Rekayasa genetik adalah proses mengidentifikasi dan mengisolasi DNA dari suatu sel hidup atau mati dan memasukkannya dalam sel hidup lainnya.
Sebelum dimasukkan, materi genetik tersebut dapat direkayasa di laboratorium.
Sering pula dsebut dengan Teknik DNA Rekombinan /Teknik Plasmid/Transplantasi Gen /Penyisipan gen atau gampangnya teknik Gunting Tempel
REKAYASA GENETIK
Dimulai sekitar 50 tahun yang lalu
Diawali oleh: Dr. Paul Berg, Dr. Stanley Cohen, Dr. Anie Chang, Dr. Herbert Boyer, Dr. Robert Helling
Mereka menemukan enzim restriksi endonuklease yang berfungsi sebagai “gunting molekuler” yang dapat mengenal dan memotong secara kimia tempat-tempat khusus sepanjang molekul DNA dan juga enzim Ligase yang berperan dalam menyatukan menempelkan potongan gen untuk disisipkan
Setelah proses rekayasa genetik berhasil, DNA yang baru tergabung secara permanen dalam kromosom sel baru, dan tampak pula dalam DNA sel-sel keturunannya.
Bagaimana para ilmuwan melakukan rekayasa genetik? Mereka menggunakan teknologi DNA rekombinan
APA ITU DNA REKOMBINAN
Metode mengisolasi, memanipulasi, menggandakan, memotong, dan menggabungkan urutan DNA yang teridentifikasi secara keseluruhan yang disebut teknologi penggabungan DNA atau DNA rekombinan.
TEKNIK DNA REKOMBINAN
Teknik mengisolasi DNA
Teknik memotong DNA
Teknik menggabung/ menyambung DNA
Teknik memasukan DNA kedalam sel hidup (vektor)
Vektor berkembang dengan sisipan DNA yang direkayasa
MEKANISME SEKSUAL BAKTERI
Mekanisme seksual bakteri merupakan pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel lainya
Jadi mekanisme seksual bakteri tidak bersifat reproduktif (tidak menghasilkan anak atau zuriat)
CARA PEMINDAHAN DNA
Konjugasi: pemindahan DNA dalam sel bakteri melalui kontak fisik antar kedua sel
Transformasi: pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan sekelilingnya
Transduksi: pemindahan DNA dari satu sel ke sel lainya melalui perantara
PERANGKAT BAKTERI
Enzim Endobuklease restriksi: untuk memotong DNA
Enzim DNA ligase: untuk menyambung DNA
Plasmid: vektor untuk mengklon gen atau fragmen atau mengubah sifat bakteri berupa DNA sirkuler yang ditemukan di sitoplasma
Transposon: untuk mutagenesis dan menyisipkan penanda
Pustaka Genom: menyimpan gen atau fragmen DNA yg telah diklon
Enzim transkripsi balik: membuat DNA berdasarkan RNA
Pelacak DNA/RNA: untuk mendeteksi gen/fragmen DNA yg diinginkan atau mendeteksi klon yg benar
CARA MENEMUKAN LETAK GEN
Dengan perunut DNA, yaitu suatu molekul DNA utas tunggal yang relatif pendek yang merupakan pasangan dari sekuen gen yang dikehendaki.
Dengan kata lain, jika segmen dari gen yang diinginkan tersebut diketahui adalah AGTTCG, maka segmen pasangan dari DNA perunut akan menjadi TCAAGC
CARA MENYISIPKAN GEN
Jika kita ingin memasukkan suatu gen manusia ke dalam sel lain, gen perlu diisolasi, sehingga dapat disisipkan dalam sel baru.
Contoh: gen insulin manusia diisolasi kemudian digabungkan dalam sel bakteri E. coli selanjutnya gen yang disisipkan tersebut menyebabkan sel bakteri memproduksi protein insulin manusia, yang dapat diberikan pada penderita diabetes
Gambar Rekayasa Genetik
-->
Penyiapan molekul DNA kromosom yang mengandung gen yang akan di-kloning.
Pemotongan molekul DNA kromosom, untuk memperkecil ukurannya serta analisa ukuran hasil pemotongan. Pemotongan ini diatur sedemikian hingga fragment molekul DNA (gen) yang dikehendaki tidak terpotong.
Peng-insersi-an Fragment DNA yang mengandung suatu gen yang akan diklon ke suatu molekul DNA sirkular (disebut dengan vektor) untuk menghasilkan suatu molekul DNA rekombinan (chimaera).
Bagaimana memasukkan (insersi/transformasi) molekul DNA rekombinan kedalam sel inang (host cell), umumnya bakteri atau sel hidup lainnya.
Bagaimana menumbuhkan sel hasil transformasi pada suatu medium untuk dapat diseleksi lebih lanjut nantinya.
Bagaimana vektor dengan gen terinsersi (molekul DNA Rekombinan) menggandakan diri menghasilkan sejumlah kopi yang sama.
Bagaimana sel inang membelah diri dan tentunya dengan mengkopi juga seluruh molekul DNA rekombinan yang ada di dalam sel-nya.
Setelah sejumlah kali ulangan pembelahan, suatu koloni, atau klon dengan kandungan molekul DNA rekombinan yang sama akan dihasilkan.
Setelah itu bagaimana memilih diantara koloni-koloni sel yang tumbuh, 1 atau lebih yang mengandung DNA rekombinan yang dimaksud.
Bagaimana mendapatkan (mengisolasi) DNA rekombinan dari sel pembawanya untuk diteliti lebih lanjut semisal ditentukan urutan DNA-nya, dan untuk di-insersi-kan ke dalam vektor ekspresi sehingga dapat diproduksi lebih banyak.
