Thursday, September 8, 2011

YANG PENTING SEMANGAT

YOGYAKARTA – Suyatno (63) memarkir becaknya di belakang Grha Sabha Pramana. Setelah itu dia mengembok becaknya dengan sebuah rantai. Tidak lama kemudian dia mengambil sebuah bungkusan plastik warna hijau yang tersimpan dibelakang kursi sandaran becaknya. Dia bergegas mencari sudut gedung, membuka isi tas plastik itu. Sebuah baju batik warna coklat yang terlipat rapi. “Sebelum pakai batik, saya lap dulu keringat saya, banyak sekali,” kata Suyatno sebelum naik ke lantai dua tempat berlangsung sebuah acara.
Suyatno datang ke kampus UGM dalam rangka menghadiri undangan pertemuan orang tua mahasiswa baru, Kamis (8/9). Ia datang bukan sebagai orang tua mahasiswa baru, namun sebagai undangan khusus. Orang tua yang dinilai berhasil menguliahkan anaknya hingga lulus jadi dokter di Fakultas Kedokteran UGM.
Pria yang sehari-hari menetap di Terban, Kota Yogyakarta ini memiliki empat orang anak. Namun hanya anaknya yang paling bungsu, Agung Bhaktiyar, satu-satunya bisa mengenyam bangku kuliah. Bahkan sudah dilantik jadi dokter pertengahan 2011 lalu.
Suyatno bercerita, bila sang anak tidak pernah memberitahu jika dirinya sudah mendaftar tes masuk UGM tahun 2005. Setelah dinyatakan lulus, barulah ia diberitahu. Saat itu, Suyatno sempat kaget dan terdiam. Tidak menyangka jika anaknya bisa lulus FK UGM. Dia hanya mengiyakan akan mendukung keinginan anaknya tersebut. Meski sebenarnya, Suyatno sendiri masih ragu apakah ia mampu mengulihakan anaknya sampai selesai. Keraguan itu tidak ia utarakan. “Bapak akan berusaha, sampai kamu bisa selesai kuliah, Nak,” ujarnya kala itu membesarkan hati sang anak.
Agung pun mafhum dengan kondisi kelurganya. Ia pun tidak pernah memaksa orang tuanya untuk memenuhi keinginannya. Karena sejak kecil Suyatno sudah membiasakan anak-naknya untuk hidup sederhana. Bahkan untuk beli baju seragam dan sepatu sekolah, Suyatno selalu membelikan yang serba bekas. Suyatno juga tidak bisa berbuat banyak. Dari uang menarik becak, Suyatno hanya bisa membawa pulang uang sebesar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per hari. Istrinya, Saniyem, membantunya menopang ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan di pasar Terban. Kendati demikian, Suyatno dan Saniyem selalu tetap optimis dan berdoa agar suatu saat anaknya bisa mendapatkan nasib yang lebih baik. “Dulu saya berangan-angan, paling tidak bisa melebihi saya,” kata pria yang hanya tamatan pendidikan Sekolah Rakyat ini.
Dalam perjalanannya, Suyatno tidak merisaukan biaya kuliah yang harus ditanggungnya selama 6 tahun di FK UGM. Karena Agung mendapat bantuan beasiswa dari UGM. “Tapi kalo untuk fotokopi dan uang saku dia tetap minta ke saya. Kalo tidak ada, tetap apa adanya,” ujarnya.
Pengalaman Suyatno dalam menguliahkan anaknya hingga lulus jadi dokter ini disampaikan dihadapan 3.717 orang tua mahasiswa baru yang hadir di Graha Sabha Pramana. Kisahnya, membuat beberapa orang tua jadi terharu. Namun tidak sedikit juga yang merasa tergugah. Yang jelas, testimoni yang disampaikan Suyatno, membuktikan bahwa anak penarik becak pun ternyata bisa menguliahkan anaknya di UGM. Jadi dokter, lagi! (Humas UGM/Gusti Grehenson)

note : jangan loyo , dengan lebih gagah setidaknya harus diikuti jejak agung yang cerdas dan sederhana ............ternyata bisa juga kalau kita niat dan cerdas ( baca blog ini nggak usah kemana mana ) pasti bisa dah hahaha

