bahan organik; yang biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya
  • Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut. 
  • Pada umumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar perairan; sedangkan bentuk lainnya berada di badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. 
  • Dimanapun limbah organik berada, jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya; maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba; baik mikroba aerobik (mikroba yang hidupnya memerlukan oksigen); mikroba anaerobik (mikroba yang hudupnya tidak memerlukan oksigen) dan mikroba .fakultatif (mikroba yang dapat hidup pada perairan aerobik dan anaerobik).
Limbah organik yang ada di badan air aerob akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba aerobik jadi  makin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerobik akan makin besar pula kebutuhan oksigen bagi mikroba yang mendekomposisi, bahkan jika keperluan oksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi oksigen terlarut maka oksigen terlarut bisa menjadi nol dan mikroba aerobpun akan musnah digantikan oleh mikroba anaerob dan fakultatif yang untuk aktifitas hidupnya tidak memerlukan oksigen.

Proses Eutrofikasi
  • Limbah organic kebanyakan akan mengair ke sungai, danau atau perairan lainnya melalui aliran air hujan. Limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik atau fakultatif 
  • Bahwa aktifitas mikroba yang hidup di bagian badan air yang anaerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawa lainnya seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. 
  • Asam sulfide (H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S berbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk ikan. 
  • Selain menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti tersebut diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air menghasilkan CO2 dan NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) untuk aktifitas fotosintesa; yang dapat digambarkan sebagai reaksi.
Pengaruh pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik adalah 
  • terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. 
  • Fenomena ini akan mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. 
  • Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-udangan lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. 
  • Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya. 
  • Fenomena seperti itulah yang diduga menjadi sebab kenapa akhir-akhir ini di sepanjang pantai utara P. Jawa yang padat penduduk dan tinggi pemasukan limbah organiknya tidak mudah lagi ditemukan bibit-bibit udang dan bandeng (nener); padahal pada masa lalu dengan mudahnya ditemukan..
Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air menjadi anaerob
  • Jika fenomena ini terjadi pada seluruh bagian badan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisa menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan air maka fauna air, termasuk ikan masih bisa menghindar ke permukaan hingga terhindar dari kematian.
  • Secara alamiah kejadian anaerob di semua lapisan badan air memang sangat sulit terjadi karena bagian atas air selalu berhubungan dengan udara bebas yang selalu mensupplainya, namun demikian kalau sebagian badan air anaerob sangatlan sering; misal di teluk-teluk waduk dan pantai yang relatip menggenang sering muncul gelembung-gelembung gas yang mengisaratkan bahwa bagian air yang anaerob dekat dengan permukaan air.
  • Telah diuraikan bahwa pada badan air yang anaerob dekomposisi bahan organik menghasilkan gas-gas, seperti H2S, metan dan amoniak yang bersifat racun bagi fauna seperti ikan dan udang-udangan. Seperti penurunan oksigen terlarut; senyawa-senyawa beracun inipun dalam konsentrasi tertentu akan dapat membunuh fauna air yang ada. 
  • Selain menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan senyawa beracun yang selalu merugikan dan dapat menyebabkan kematian fauna; dekomposisi juga dapat menghasilkan kondisi perairan yang cocok bagi kehidupan mikroba fatogen yang terdiri dari mikroba, virus dan protozoa (Polprasert, 1989), yang setelah berkembang-biak, setiap saat dapat menyerang dan menjadi penyakit yang mematikan ikan, udang dan fauna lainnya.
  • Interaksi kompleks antara nutrien, fitoplankton dan zooplankton tersebut menyebabkan badan air yang mengalami eutrofikasi pada akhirnya akan didominasi oleh sejenis fitoplankton tertentu yang pada umumnya tidak bisa dimakan oleh fauna air terutama zooplankton dan ikan; termasuk karena beracun.
Dampak Eutrofikasi
  • Selain menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun dan menjadi tempat hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air; dekomposisi juga menghasilkan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan. Nutrien merupakan unsur kimia yang diperlukan alga (fitoplankton) untuk hidup dan pertumbuhannya (Hutchinson, 1944; Margalef, 1958 dan Frost, 1980). Sampai pada tingkat konsentrasi tertentu, peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air akan meningkatkan produktivitas perairan (Garno, 1995); karena nutrien yang larut dalam badan air langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton (reaksi no 5) untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannya meningkat (Garno, 1992). Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan peningkatan kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah fitoplankton (Garno, 1998). Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton adalah makanan utama ikan; maka kenaikan kelimpahan keduanya akan menaikan kelimpahan (produksi) ikan dalam badan air tersebut.
  • Sangat disayangkan bahwa jika peningkatan nutrien terus berlanjut maka dampak positif seperti itu hanya bersifat sementara bahkan akan terjadi proses yang berdampak negatif bagi kualitas badan air (Anonim, 2001). Peningkatan konsentrasi nutrien yang berkelanjutan dalam badan air, apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan menyebabkan badan air menjadi sangat subur atau eutrofik (Henderson, 1987). Proses peningkatan kesuburan air yang berlebihan yang disebabkan oleh masuknya nutrien dalam badan air, terutama fosfat inilah yang disebut.
  • Publikasi yang ada menyatakan bahwa kandungan fosfor > 0,010 mgP·l-1 dan nitrogen > 0,300 mgN·l-1 dalam badan air akan merangsang fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang-biak dengan pesat (Henderson dan Markland, 1987), sehingga terjadi blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimal dan menyebabkan peningkatan biomasa perairan tersebut (Garno, 1992). Sehubungan dengan peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air, setiap jenis fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda (Henderson dan Markland 1987; Margalef, 1958;. Selain itu setiap jenis fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air (Kilham dan Kilham, 1978). Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda dengan badan air lainnya (Hutchinson, 1944; Margalef., 1958 Reynolds, 1989).
  • Perbedaan struktur dan dominasi jenis fitoplankton tersebut diatas juga dipengaruhi oleh karakteristik fitoplankton dan zooplankton yang ada. Diketahui beberapa jenis fitoplankton tidak dapat dimakan oleh zooplankton karena bentuk morpologi, fisiologi (Horn, 1981; Garno, 1993; Geller, 1975, Downing dan Petter, 1980) komposisi fitoplankton; dan mekanisme makan zooplankton (DeMott, 1982; Frost, 1980; James &. Forsynth 1990) serta faktor abiotik lainnya. Selanjutnya dalam kondisi persediaan makanan (fitoplankton) banyak dan beragam; zooplankton melakukan pemilihan terhadap jenis, bentuk dan ukuran fitoplankton yang hendak dimakan atau selective feeding (Garno, 1993).
  • Selain merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat dominasi fito-plankton yang tidak dapat dimakan dan beracun; blooming yang menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga merugikan fauna; karena fenomena blooming selalu diikuti dengan penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pe-manfaatan oksigen yang ber lebihan untuk de-komposisi biomasa (organik) yang mati. Seperti pada analisis dampak langsung tersebut diatas maka rendahnya konsentrasi oksigen terlarut apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya tidak bisa hidup dengan baik dan mati. Selain menekan oksigen terlarut proses dekomposisi tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S yang pada konsentrasi tertentu dapat membahayakan fauna air, termasuk ikan.
  • Selain badan air didominasi oleh fitoplankton yang tidak ramah lingkungan seperti tersebut diatas, eutrofikasi juga merangsang pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian (eceng gondok) maupun dalam badan air (hydrilla). Oleh karena itulah maka di rawa-rawa dan danau-danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), Hydrilla dan rumput air lainnya.
  • Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena Indonesia merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang tahun; maka blooming (dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang tahun. Artinya kapan saja (asal tidak mendung/hujan) dan dari manapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat maka akan meningkat pula aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada; dan jika peningkatan nutrien cukup besar alau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau warnanya tidak pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di negeri 4 musim seperti Kanada dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir musim semi dan panas.
  • Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai.
  • Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. 
  • Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. 
  • Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. 
  • Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. 
  • Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. 
  • Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya  sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya

