Thursday, April 14, 2016

NON SPECIFIK COUNTER ATTACK

Sistem Imun Nonspesifik
Sistem imun nonspesifik adalah sistem imun bawaan (sudah ada) yang secara nonselektif memperthankan tubuh dari benda asing allien atau materi abnormal apapun jenisnya, bahkan meskipun baru pertama kali terpapar.

Respon ini merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai ancaman, termasuk agen infeksi iritan kimiawi, dan cedera jaringan akibat trauma mekanis atau luka bakar. Mudahnya Pertahanan ini dilakukan oleh pion pion dalam permainan catur atau Satpol PP karena sifatnya untuk identifikasi masalah dan deskripsi Alliennya

Komponen-komponen sistem imun bawaan selalu berada dalam keadaan siaga, siap melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan yang terbatas dan relatif “kasar” terhadap semua dan semua penyerang. Karena tubuh kita benar benar harus tegas terhadap kontaminan , antigen agar tidak seluruh sel tubuh terganggu. maka sayangilah tubuhmu dengan begitu hebatnya Counter attack membela kamu ini kok kamu harus bunuh diri segala untuk menghadapi suatu masalah.

Dari berbagai sel efektor imun, Neotrofil dan Makrofag yang merupakan Reinkarnasi Monosit keduanya adalah spesialis fagositik sangat penting dalaam pertahanan bawaan. maka Neutrofil kita berjumlah paling besar dari teman temannya hampir 70 % dari LyMBEN isinya Neutrofil OK

Berbagai respon imun nonspesifik diaktifkan sebagai tanggapan terhadap pola molekuler generik yang berkaitan dengan agen yang mengancam, misalnya karbohidrat yang biasanya ada di dinding sel bakteri tetapi tidak ditemukan di sel manusia. 


Sel-sel fagositik dipenuhi oleh protein membran plasma dinamai toll-like receptors (TLR). 
TLR dijuluki “mata sistem imun bawaan”. Karena sensor imun ini mengenali dan mengikat penanda-penanda di bakteri sehingga sel efektor sistem imun bawaan “melihat” patogen sebagai suatu yang berada dari sel “diri”. 
Saat TLR mengenali patogen maka TLR memicu fagosit untuk menelan dan menghancurkan mikroorganisme infeksius tersebut. 
Selain itu pengaktifan TLR memicu sel fagositik mengeluarkan bahan-bahan kimia yang sebagian berperan dalam peradangan.



TLR menghubungkan sistem imun bawaan dan adaptif, karena bahaan-bahan kimia lain yang dikeluarkan oleh fagosit penting untuk merekrut sel-sel sistem imun adaptif. Selain itu, partikel asing secara sengaja ditandai agar dapat ditelan oleh fagosit yaitu dengan melapisinya dengan anti bodi yang dihasilkan oleh sel B sistem imun adaptif.

Pertahan imunitas bawaan (nonspesifik) mencakup :

  1. Peradangan, suatu respon nonspesifik terhadap cedera jaringan dimana spesialis-spesialis fagositik – neutrofil dan makrofag – berperan besar, bersama dengan asupan suportif dari tipe sel imun lain.
  2. Interveron, sekelompok protein yang secara nonspesifik mempertahankan sel dari inveksi virus.
  3. Natural killer kells, suatu kelompok khusus sel mirip limfosit yang secara spontan dan non spesifik melisiskan atau memecahkan dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel kanker.
  4. Sistem komplemen, sekelompok pritein plasma inaktif yang jika diaktifkan secara berurutan, akan merusak sel-sel asing dengan menyerang membran plasmanya.
Fisiologi sistem imun nonspesifik
  • Emigrasi leokosit dari darah. Leokosit berimigrasi dari darah ke dalam jaringan dengan berperilaku seperti amuba dan menyelinap melalui pori-pori kapiler, suatu proses yang dinamai diapedesis.
  • Salah satu molekul komplemen aktif, C3b, mengaktifkan se lasing, misalnya bakteri, ke sel fagositik dengan mengikat secara spesifik reseptor di fagosit. Ikatan ini memastikan bahwa korban tidak lolos sebelum dapat ditelan oleh fagosit.
  • Manifestasi dan hasil akhir peradangan.
  • Mekanisme kerja interferon dalam dalam mencegah replikasi virus. Interveron, yang dikeluarkan dari sel yang terinfeksi virus, berikatan dengan sel pejamu yang belum terinfeksi dan menginduksi sel-sel tersebut untuk menghasilkan enzim-enzim inaktif yang mampu menghambat replikasi virus. Enzim inaktif ini diaktifkan hanya jika suatu virus kemudian memasuki sel-sel yang telah bersiap ini.
  • Membrane attack complex (MAC) sistem komplemen. Protein-protein komplemen (C5, C6, C7, C8, dan sejumlah C9)yang telah diaktifkan menyatu untuk membentuk saluran mirip pori di membrane plasma sel sasaran. Kebocoran yang terjadi kemudian menghancurkan sel.