Menurut Brown (1990) setidaknya ada 6 hal dasar yang harus difahami dan dikuasai untuk melakukan kegiatan eksperimen kloning gen, yang meliputi :
Penyiapan sampel DNA kromosom murni
Pemotongan molekul DNA
Analisa ukuran fragment DNA hasil pemotongan
Penggabungan molekul DNA dengan vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan
Pengenalan (insersi) DNA ke dalam sel host
MANFAAT REKAYASA GENETIK
Pembuatan insulin manusia dari bakteri ( Sel pancreas yang mempu mensekresi Insulin digunting , potongan DNA itu disisipkan ke dalam Plasmid bakteri ) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu dengan Plsmid diinjelsikan lagi ke vektor , jika hidup segera di kembang biaakan)
Pencernaan: proses pemecahan makanan dari bentuk komplek menjadi bentuk sederhana secara mekanis dan kimiawi
Pencernaan mekanik melibatkan organ pencernaan misalnya gigi otot saluran pencernaan, pencernaan kimiawi melibatkan enzim di saluran pencernaan
Semua dilakukan untuk membuat sari makanan agar mudah diserap oleh darah di usus halus yang didindingnya lebih tipis karena terbentuk jonjot.
Perpindahan sari makanan yang tersusun dari molekul molekul yang sederhana ini secara osmosis karena sari makanan itu masuk dibawa oleh air kedarah yang lebih pekat
Oleh darah semua sari makanan diberikan ke sel yang ada di seluruh tubuh OK
Kali ini postingan membahas Bagaimana nasib karbohidrat secara detail
Karbohidrat: dari polisakarida dirubah menjadi Disacahrida (M-L-S) kemudian jadi monosakarida (galaktose, fruktose, glukose)
Glukose merupakan monosakarida terbanyak dalam sirkulasi (70 – 110 mg/ml) yang berada di darah disebut gula darah yang jika berlebih dirubah dihati menjadi Glikogen (gula otot)
Galaktose dan fruktose dikonversi oleh hati dengan enzim yang sesuai menjadi glukose , kemudian masuk sirkulasi
METABOLISME KARBOHIDRAT
Terdiri 3 fase:
Glikolisis di Sel terjadi di Sitoplasma hasil : 2,2,2 ( ATP , NADH , Piruvat)
Siklus Kreb dibagi 2 yaitu
Dekarboksilasi Oksidasi ( tahap antara siklus krebs) terjadi di membran luar mitocondria menghasilkan 2, 2, 2 (CO2 , NADH , Asetil CoA)
Siklus Krebs ( terjadi di matriks mitocondria ) menhasilkan 6,4,2,2 (NADH, CO2, FADH, ATP)
3. Fosforilasi Oksidatif ( Sistem Transport Elektron) Tahap akhir Respirasi , terjadi di Matriks mitocondria , bahan O2 dan 10 NADH dan 2 FADH , dengan bantuan enzim sitokrom menhasilkan 34 ATP dan Air
GLIKOLISIS
Proses perubahan glukose menjadi asam piruvat atau asetil coenzim-A
Glikolisis terjadi di sitoplasma
Glukose tidak dapat langsung diffusi ke sel
Glukose harus berikatan dulu dengan carrier: G + C → GC → GC dapat berdiffusi kedalam sel
Didalam sel GC → G + C
C keluar sel lagi untuk mengikat G yang lain → sampai semua G masuk sel
Proses ini dipercepat oleh H. Insulin, jika H. Insulin kurang → proses masuknya G kedalam sel lambat → G menumpuk didalam darah → DM
G di sitoplasma mengalami fosforilasi → glukose 6-PO4 (enzim glukokinase)
Fruktokinase → fruktose → fruktose 6-PO4
Galaktokinase → galaktose → galaktose 6-PO4
Glikolisis: proses perubahan glukose menjadi asam piruvat atau asam laktat
Glikolisis terdiri 2 lintasan:
Katabolisme glukosa (glikolisis) melalui triose (dihidroksi aseton fosfat atau gliseraldehid 3-PO4) disebut lintasan Embden Meyerhof
Katabolisme glukosa (glikolisis) melalui 6-fosfoglukonat disebut lintasan oksidatif langsung (pintas heksosmonofosfat)
SIKLUS KREBS
Proses perubahan asetil co-A → H
Proses ini terjadi didalam mitokondria
Pengambilan asetil co-A di sitoplasma dilakukan oleh: oxalo asetat → proses pengambilan ini terus berlangsung sampai asetil co-A di sitoplasma habis
Jika dalam asupan nutrisi kekurangan KH → akan kekurangan oxaloasetat
Kekurangan oxaloasetat → pengambilan asetil co-A di sitoplasma terhambat → asetil co-A menumpuk di sitoplasma
Asam aseto asetat → senyawa tidak setabil → mudah mengurai: aseton + asam β hidroksi butirat
Ketiga senyawa: asam aseto asetat, aseton dan asam β hidroksi butirat → disebut Badan Keton
Meningkatnya badan keton didalam darah → ketosis
Badan keton bersifat racun bagi otak → koma, karena biasanya terdapat pada penderita DM → koma diabeticum
FOSFORILASI OKSIDATIF
Dalam proses rantai respirasi dihasilkan energi yang tinggi → energi tsb ditangkap oleh senyawa yang disebut ATP
Fosforilasi oksidatif adalah proses pengikatan fosfor menjadi ikatan berenergi tinggi dalam proses rantai respirasi
Fosforilasi oksidatif: proses perubahan ADP → ATP dengan cara mengambil energi yang dihasilkan Rantai Respirasi (reaksi H + O2 → H2O)
RINGKASAN METABOLISME KARBOHIDRAT
Glikolisis: perubahan glukose → asam piruvat
R/ Glukose + 2 ADP + 2 PO4 → 2 asam piruvat + 2 ATP + 4 H
Hasil utama glikolisis: 2,2,2
2 asam piruvat
2 ATP sebagai energi
