Friday, September 30, 2011

KUSTA - SAMPAR - MORBUS HANSEN

  • Penyakit lepra (kusta) ditularkan oleh penderita lepra setelah hubungan erat dan lama.
  • Biasanya penularan terjadi dalam masa kanak-kanak, akan tetapi mas latennya sangat lama , masa inkubasinya bervariasi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun
  • Infeksi laten menjadi nyata atau penyakitnya menjadi lebih jelas oleh faktor-faktor yang menjadi daya tahan penderita, seperti purbertas , kehamilan, dan 6 bulan pertama setelah kelahiran , karena itu penderita sebaiknya tidak menjadi hamil.
  • Dalam penanganan lepra dalam kehamilan yang penting ialah pencegahan anak terhadap infeksi.
  • MH (Kusta atau Lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae
  • Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi (Primer), kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf pusat.
  • Kelainan saraf tepi bisa berupa sensorik, motorik dan autonomik.
  1. Sensorik : hipoestesi dan anestesi pada kulit yang terserang
  2. Motorik : kelemahan otot, biasanya di ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot mata
  3. Otonomik : yang diserang persarafan kelenjar keringat jadi kulit yang terkena biasanya kering
  • IKuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan kulit yang tidak intak atau tidak utuh.
  • Sumber penularannya adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (Tipe Multibasiler) yang belum diobati.
  • Dan ada syaratnya yaitu Prolonged contact dan intimate.
  • Artinya bisa menular jika terdapat kontak yang lama dan intim.
  • Misal dalam satu anggota keluarga, pergaulan sehari-hari, dsb.
Tanda utama cardinal sign WHO :
  • Bercak kulit mati rasa
  • Penebalan saraf tepi dengan anestesi
  • Kuman tahan asam (slit skin smear)
  • Mycobacterium dapat dijumpai dalam plasenta dan tali pusat.
  • Walaupun demikian, seperti halnya dengan tuberculosis, infeksi kongenital sangat jarang.
  • Penderita lepra yang hamil, bahwa bayi yang dilahirkan lebih sering mengalami pertumbuhan janin yang terhambat dan plasentanyapun berukuran lebih kecil dari normal.
  • Pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut mengalami keterlambatan pula.
  • Keadaan ini mungkin disebabkan oleh status imunitas yang rendah pada ibu. Bila seorang ibu mengalami infeksi lepra, pemisahan anak-anak dari ibunya sejak kelahiran sangat dianjurkan, sampai ibunya sembuh benar.
  • Apabila tidak, maka 25 % kemungkinan anaknya menderita lepra.
  • Pengobatan memerlukan waktu yang sangat lama (sampai beberapa tahun).
  • Sekarang diberikan dengan obat-obat sulfa (diaminodietilsulfon), juga dalam kehamilan.
  • Berdasarkan penelitian diketahui pula bahwa ibu yang menderita lepra dan mendapat poengobatan sulfa, dapat kontak dengan bayinya pada saat menyusui saja. Dengan cara ini penularan tidak akan terjadi.

TOXOPLASMA DISEASE - SOLUSINYA

TOKSOPLASMOSIS

Pengertiannya

  • Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang telah diketahui dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil.
  • Infeksi toksoplasma dapat bersifat tunggal atau dalam kombinasi dengan infeksi lain dari golongan TORSH-KM.

Sumber penularannya adalah kotoran hewan berbulu, terutama kucing.

Cara penularan-nya pada manusia melalui:

  1. Makanan dan sayuran/buah-buahan yang tercemar kotoran hewan berbulu (kucing).
  2. Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi.
  3. Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi toksoplasma.
  4. Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya. Toksoplasma pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, lahir prematur, lahir mati, lahir cacat atau infeksi toksoplasma bawaan. Bilamana ibu hamil terkena infeksi tokso-plasma maka risiko terjadinya toksoplasmosis bawaan pada bayi yang dikandungnya berkisar antara 30-40%.
  • Infeksi toksoplasma bawaan ini dapat mengakibatkan anak yang dilahirkan mengalami kerusakan mata, perkapuran otak, dan keterbelakangan mental, namun seringkali gejala ini tidak terlihat pada bayi yang baru lahir (neonatus).
  • Beberapa faktor yang mungkin berperan atas munculnya gejala adalah fungsi plasenta sebagai sawar (barrier), status kekebalan (imunitas) ibu hamil, dan umur kehamilan ketika terjadinya infeksi pada ibu.
  • Makin besar umur kehamilan ketika terjadinya infeksi, makin besar pula kemungkinan terjadinya infeksi toksoplasma bawaan pada janin.
  • Pada pihak lain, makin dini terjadinya infeksi pada janin, makin berat kerusakan (kelainan) yang dapat terjadi pada janin dan makin besar kemungkinan abortus.

Siklus hidup parasit toksoplasma

Toxoplasma gondii tersebar luas di alam pada manusia maupun hewan dan merupakan salah satu penyebab infeksi yang paling sering terjadi pada manusia di seluruh dunia.

Parasit ini adalah suatu protozoa yang tergolong Coccidia, dan mempunyai 3 (tiga) bentuk:

  1. Ookista (bentuk resisten yang berada di lingkungan luar).
  2. Trofozoit (bentuk vegetatif dan proliferatif).
  3. Kista (bentuk resisten yang berada di dalam tubuh manusia dan hewan).
  • Toxoplasma berkembang-biak di usus hewan berbulu khususnya kucing, menghasilkan keluarnya ookista bersama tinja kucing.
  • Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu.
  • Ookista membentuk sporozoit dalam 1 sampai 3 hari dan tetap infektif selama berbulan-bulan sampai setahun di dalam tanah lembab dan panas, yang tidak kena sinar matahari.
  • Tanah yang tercemar kotoran hewan (ku-cing) menyebabkan infeksi pada tikus dan burung, yang kemudian akan menyebabkan reinfeksi kembali pada kucing.
  • Dengan cara ini daur hidup parasit ini sudah lengkap. Anak-anak juga dapat terinfeksi karena bermain di tanah yang tercemar kotoran kucing.
  • Tanah juga merupakan sumber infeksi untuk herbivora seperti kambing, domba, babi dan ternak. Karena infeksi pada kebanyakan hewan menetap secara menahun, maka daging yang mentah atau setengah matang menjadi sumber infeksi untuk manusia dan hewan karnivora.

Gejala dan wujud klinis toksoplasmosis

  • Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi.
  • Tetapi sekali terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya.
  • Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam.
  • Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang.
  • Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalahdemam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis.
  • Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa.
  • Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sen-tralnya akan terganggu.
  • Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun, penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian.
  • Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis: hidrosefalus, mikrose-falus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran (kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala.
  • Selain itu tampak pula gangguan penglihatan: mikroftalmi, katarak, re-tinokoroiditis; juga gangguan pendengaran, dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak diketahui sebabnya.

Pengobatan

  • Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat).
  • Penderita toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan.
  • Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena dapat mengakibatkan kematian.
  • Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3 gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan di atas 16 minggu.
  • Pada bayi yang menderita toksoplasma bawaan baik bergejala atau tidak, sebaiknya diberikan pengobatan untuk menghindari kelainan lanjutan.
Obat-obatan yang digunakan untuk TOKSOPLASMOSIS adalah:
  • Pirimetamin 2 mg/kg selama dua hari, kemudian 1 mg/kg/hari selama 2-6 bulan, dikikuti dengan 1 mg/kg/hari 3 kali seminggu, ditambah
  • Sulfadiazin atau trisulfa 100 mg/kg/hari yang terbagi dalam dua dosis, ditambah lagi
Asam folinat 5 mg/dua hari, atau dengan pengobatan kombinasi:
  • Spiramisin dosis 100 mg/kg/hari dibagi 3 dosis, selang-seling setiap bulan dengan pirimetamin,
  • Prednison 1 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis sampai ada perbaikan korioreti-nitis. Perlu dilakukan pemeriksaan serologis ulangan untuk menentukan apakah pengobatan masih perlu diteruskan.
  • Sebagai strategi baru untuk menanggulangi masalah infeksi toksoplasma yang bersifat persisten ini, digunakan kombinasi imunoterapi dan pengobatan zat antimikroba.
  • Cacat imunologi seluler diobati dengan imunomodulator (Isoprinosine atau levamisol), sedangkan infeksinya dikendalikan dengan pemberian spiramisin.
  • Kombinasi pengobatan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi pende-rita dengan meningkatkan reaksi imunologik selulernya dan sekaligus mengendali-kan infeksi toksoplasmanya.
DESKRIPSI
  • Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Infeksi ditularkan lewat or­ganisme berkista dengan memakan daging mentah atau kurang matang, dan terinfeksi protozoa tersebut atau lewat kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi, atau infeksi ini dapat terjadi secara kongenital melalui penularan trans­plasenta.