Cakupan pertahanan imunitas non spesifik (bawaan) :

1. Peradangan


Peradangan adalah respons nonspesifik terhadap invasi asing atau kerusakan jaringan. Tujuan akhir peradangan adalah membawa fagosit dan protein plasma ke tempat invasi atau kerusakan untuk :
a. Menigsolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan penyerang.
b. Membersihkan debris
c. Mempersiapkan proses penyembuhan dan perbaikan.

Pertahanan magrofag jaringan residen

Ketika bakteri masuk melalui kerusakan di sawar eksternal kulit magrofag yang sudah ada di daerah tersebut dengan cepat memfagosit mikroba yang masuk. Magrofag biasanya tidak banyak bergerak, menelan debris dan kontaminan yang ditemuinya, tetapi jika diperlukan mereka dapat bergerak dan bermigrasi ke tempat pertempuran melawan mikroba tersebut.

Vasodilatasi lokal

Hampir segera setelah invasi migroba, arteriol di daerah bersangkutan melebar untuk meningkatkan aliran darah ke tempat cedera. Vasodilatasi lokal ini terutama dipicu oleh histamin yang dibebaskan oleh sel mast di daerah jaringan yang rusak. Meninngkatnya penyaluran darah lokal membawa lebih banyak leukosit fagositik dan protein plasma yang penting bagi respons pertahanan.

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Pelepasan histamin juga menigkatkan permeabilitas kapiler dengan memperbesar pori kapiler ( cela antara sel-sel endotel) sehingga protein plasma yang biasanya dihambat untuk keluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan yang meradang.

Edema lokal

Akumulasi protein plasma yang bocor tersebut di cairan interstisium meningkatkan tekanan osmotik koloit cairan interstisium. Selain itu, meningkatnya aliran darah lokal meningkatkan tekanan darah kapiler. Karena kedua tekanan cenderung memindahkan cairan keluar kapiler maka perubahan-perubahan tersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorbsi cairan di kapiler. Hasil akhir dari pergeseran keseimbangan cairan ini adalah edema lokal karena itu pembengkakan yang bisa terlihat menyertai peradangan disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskular yang dipicu oleh histamin. Demikian juga manifestasi mencolok lain pada peradangan, misalnya kemerahan dan panas sebagian besar disebabkan oleh menigkatnya aliran darah arteri hangat ke jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan peregangan lokal di dalam jaringan yang membengkak dan oleh efek langsung bahan-bahan yang diproduksi lokal pada ujung resepor neuron-neuron aferen yang menyertai daerah tersebut. Karakteristik poroses peradangan berkaitan dengan tujuan utama perubahan vaskular di daerah yang cedera meningkatkan jumlah fagosit leukositik dan protein-protein plasma penting di daerah tersebut (gambar 2-3).