2 NADH (Ion H+ yang akan dipindahkan ke Oksigen dengan bantuan koenzim NAD)
Tempat reaksi glikolisis: Sitoplasma
Suasananya : Anaerob
Diprlukan 10 tahapan
Terdiri 2 lintasan: Embden Meyerhof dan Heksosmonofosfat
Siklus Kreb: ada 2 proses
pertama perubahan Asam piruvat sebagai produk glikolisis disederhanakan di membran mitokondria menjadi asetil KO A agar mudah masuk , dan kedua perubahan asetil KoA menjadi CO2 sebagai tujuan penyederhanaan Glukosa
Perubahan pertama Asam piruvat menjadi Asetil CoA desibut Dekarboksilasi Oksidatif atau DO terjadi membran luar Mitokondria Hasilnya tetap 2,2,2, artinya terbentuk 2 Asetil CoA , 2 NADH dan 2 CO2
Perubahan Kedua yaitu Asetil CoA menjadi CO2 disebut siklus Krebs terjadi di Matriks Mitondria , Hasilnya 6 , 4 , 2 , 2 artinya dihasilkan 6 NADH , 4 CO2, 2 ATP dan 2 FADH
perubahan asetil co-A → menjadi CO2 , tidak hanya menghasilkan energi ATP namun juga melepaskan ion H yang bisa diangkut oleh koenzim NAD dan FAD ....OK
Asetil Ko-A + 6 H2O + 2 ADP → 4 CO2 + 16 H + 2 Ko-A + 2 ATP
Hasil utama: H ini akan diikat NAD menjadi NADH dan H diikat FAD menjadi FADH
Tempat berlangsung: mitokondria
Sisa metabolisme CO2 berasal dari hasil samping Siklus Krebs atau Siklus Asam Sitrat atau sering pula disebut Siklus Asam Trikarboksilat
Fosforilasi oksidatif: proses perubahan ADP → ATP dengan cara mengambil energi yang dihasilkan Rantai Respirasi (reaksi H + O2 → H2O)
karena H+ bisa diikat NAD menjadi NADH sebanyak 10 molekul dan H+ bisa diikat FAD sebanyak 2 FADH dan setiap NADH ketika melepaskan ion H= itu menghasilkan 3 ATP dan FADH bisa menghasilkan 2 ATP maka untuk 10 NADH menhasilkan 30 ATP dan untuk 2 FADH menghasilkan 4 ATP
R/ 2 H + ½ O2 + 2e + ADP → H2O + ATP
Energi yang dihasilkan: 34 ATP
Total hasil energi metabolisme karbohidrat: 2ATP (Glikolisis) + 2 ATP (siklus krebs) dan terakhir Fosforilasi oksidatif menghasilkan 34 ATP maka total keseluruhan ATP dengan membongkar 1 molekul Glukosa bisa menghasilkan 38 ATP OK
MACAM - MACAM MAKANAN POKOK SUMBER GLUCOSA
Makanan pokok adalah makanan yang menjadi gizi dasar.
Makanan pokok biasanya tidak menyediakan keseluruhan nutrisi yang dibutuhkan
tubuh,
Karenanya biasanya makanan pokok dilengkapi dengan lauk pauk untuk
mencukupkan kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi.
Makanan
pokok berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya, tetapi biasanya
berasal dari tanaman,
Dari tanaman itu dipastikan sebagai hasil Fotosintesis karena penamaan produk fotosintesis itu berbeda pada setiap tanaman maka munculah produk beras, gandum, jagung, maupun
umbi-umbian seperti kentang, ubi jalar, talas dan singkong.
Dari produk tanaman itu kemudian dibuat Roti, Mi (atau
pasta), nasi, bubur, dan sagu dan Lainnya sesuai pemberian nama negara dan daerah masing masing OK
Kami pemakan nasi bukan pemakan gandum dan produk
olahannya, atau yang lainnya. Itu karena saya lahir dan dibesarkan di Pulau
Dewi Sri di Indonesia. Jadi, makanan pokok kebanyakan orang di lingkungan kami
adalah nasi dari beras yang diolah dari gabah yang dipanen dari tanaman padi.
Di tempat berbeda bisa jadi makanan pokoknya berbeda pula. Di beberapa daerah
kering di Jawa dan Nusa Tenggara, ada yang menjadikan jagung sebagai makanan pokok.
Ada pula yang menjadikan olahan singkong sebagai makanan pokok. Di Indonesia
Timur lainnya, ada pula yang makanan pokoknya papeda -semacam bubur- yang
merupakan olahan tepung sagu. Ada pula yang makan ubi sebagai makanan pokoknya.
Di belahan dunia yang lain, banyak yang menggunakan
olahan gandum misalnya roti atau mie sebagai makanan pokok. Di beberapa wilayah
di Afrika, makanan pokoknya adalah fufu dan akpu, yang merupakan olahan dari
singkong. Ada pula yang memakan semovita dari tepung beras.
Untuk lebih mengetahui tentang hasil petanian tanaman
pangan yang merupakan makanan pokok orang Indonesia, kita akan membahasnya satu
persatu, yaitu;
BERAS
Padi (Oryza sativa sp.), adalah tanaman yang berasal dari
Bangladesh. Dari tanaman padi dihasilkan beras, yang merupakan bahan makanan
pokok sebagian besar rakyat Indonesia. Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah
panas dengan curah hujan yang tinggi dengan pengairan yang cukup. Daerah utama
penghasil padi di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
JAGUNG
Jagung (Zea mays), adalah jenis tanaman padi-padian yang
berasal dari Amerika. Tanaman jagung sampai ke Indonesia dibawa oleh
orang-orang Spanyol. Jagung dapat tumbuh di daerah tropis maupun daerah sub
tropis. Jagung ditanam di ladang, tegalan dan sawah pada musim kemarau.
Kadang-kadang jagung juga ditanam sebagai tanaman sela/tumpangsari di lahan
perkebunan. Jagung tumbuh sangat baik di daerah berketinggian 0-1500 meter di
atas permukaan air laut.