Patogenesis

  • Imunitas maternal tampaknya memberikan perlindungan terhadap penularan transplasental parasit tersebut; dengan demikian, agar terjadi toksoplasmosis kongenital, ibu harus mendapatkan infeksi tersebut selama kehamilannya. Sekitar sepertiga dari para wanita di Amerika Serikat, mendapatkan antibodi pelindung sebelum hamil dan kadar antibodi ini lebih tinggi di antara wanita yang memelihara kucing seba­gai binatang kesayangan.
  • Keluhan mudah lelab, nyeri otot dan kadangkala limfadenopati ditemukan pada ibu yang terinfeksi, namun in­feksi maternal tersebut paling sering terjadi secara subkli­nis. Infeksi pada kehamilan dapat mcnyebabkan abortus atau mengakibatkan bayi lahir-hidup dengan gejala penya­kit tersebut. Risiko terjadinya infeksi meningkat menurut lamanya kehamilan dan kurang-lebih 15,30 serta 60 persen dalam trimester pertama, kedua dan ketiga
  • Virulensi infeksi janin lebih besar kalau infeksi maternal didapat secara awal dalam kehamilan-untungnya keadaan ini jarang terjadi. Kurang dari sepuluh persen neonatus dengan toksoplasmosis kongenital memperlihatkan tanda­ tanda sakit secara klinis pada scat lahir. Bayi yang terkena biasanya mcmperlihatkan tanda-tanda penyakit yang menyeluruh dengan berat badan lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Sebagian bayi terutama men­derita penyakit neurologi dengan konvulsi, kalsifikasi in­trakranial dan hidrosefalus atau mikrosefalus. Kedua kelompok bayi tersebut pada akhirnya akan mengalami korioretinitis.

Diagnosis

  • Tes yang paling membantu untuk menegakkan diagnosis ini adalah Sabin- fieldman dye tes dan IgM- IFA ( IgM indirect fluorosence antibody tes).
  • Sabin- fieldman tes ini dilakukan pada akut infeksi frekuensi 2 bulan untuk mencapai kadar maksimum yaitu lebih dari 300 IU/ml atau bahkan lebih dari 3000 IU/ml. Titer yang tinggi didapatkan untuk beberapa bulan atau tahun. Titer yang rendah didapatkan sepanjang hidup.
Pedoman untuk interpretasi adalah:
  • Bila dye tes ini negatip tidak imun dan resiko pada kehamilaya.
  • Bila dye tes positip perlu dilakukan segera tes IgM- IFA dan bila Tes IgM- IFA hasilnya negatip, pasen sudah terinfeksi sebelum masa kehamilan.
  • Jika dye tes dibawah 300 IU/ml dan IgM-IFA positip, dye tes harus diulang 3 minggu kemudian. Jika ada peningkatan titer artinya pasen terinfeksi dua bilan sebelumnya dan kemungkinan terjadinya infeksi kongenital.
  • Jika dye tes diatas 300 IU/ml dan IgM- IFA positip kemungkinan besar ibu menderita toksoplasma aktif dan janin kemungkinan terinfeksi.
Infeksi kongenital didiagnosa dari :
  1. Didapatkan toksoplasma dari cairan amnion dan darah janin.
  2. Ditemukan IgM antibodi spesifik dan gamma glutamiltransferase dalam darah bayi setelah 22 minggu.

Support web ini

BEST ARTIKEL