Pembentengan daerah yang meradang

Protein-protein plasma yang bocor dan paling penting bagi respon imun adalah protein-protein dalam sistem komplemen serta faktor pembekuan dan antipembekuan. Pada pajanan ke tromboplastin jaringan yang cedera dan ke bahan-bahan kimia yang spesifik dikeluarkan oleh fagosit ke tempat kejadian, fibrinogen sistem akhir dalam sistem pembekuan diubah menjadi fibrin. Fibrin membentuk bekuan cairan interstisium di ruang-runag sekitar bakteri penginvasi dan sel yang rusak. Pembentengan atau isolasi bagian yang cidera ini dari jaringan sekitar mencegah, atau peling sedikit memperlambat penyebaran bakteri dan produk-produk toksitnya. Kemudian faktor-faktor anti pembekuan yang diaktifkan belakangan secara bertahap melarutkan pembekuan setelah tidak lagi diperlukan.

Emigrasi leokosit

Dalam satu jam setelah cedera, daerah yang bersangakutan dipenuhi oleh leukosit yang telah meninggalkan pembuluh darah. Neutrofil sampai pertama kali, diikuti selama 8 sampai 12 jam berikutnya oleh monosityang bergerak lambat. Monosit kemudian membesar dan matang menjadi marofag dalam periode 8 sampai 12 jam berikutnya. Jika telah meninggalkan aliran darah maka neutrofil monosit tidak akan didaur ulang ke darah.


Leukosit dapat bermigrasi dari darah ke dalam jaringan melalui tahap-tahap berikut :

  1. Marginasi, suatu proses melekatnya (leokosit darah, terutama neutrofil dan monosit) ke dalam lapisan dalam endotel kapiler jaringan.
  2. Diapedesis, leukosit yang telah melekat tersebut segera meninggalkan pembuluh darah. Leukosit lekat tersebut, dengan melakukan gerakan amuboid, membentuk jaluran panjang sempit yang keluar melalui pori kapiler; kemudian bagian sel sisanya mengalir maju mengikuti juluran tersebut (gambar 2-1).
  3. Kemotaksis menuntun migrasi sel fagositik ke area tertentu; yaitu, sel-sel tertarik ke mediator-mediator kimiawi tertentu, yang dikenal sebagai kemotaksin atau kemokin, yang dibebaskan di tempat kerusakan jaringan.
  4. Proliferasi leukosit Magrofag jaringan residen serta leokosit yang keluar dari darah dan bermigrasi ke tempat peradangan segera ditemani oleh sel-sel fagositik yang baru direkrut dari sum-sum tulang. Dalam beberpa jam setelah awitan respons peradangan, jumlah neotrofil dalam darah dapat meningkat hingga empat sampai lima kali normal. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh pemindahan sjumlah besar neotrofil yang sudah ada di sum-sum tulang ke darah dan sebagian karena peningatan produksi neotrofil baru oleh sum-sum tulang. Juga terjadi peningkatan produksi monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih lama di sum-sum tulang sehingga persediaan sel prekursor magrofag jaringan meningkat.selain itu, multipikasi magrofag residen menambah jumlah sel imun yang penting ini.
  5. Menandai bakteri dengan opsonin untuk dihancurkan
MENANDAI DAN IDENTIFIKASI

Pertama, fagosit melalui TLR-nya mengenali dan menelan agen asing yang memiliki komponen-komponen standar dinding sel bakteri yang tidak terdapat di sel manusia. Kedua, partikel asing secara sengaja ditandai untuk ingesti fagositik dengan melapisinya meggunakan mediator-mediator kimiwi yang dihasilkan oleh sistem imun. Bahan-bahan kimia produksi tubuh yang menyebabkan bakteri lebih rentan terhadap fagositosis ini dikenal sebagai opsonin. Opsonin terpenting adalah anti bodi dan salah satu protein aktif pada sistem komplemen.


Opsonin meningkatkan fagositosis dengan menghubungkan sel asing dengan sel fagositik (gambar 2-2). Satu bagian dari molekul opsonin berkaitan secara nonspesifik dengan permukaan bakteri sementara bagian lain molekul opsonin berkaitan dengan reseptornyayang spesifik pada membran plasma sel fagositik. Pengikatan ini memastikan bahwa bakteri tidak memiliki kesempatan untuk “melarikan diri” sebelum fagosit dapat melaksanakan serangan mematikannya.