Jagung merupakan bahan makanan pokok bagi sebahagian
penduduk Nusa Tenggara Timur, Madura, dan Minahasa. Biji jagung yang sudah
masak berwarna kuning atau ungu. Butir jagung dapat dibuat tepung atau pati
jagung, yang disebut Maizena. Tongkolnya yang sangat muda dapat dimakan sebagai
lalap, sayur, atau acar.
Tanaman jagung yang masih muda juga sangat baik untuk
makanan ternak. Daun pelindung tongkol yang sudah kering (kelobot) dapat
digunakan untuk penggulung rokok atau pembungkus dodol.
KETELA POHON
Ketela pohon (Manihot asculenta atau Manihot utilissima),
disebut juga ubi kayu atau singkong. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan.
Ketela pohon banyak ditanam di lahan kering dengan jenis tanah yang gembur.
Tanaman ini dapat hidup di daerah-daerah dengan musim kering yang lunak hingga
sangat kering. Pada dataran rendah, ketela pohon banyak ditanam pada ketinggian
0-4500 meter di atas permukaan laut. Ketela pohon dimanfaatkan sebagai makanan
pokok pengganti beras atau jagung, khususnya bagi penduduk di Kabupaten Gunung
Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Umbinya dapat dibuat tepung tapioka atau gaplek yang
sebagian besar di ekspor ke Jepang. Selain itu umbinya dapat dibuat tape
melalui proses peragian, tape di Jawa Barat dikenal dengan nama peuyeum. Daunnya
yang masih muda dapat dimakan sebagai lalap dengan direbus terlebih dahulu,
atau dijadikan sayur. Daerah penghasil ketela pohon di Indonesia adalah Jawa
Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
UBI JALAR
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.), adalah jenis tanaman
semak yang berasal dari Hindia Barat. Tanaman ini sampai ke Indonesia dibawa
oleh orang-orang Spanyol. Ubi jalar cocok ditanam di daerah ketinggian 0-2000
meter di atas permukaan air laut. Ubi jalar disebut juga ketela rambat. Umbinya
dapat dimakan dan merupakan makanan pokok penduduk Papua Bagian Tengah. Bagi
penduduk daerah lain di Indonesia, ubi jalar merupakan tambahan. Daunnya juga
dapat dimakan sebagai sayuran.
Daerah utama penghasil ubi jalar di Indonesia adalah Jawa
Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Ubi jalar merupakan komoditas penting di Papua karena
merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di pedalaman, terutama di
daerah pegunungan, selain sebagai makanan babi. Di beberapa lokasi, peran ubi
jalar sangat strategis, baik dari aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Hal ini
karena peluang untuk mendapatkan komoditas substitusi ubi jalar sebagai bahan
pangan relatif kecil. Selain ubi jalar, secara ekologis sangat sedikit tanaman
pangan yang mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik dengan teknologi
sederhana pada ketinggian 1.650−2.700 m dpl., seperti di kawasan lembah Baliem,
Kabupaten Jayawijaya. Ubi jalar dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran
tinggi. Namun, hasil ubi jalar di dataran rendah (< 500 m dpl.) lebih tinggi
daripada di dataran tinggi (> 900 m dpl.). Suhu udara yang dingin di dataran
tinggi menyebabkan pertumbuhan tanaman ubi jalar kurang optimal.
Produksi ubi jalar di Papua dari tahun ke tahun cenderung
menurun. Penurunan tersebut antara lain disebabkan makin berkurangnya luas
panen. Namun, produksi tersebut masih jauh di atas tingkat konsumsi. Pada tahun
2007, produksi ubi jalar di Papua mencapai 101.710 ton, sementara konsumsi
total hanya 31.125 ton dan konsumsi per kapita 38,36 g/hari. Hal ini
menunjukkan bahwa kebutuhan ubi jalar masyarakat Papua tercukupi oleh produksi
lokal, dan bahkan lebih. Kelebihan produksi tersebut menjadi suatu tantangan
untuk memanfaatkan ubi jalar menjadi aneka produk olahan yang memiliki daya
saing tinggi. Pengembangan ubi jalar khususnya di Kabupaten Jayawijaya
dibedakan antara untuk bahan pangan manusia dan pakan babi. Varietas ubi jalar
untuk bahan pangan dibudidayakan dengan cara khusus, serta memiliki kadar pati
tinggi dan rasa manis. Varietas dengan rasa umbi kurang enak dan kandungan
seratnya tinggi, serta umbi yang kecil atau rusak digunakan untuk pakan babi.
Terdapat puluhan bahkan ratusan jenis ubi jalar yang sesuai untuk konsumsi
manusia dan dibudidayakan berdasarkan kondisi agroekosistem setempat.
TALAS
Talas (Colocasia esculenta), Talas merupakan makanan
pokok penting di daerah Ayamaru dan Biak Barat. Rochani (1996) melaporkan, 64%
masyarakat Ayamaru mengonsumsi talas sebagai makanan pokok. Meskipun masyarakat
di daerah lain di Papua juga mengonsumsi talas, sifatnya hanya sebagai pangan
alternatif. Beberapa puluh tahun yang lalu tanaman ini dominan di daerah
perbatasan Indonesia-Papua Nugini, namun kini kedudukan talas mulai tergeser
oleh ubi jalar. Produksi talas di Papua menurun drastis dari 3.739 ton pada
tahun 2003 menjadi 689 ton pada tahun 2005. Namun, data Badan Bimas dan
Ketahanan Pangan Provinsi Papua menunjukkan, pada tahun 2007 produksi talas
Provinsi Papua mancapai 7.014 ton dengan total konsumsi 5.022 ton.