Penanganan Eutrofikasi
  • Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga menjadi bagian dari program tersebut.
  • Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. 
  • Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.
NOTE 

DESOLVE OKSIGEN  OKSIGEN TERLARUT (DO)
  • Oksigen dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. 
  • Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. 
  • Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. 
  • Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. 
  • ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. 
  • Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. 
  • Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik 
  • Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. 
  • Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. 
  • Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut. 
  • Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm  dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). 
  • Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan  organisme. 
  • Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. 
  • Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. 
  • Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. 
  • Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. 
  • Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan  lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. 
  • Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air  buangan industri dan rumah tangga. 
  • Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. 
  • Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. 
  • Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. 
  • Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.

ANALISIS OKSIGEN TERLARUT (DO)

Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
  1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
  2. Metoda elektrokimia

1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
  • Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. 
  • Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. 
  • Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H – KI, sehingga akan terjadi endapan Mn02. 
  • Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. 
  • Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). 
2. Metoda elektrokimia
  • Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. 
  • Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan elektrolit. 
  • Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). 
  • Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. 
Aliran reaksi yang terjadi tersebut tergantung dari aliran oksigen pada katoda.
  • Difusi oksigen dari sampel ke elektroda berbanding lurus terhadap konsentrasi oksigen terlarut. 
  • Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. 
  • Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan pembuatan larutan standar kaliumbikromat yang tepat. 
  • Dengan mengikuti prosedur penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. 
  • Sedangkan penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. 
  • Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. 
  • Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. 
  • Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 
  • Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.

KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD)
  • Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. 
  • Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. 
  • Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. 
  • Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. 
  • Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. 
  • Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. 
  • Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. 
  • Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C.  
  • Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). 
  • Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. 
  • Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. 
  • Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. 
  • Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. 
  • Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD.
  • Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 – 80% dari nilai BOD total. 
  • Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. 
  • Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.
  • Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu diperhitungkan. 
  • Dalam  praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. 
  • Prosedur secara umum adalah menyesuaikan

Support web ini

BEST ARTIKEL