Tuesday, September 6, 2011

THEORI BEHAVIORISTIK DAN KONTRUKSIVISTIK

  • Dua aliran psikologi yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pembelajaran dewasa ini adalah aliran behavioristik dan kognitif.
  • Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang nampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran kognitif lebih menekankan pada pembentukan perilaku internal yang sangat mempengaruhi perilaku yang nampak tersebut.
  • Teori behavioristik dengan model hubungan Stimulus-Responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
  • Respon (perilaku) tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill (pembiasaan) semata.
  • Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
  • Hubungan S-R, individu pasif, perilaku yang nampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement, dan hukuman merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik.
  • Teori ini hingga sekarang sedang merajai praktek pembelajaran.
  • Buktinya nampak jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain,
  • Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi, yaitu pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) yang disertai dengan reinforcement atau hukuman.
  • Aliran kognitif berupaya mendeskripsikan apa yang terjadi dalam diri seseorang ketika ia belajar. Teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru dengan jalan mengaitkannya dengan struktur informasi yang telah dimiliki. Belajar terjadi lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktifan mahasiswa menjadi unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Kini teori ini diakui memiliki kekuatan yang dapat melengkapi kelemahan dari teori behavioristik bila diterapkan dalam pembelajaran. Munculnya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), keterampilan proses, dan penekanan pada berpikir produktif merupakan bukti bahwa teori kognitif telah merambah praktek pembelajaran. Namun operasionalisasi dari teori ini nampak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan teori bahavioristik.
  • Bahasan singkat ini berupaya mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan teori-teori ini dalam mengembangkan strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi, terutama dalam menata lingkungan belajar agar muncul prakarsa belajar dalam diri mahasiswa. Juga tentang unsur apa yang terpenting yang perlu ada dalam lingkungan belajar mahasiswa. Semuanya diarahkan agar mahasiswa dapat belajar dengan caranya yang terbaik sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.

Pembelajaran Behavioristik vs. Konstruktivistik

  • Pemecahan masalah-masalah belajar dan pembelajaran dewasa ini nampak sekali bertumpu pada paradigma keteraturan sebagai lawan dari paradigma kesemrawutan. Belajar dan pembelajaran, di Perguruan Tinggi, nampak sekali didesain dengan menggunakan pendekatan keteraturan. Suatu pendekatan yang hingga kini diyakini sangat sahih oleh dosen. Kajian ini mencoba melakukan pembedahan landasan konseptual dan teoretik paradigma keteraturan sekaligus dibandingkan dengan paradigma alternatifnya, yaitu kesemrawutan. Ini sangat urgen dilakukan dalam upaya untuk mencari pendekatan pemecahan masalah belajar dan pembelajaran yang lebih cocok di era yang telah berubah. Persoalan-persoalan, dan preskripsi pemecahannya juga dicoba untuk dideskripsikan meskipun masih terbatas pada tataran konsep, prosedur, dan prinsip. Artinya, belum menyentuh tataran operasional.
  • Bagian awal dari kajian akan mencoba membuat perbandingan teori dan konsep yang melandasi paradigma keteraturan dan kesemrawutan untuk memecahkan masalah-masalah belajar dan pembelajaran. Paradigma keteraturan dilandasi oleh teori dan konsep behavioristik, sedangkan paradigma kesemrawutan dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik (Brooks dan Brooks, 1993; Marzano, Pickering, dan McTighe, 1993). Kajian ini mencoba mengungkap perbedaan pandangan kedua teori ini mengenai belajar, pembelajaran, penataan latar belajar, tujuan dan strategi pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.

Analisis Komparatif Pandangan Behavioristik & Konstruktivistik

Belajar dan pembelajaran Pandangan teori behavioristik dibandingkan dengan konstruktivistik tentang belajar dan pembelajaran

Catatan dalam ACARA PLPG juli 2011 di jakarta

Support web ini

BEST ARTIKEL