Hal ini menunjukkan bahwa produksi talas mencukupi
kebutuhan untuk konsumsi masyarakat. Tanaman talas tersebar pada berbagai
agroekosistem, mulai dari dataran rendah sampai tinggi dan dari lahan basah
sampai lahan kering. Berdasarkan kesesuaian agroekosistem, dijumpai beragam
kultivar talas. Genotipe talas di Papua sangat beragam dalam sifat morfologi,
umur, dan potensi hasil. Pada umumnya sifat-sifat liar talas masih jelas
terlihat bila dibandingkan dengan jenis talas yang diusahakan di Jawa. Beberapa
kultivar berdaya hasil tinggi tersebut merupakan suatu potensi untuk
mendapatkan verietas yang berdaya hasil tinggi dan memenuhi preferensi
konsumen. Pada setiap agroekosistem di Papua ditemukan beberapa jenis talas
dengan Bentuk daun Segitiga. Posisi daun Tegak, ujung Tegak, ujung menghadap ke
bawah, warna helai daun Hijau kekuningan. Hijau Warna persimpangan petiol hijau
ungu kuning warna utama tulang daun hijau kuning putih, pola tulang daun bentuk
Y. Lapisan lilin daun tinggi, warna pelepah daun ungu kuning kehijauan.
SAGU
Sagu (Metroxylon sp.), merupakan bahan pangan utama bagi
masyarakat Papua yang tinggal di daerah pesisir. Daerah pesisir yang berair
atau rawa merupakan tempat tumbuh berbagai jenis sagu. Pohon sagu di Papua
tumbuh secara alami tanpa tindakan budi daya dari penduduk setempat. Di Papua
ditemukan 20 jenis sagu dan dapat dibagi ke dalam empat kelompok genetik.
Terlepas dari perbedaan jumlah aksesi sagu yang dilaporkan, di Papua ditemukan
berbagai jenis sagu dengan potensi hasil yang berbeda-beda. Penyebaran pohon
sagu terbesar di Papua, baik jenis maupun luasannya, terdapat di Sentani,
Kabupaten Jayapura. Hutan sagu umumnya tumbuh secara alami. Namun sebagian
petani mulai menyadari pentingnya pelestarian hutan sagu sehingga mereka mulai
melakukan kegiatan budi daya. Areal sagu di Provinsi Papua termasuk Papua Barat
yang telah dimanfaatkan baru sekitar 14.000 ha, atau 0,34% dari potensi yang
ada.
Dengan demikian, pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan
alternatif bagi penduduk maupun untuk kebutuhan industri sangat menjanjikan.
Produksi sagu di Papua jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan untuk
konsumsi. Salah satu wilayah pusat pertumbuhan sagu alam di Papua terdapat di
sekitar Danau Sentani Kabupaten Jayapura, dengan luas 4.000−5.000 ha. Pada
wilayah ini ditemukan beberapa aksesi sagu yang memiliki produktivitas tinggi.
Miyazaki (2004) melaporkan, beberapa aksesi sagu di Sentani menghasilkan pati
cukup tinggi.
Sagu dikonsumsi sebagai menu sehari-hari dalam bentuk
papeda basah maupun papeda kering/bungkus. Papeda basah adalah gelatin sagu dan
dikonsumsi dengan dicampur kuah ikan dan sayuran. Papeda kering/bungkus adalah
gelatin sagu yang dibungkus dengan daun fotofe (nama lokal), yaitu sejenis
pisang-pisangan. Pembuatan papeda kering/bungkus biasanya dilakukan apabila
penduduk hendak bepergian seperti berburu, karena lebih tahan disimpan
dibandingkan dengan papeda basah. Pemanfaatan pangan lokal Papua sebagai sumber
pangan alternatif disajikan pada. Pembuatan gelatin sagu dilakukan dengan
mencampur tepung sagu dengan air mendidih sambil diaduk. Perbandingan antara
tepung sagu dan air mendidih adalah 1 : 2, yaitu 1 kg pati sagu ditambahkan
dengan air mendidih 2 liter. Dalam skala industri rumah tangga, terutama di
perkotaan, sagu diolah menjadi aneka kue kering.
GEMBILI
Gembili (Dioscorea sp.), berbagai jenis gembili ditemukan
di kebun petani di Papua. Spesies yang paling banyak adalah D. alata dan D.
esculenta. Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun penduduk
sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan umur
panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan. Gembili dikonsumsi dalam bentuk gembili
rebus atau bakar, meskipun dapat pula diolah menjadi berbagai kue atau kolak
gembili.
(Gambar . Pertumbuhan gembili di Merauke, Papua.)
Gembili belum dikembangkan sebagai industri rumah tangga,
karena selain produksinya terbatas, pengetahuan petani dalam penganekaragaman
produk gembili masih rendah.
Tanaman gembili tersebar di beberapa wilayah Papua,
terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu sub suku Marind
yang mendiami Taman Nasional Wasur mengonsumsi gembili secara turun-temurun
sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum memasuki masa panen
gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan sebagai pangan alternatifnya
adalah sagu dan pisang. Sistem budi daya gembili sudah menyatu dengan kehidupan
masyarakat suku Kanum karena mempunyai nilai budaya yang tinggi, yaitu sebagai
mas kawin serta pelengkap pada upacara adat. Tanpa gembili, suku Kanum tidak
dapat melaksanakan pernikahan.
Dengan demikian, budi daya gembili bagi suku Kanum
merupakan suatu keharusan. Tingginya perhatian masyarakat suku Kanum terhadap
gembili merupakan peluang sekaligus tantangan untuk mengembangkan gembili di
masa mendatang. Masyarakat suku Kanum membudidayakan berbagai kultivar gembili,
menamakan kultivar gembili berdasarkan karakter morfologi umbi. Sistem budi
daya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili dibudidayakan
dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 m. Untuk menjamin
keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam
rumah kecil yang diberi nama keter meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari
bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari
sinar matahari langsung.
JAWAWUT
Jawawut (Setaria italica sp.) Jawawut merupakan sejenis
tanaman serealia yang banyak dijumpai di Biak Numfor, dengan nama lokal pokem
atau gandum Papua. Tanaman ini meliputi lima genera, yaitu Panicum, Setaria,
Echinochloa, Pennisetum, dan Paspalum, semuanya termasuk dalam famili Paniceae.
Jenis jawawut yang ditemukan di Papua termasuk spesies Setaria italica (pokem
ekor macan) dan Pennicetum glaucum (pokem ekor kucing).
(Gambar. Pertumbuhan jawawut pada lahan kering di Biak
Numfor, Papua.)
Dari spesies tersebut ditemukan berbagai warna. Menurut
masyarakat Biak Numfor dalam Rumbrawer (2003), ada lima jenis jawawut yang
dijumpai di Biak Numfor, yaitu pokem vesyek (jawawut cokelat), pokem verik
(jawawut merah), pokem vepyoper (jawawut putih), pokem vepaisem (jawawut
hitam), dan pokem venanyar (jawawut kuning).
Bagi penduduk Biak Numfor, jawawut telah lama
dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok dan komoditas adat. Rumbrawer (2003)
menyatakan bahwa orang Numfor telah berabad-abad menggantungkan hidupnya pada
budi daya jawawut sebagai pangan pokok selain umbi-umbian dan kacang hijau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa orang Numfor adalah penanam, penghasil,
distributor, dan konsumen jawawut maupun kacang hijau sejak dahulu kala. Jawawut
atau gandum Papua memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis gandum lainnya.
Jawawut mengandung karbohidrat lebih tinggi, yakni 74,16% dibanding gandum
(Triticum sp.) yaitu 69%). Ini menunjukkan bahwa jawawut berpotensi sebagai
sumber pangan fungsional, terutama sebagai sumber energi.
Jawawut berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka
memperkuat ketahanan pangan sebagai sumber karbohidrat pengganti beras. Jawawut
memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lain,
seperti dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah termasuk tanah kurang subur,
tahan kekeringan, mudah dibudidayakan, umur panen pendek, dan kegunaannya
beragam. Petani umumnya menanam jawawut dengan sistem tambur benih secara
langsung setelah lahan dibakar. Simanjuntak dan Ondikleuw (2004) melaporkan,
hasil jawawut dengan cara tanam tambur benih secara langsung tanpa pemupukan
lebih rendah dibandingkan dengan cara tanam pindah atau tambur benih secara
larikan.
SUMBER MAKANAN
PENGGANTI BERAS
Kebutuhan beras sebagai bahan pangan pokok terus
mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan penduduk, disamping disamping
ada masyarakat yang semula makanan pokoknya non beras beralih ke beras. Di lain
pihak, lahan sawah terus mengalami penurunan sejalan terjadinya alih fungsi
lahan ke non pertanian seperti untuk perumahan dan industri.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai
sumber karbohidrat perlu dicari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat
alternatif. Pisang sebagai salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai
sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori
yang cukup tinggi.
PISANG
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai
sumber karbohidrat perlu dicari bahan pangan lain sebagai sumber karbohidrat
alternatif. Pisang sebagai salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai
sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori
yang cukup tinggi. Kandungan gizi yang terdapat dalam setiap 100 gr buah pisang
terdiri dari kalori 115 kalori, protein 1,2 gr, lemak 0,4 gr, karbohidrat 26,8
gr, serat 0,4 gr, kalsium 11 mg, posfor 43 mg, besi 1,2 mg, vitamin B 0,1 mg,
vitamin C 2 mg, dan air 70,7 gr. Dengan komposisi tersebut, pisang dapat
digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras khususnya di
daerah-daerah yang sering mengalami rawan pangan. Di beberapa daerah masyarakat
mengkonsumsi pisang sebagai pengganti makanan pokok seperti di Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Disamping itu pisang memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan komoditas lain yaitu :
1. Pisang dapat diusahakan pada berbagai type
agroekosistem yang tersebar di seluruh nusantara.
2. Permintaan pasar cukup besar dan produksinya tersedia
merata sepanjang tahun.
3. Memiliki bermacam varietas dengan berbagai kecocokan
penggunaan.
4. Usahatani pisang mampu memberikan hasil waktu yang
relatif singkat (1 – 2 tahun).
Disamping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
penghijauan dan konservasi lahan karena tanaman pisang sangat baik dalam
menahan air. Pisang sebagai salah satu komoditas unggulan saat ini masih tetap
merupakan kontributor utama (34,5%) terhadap produksi buah nasional. Sejak
tahun 2002 – 2006 produksi pisang cenderung mengalami peningkatan dengan
rata-rata 4,3% pertahun. Produksi pisang pada tahun 2002 sebesar 4.384.384 ton
naik menjadi 5.321.538 ton pada tahun 2006 (angka prognosa) dengan
produktivitas dari 58,65 ton/ha menjadi 49,45 ton/ha.
Dengan cakupan sebaran sentar produksi yang sangat luas,
maka lahan yang belum dimanfaatkan dan dapat digunakan sebagai areal penumbuhan
sentra produksi pisang masih tersedia sangat luas. Tujuannya, yaitu;
mengembangkan pisang sebagai sumber karbohidrat alternatif bagi keluarga dalam
rangka diversifikasi pangan disamping sebagai sumber vitamin, terutama vitamin
A dan C, mineral, kalsium dan zat mikro lainnya yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia.
SUKUN
Sukun (Artocarpus altilis), ditengah kelangkaan pangan
dewasa ini, maka buah sukun dapat merupakan alternatif sumber karbohidrat,
disamping itu salah satu komoditas buah yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi karena dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan sebagai alternatif
pangan pengganti beras. Pada daerah tertentu umumnya tanaman sukun ditanam pada
lahan-lahan pekarangan rumah dengan pemilikan pohon antara 1-5 pohon per
keluarga.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia,
maka permintaan terhadap pangan terutama beras, terus meningkat. Padahal
sebagaimana dimaklumi upaya peningkatan produksi beras di tanah air tidak mudah
untuk dilakukan karena sudah mengalami kejenuhan. Oleh karena itu, perlu adanya
terobosan mencari bahan pangan alternatif pengganti beras. Salah satu bahan
pangan yang direkomendasikan sebagai subsitusi beras adalah buah sukun karena
mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari setiap 100
gram buah sukun segar mengandung 27,12 gram karbohidrat, 108 kalori, 17 mg
kalsium, 29 mg vitamin-C, dan 490 mg kalium. Sedangkan dari setiap 100 gram
sukun tua yang diolah menjadi tepung bisa menghasilkan energi sebanyak 302
kalori dan karbohidrat 78,9 gram. Dari kandungan kalori dan karbohidrat yang
dihasilkan mendekati kandungan yang dimiliki beras yaitu 360 kalori dengan
karbohidrat 78,9 gram.
. Sentra produksi sukun terbesar adalah Propinsi Jawa
Barat sebesar 14.252 ton, Jawa Tengah sebanyak 13.063 ton, , Jawa Timur sebesar
6.400 ton, D.I Yogyakarta sebesar 6.577 ton, Kalimantan Timur sebesar 5.744
ton, Sumatera Selatan 4.321 ton, Lampung sebesar 3.458 ton, Sulawesi Selatan
3.266 ton, Nusa Tenggara Timur sebesar 1.156 ton, dan Jambi sebesar 1.921 ton.
Prospek agribisnis sukun masa mendatang sangat
menjanjikan karena tanaman sukun tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus
dan dapat tumbuh subur pada kondisi ekologi yang beragam. Tanaman sukun dapat
tumbuh pada pada dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl, tumbuh baik pada
tanah liat berpasir. Tanaman sukun berproduksi setelah berumur 3–5 tahun
setelah ditanam, dan dapat dipanen dua kali setahun. Panen pertama disebut
dengan panen raya terjadi pada musim hujan yang jatuh pada bulan
Januari-Februari, sedangkan panen kedua atau panen susulan pada musim kemarau
jatuh pada bulan Juni-Juli.
Sejauh ini sukun lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk
pangan goreng-gorengan (keripik) namun, melihat potensi dan peluang
pengembangan sukun yang demikian besar serta banyaknya manfaat yang dapat
diperoleh dari tanaman dan buah sukun, maka sudah saatnya dicanangkan gerakan pemanfaatan
buah sukun sebagai pengganti beras. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan
adalah dengan mengembangkan teknologi pengolahan pangan dari sukun, sehingga
dapat menyajikan buah sukun dan hasil olahannya dalam menu makanan sehari –
hari.
UBI ALABIO
Ubi Alabio merupakan sumber karbohidrat potensial yang
dapat dijadikan bahan pangan alternatif untuk mengurangi konsumsi beras terus
meningkat. Di samping sebagai bahan pokok, Ubi Alabio juga berpotensi dijadikan
sebagai bahan industri rumah tangga (industri kecil) hingga industri besar.
Alabio mungkin lebih dikenal sebagai nama ternak itik. Namun di Kalimantan
Selatan, Alabio merupakan nama sejenis ubi lahan rawa. Masyarakat awam
mengenalnya dengan sebutan ubi kelapa (Dioscorea alata L). Ubi Alabio, tanaman
perdu merambat hingga mencapai 3-10 m, memiliki bentuk bulat dan bercabang,
serta berwarna merah, ungu atau putih.
Biasanya masyarakat mengkonsumsi Ubi Alabio dengan cara
dikukus atau direbus, dan digoreng. Ada pula yng mengolahnya menjadi sejenis
makanan ala pizza, yang disebut “lempeng”. Umbi yang berbentuk bulat dan
bercabang ini memiliki warna merah, ungu atau putih. Sebagai bahan pangan, ubi
alabio komposisinya cukup memadai. Selain sebagai sumber karbohidrat, juga
mengandung Pati, protein, serat, bahkan gula.
Disamping dapat dikonsumsi melalui cara direbus dan
digoreng, Ubi Alabio dapat diolah menjadi kripik. Tidak jauh berbeda seperti
pembuatan kripik lainnya. Pembuatan kripik ini dapat dilakukan dengan
sederhana, yaitu dikupas, diiris dan digoreng. Dapat juga setelah diiris
dikukus lima menit, kemudian dijemur lalu dikeringanginkan agar tahan disimpan,
baru kemudian digoreng. Untuk produk setengah jadi, Ubi Alabio dapat diolah
menjadi sawut, berbentuk serpihan kering dengan kadar air sekitar 10%, sehingga
tahan disimpan. Penggunaannya mudah. Cukup disiram dengan air panas, diaduk,
kemudian dikukus sekitar 15 menit sampai lunak. Sawut dapat dikonsumsi pula
dengan sayur dan lauk, atau dicampur dengan larutan gula merah. Sedangkan untuk
pembuatan tepung adalah dengan cara menggiling sawut ubi yang berbentuk
serpihan kering. Ubi ini juga berpotensi sebagai bahan baku industri seperti
pati, roti, dan alkohol. Bahkan ubi alabio merah dapat dibuat sebagai bahan
baku es krim.
Ubi Alabio dibudidayakan di lahan lebak dengan pola
monokultur atau dapat ditumpangsarikan dengan tanaman jagung, cabe dan terong.
Jenis ubi ini menuntut lahan yang gembur dan tidak terendam dengan air.
Sehingga sebaiknya penanamannya dilakukan pada guludan atau surjan dan disaat
air surut di musim kemarau. Bibit ubi berasal dari ubi yang dipotong-potong
dari semua bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung. Makin besar potongan, maka
makin besar pula hasil ubi. Bibit disemai pada persemaian dan jika telah muncul
tunas, baru ditanam di lahan. Umur panen sejak usia tanam adalah 5 bulan,
ketika daun dan batang sudah mengering. Biasanya musim tanam antara bulan
Mei-Juli dan panen pada bulan Oktober-Desember. Ubi Alabio sampai saat ini
masih dibudidayakan secara tradisional sehingga hasilnya masih tergolong rendah
yaitu berkisar 12-28 ton/ha. Padahal bila dibudidayakan dengan menerapkan
teknologi usahatani, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit yang tepat,
potensi hasil dapat mencapai 40-50 ton/ha.
UBI JALAR
Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari
bahan baku lokal, agar biaya transportasinya dapat ditekan. Saat ini,
masyarakat Indonesia yang hidup di daerah tropis dimana gandum sulit bisa
tumbuh, menjadi pemakan mie dari gandum terbesar setelah RRC. Sebenarnya begitu
banyak jenis umbi-umbian lainnya selain gandum yang bisa tumbuh dengan baik di
Indonesia. Ubijalar merupakan salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi
sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk
pengganti beras sebagai sumber karbohidrat.
Pilihan untuk mensosialisasikan ubi jalar, bukan pilihan
tanpa alasan. (1) mempunyai produktivitas yang tinggi, sehingga menguntungkan
untuk diusahakan. (2) mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan
(prebiotik, serat makanan dan antioksidan), serta (3) potensi penggunaannya
cukup luas dan cocok untuk sumber alternatif pengganti beras. Produktivitas ubi
jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan
masa panen 4 bulan dapat berproduksi lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari
bibit, sifat tanah dan pemeliharaannya. Walaupun saat ini rata-rata
produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ ha. Tetapi masih lebih
besar, jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (+/-4.5 ton/ha) atau ubi
kayu (+/-8 ton/ha), padahal masa panen lebih lama dari masa panen ubi jalar.
Penelitian mengenai ubi jalar pun kini semakin banyak dan
berkembang, karena mempunyai kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan.
Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index
(LGI, 54), artinya komoditi ini sangat cocok.
JAGUNG
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang
strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras
(Purwanto,2006). Senada dengan hal tersebut Zubachtirodin et al (2006) juga
menambahkan dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang terbesar kedua
setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Jagung juga merupakan tanaman yang
relatif lebih tahan terhadap kekurangan air daripada padi sehingga penanamannya
dapat dilakukan setelah penanaman padi, yaitu pada musim kemarau.
Makanan pokok alternantif warga Madura, Nusa Tenggara
bahkan juga warga Amerika Serikat ini juga kaya akan gizi. Tak heran bonggol
berambut merah ini juga diminati anak-anak. Kandungan gizi dalam tiap biji
jagung adalah: energi 150 kal, protein 1,6 g, lemak 0,6 g, kalsium 11 mg, dan
karbohidrat 11,40 g.
Jagung memiliki potensi besar sebagai alternatif makanan
pokok selain beras. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumberdaya terutama
lahan irigasi yang menjadi permasalahan pada produksi beras, relatif tidak
terjadi pada jagung. Jagung dapat ditanam setelah masa penanaman padi yaitu
pada musim kemarau sehingga produksi makanan pokok tetap berlangsung. Selain
itu bila dilihat dari kandungan nutrisinya, jagung juga merupakan sumber
karbohidrat yang baik.
Diversifikasi makanan pokok dengan jagung sebagai
alternatif selain beras, harus diikuti dengan perancangan olahan jagung untuk
meningkatkan penerimaan konsumen. Produk olahan yang sekiranya dapat mencakup
beberapa aspek diatas adalah beras jagung.
Nasi jagung telah lama dikenal oleh masyarakat namun
karena proses preparasi dari bentuk jagung pipil hingga nasi yang lama,
meliputi proses penumbukan berulang serta penjemuran, maka penerimaannya
sebagai bahan pangan pokok lebih rendah daripada nasi biasa. Rasa nasi jagung,
serperti halnya nasi dari beras, dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Makin
rendah kandungan amilosa, rasa nasi jagung menjadi semakin pulen. Pati jagung
normal mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa. Dengan kadar amilosa
tersebut diharapkan nasi yang terbentuk dari beras jagung masih bersifat pulen
dan tidak keras saat dingin karena kadar amilosa yang tidak terlalu tinggi.
Pengolahan jagung menjadi beras jagung menciptakan
alternatif makanan pokok selain beras dengan sifat organoleptis yang hampir
sama, rasa yang netral, dan waktu preparasi yang sama dengan nasi dari beras.
Didukung dengan keunggulan kandungan nutrisi serta keinginan masyarakat untuk
mencoba mengkonsumsi makanan yang baru, beras jagung memiliki potensi yang baik
sebagai alternatif makanan pokok selain beras. Dengan demikian diharapkan beras
jagung dapat mensukseskan program diversifikasi pangan pemerintah dan
mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap beras sehingga menciptakan
swasembada pangan dan ketahanan pangan dapat terwujud.
KETELA POHON
Nasi Uleng sebagai Makanan Pokok; Gaplek: Pilihan
Pengganti Beras yang EkonomisNasi uleng merupakan salah satu bentuk olahan
tiwul dan biasa dikonsumsi di Wonogiri. Bahan dasar tiwul adalah gaplek atau
ketela pohon yang dikeringkan setelah kulitnya dihilangkan. Nasi uleng harganya
relatif murah sehingga membiasakan mengkonsumsi nasi uleng berarti penghematan.
Gaplek adalah makanan pokok pengganti nasi (terutama di
daerah Banjarnegara-Jawa Tengah), terbuat dari ketela pohon yang diolah secara
tradisional sampai terbentuk butiran-butiran kecil seperti beras, dan disimpan
sebagai cadangan paceklik.