Destruksi bakteri oleh leukosit

Neutrofil dan makrofag membersihkan daerah peradangan dari agen infeksi dan toksik serta debris jaringan melalui mekanisme fagositik dan nonfagositik; tindakan pembersihan ini adalah fungsi utama respons peradangan. Sel fagositik mengandung banyak lisosom, yaitu organel yang berisi enzim-enzim hidrolitik. Setelah fagositik menginternalisasi sasaran, lisosomnya menyatu dengan membrane yang membungkus sasaran tersesbut dan melepaskan enzim-enzimhidrolitik ke dalam vesikel tempat enzim-enzim ini mulai menguraikan bahan yang telah terperangkap itu. Fagosit akhirnya mati akibat akumulasi produk sampingan toksik dari degradasi partikel asing. Neutrofil mati setelah menelan 5 sampai 25 bakteri, sedangkan makrofag dapat bertahan jauh lebih lama dan dapat manelan hingga 1000 lebih bakteri.

Bahan kimia yang dikeluarkan fagosit memerantarai respons peradangan

Fagosit yang telah dirangsang oleh mikroba mengeluarkan banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai mediator respons peradangan. Berikut fungsi-fungsi penting sekresi fagosit :


a) Sebagian bahan kimia sacara langsung mematikan mikroba melalui cara-cara non-fagositik. Neutrofil mengeluarkan laktoferin, suatu protein yang berikatan erat dangen besi, menyebabkan besi tidak dapat digunakan oleh bakteri invasi.
b) Sekresi fagosit merangsang pengeluaran histamine dari sl mast disekitar tempat peradangan. Histamine memicu vasolidatasi local dan peningkatan permeabilitas kapiler.
c) Sebagian mediator fagosit memicu system pembekuan dan antipembekuan untuk mula-mula meningkatkan proses pengisolasian dan kemudian mempermudah disolasi bertahap bekuan fibrosa setelah tidak lagi diperlukan.
d) Suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh neutrofil, kalekrein, mengubah precursor protein protein plasma spesifik yang dihasilkan oleh hati menjadi kinin yang aktif. Kinin aktif akan memperkuat berbagai proses peradangan.
e) Salah satu bahan kimia yang dikeluarkan oleh makrofag, pirongen endogen (PE), memicu terjadinya demam (endogen berarti “dari dalam tubuh”; piro artinya “panas” atau “api”; gen artinya “produksi”). Respons ini terjadi terutama jika organism penginvasi telah menyebar kedalam darah. Pirogen endongen menyebabkan pengeluaran prostaglandin, perantara kimiawi local yang “menyalakan termostat” hipotalamus yang mengatur suhu tubuh. Fungsi peningkatan suhu tubuh dalam melawan infeeksi belum diketahui pasti. Kenyataan bahwa demam merupakan menifestasi yang sedemikian umum pada peradangan mengisyaratkan bahwa peningkatan suhu berperan penting dalam respon peradangan secara keseluruhan, seperti didukung oleh bukti bukti terakhir.
f) Salah satu mediator kimiawi yang dikeluarkan oleh makrofag, mediator endogen leukosit (MEL), menurunkan konsentrasi plasma dengan mengubah metabolisme besi didalam hati, limpa, dan jaringan lain. Efek ini mengurangi jumlah besi yang tersedia untuk mendukung perkembangbiakan bakteri. Bukti mengisyaratkan bahwa MEL dan PEL adalah bahan yang sama, atau paling tidak berkaitan erat.
g) MEL merangsang pembentukan dan pembebasanneutrofil dari sumsum tulang. Efek ini terutama menonjol dalam respons terhadap infeksi bakteri.
h) Selain itu, MEL merangsang pengeluaran protein fase akut dari hati. Salah satu protein fase akut yang banyak dikenal adalah protein C-reaktif, yang secara klinis dianggap sebagai penanda peradangan dalam darah.
i) Interleukin-1 (IL-1), produk sekretorik lain yang dikeluakan oleh makrofag, meningkatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit B dan T yang masing-masing, pada gilirannya berperan dalam pembentukan antibody dan imunitas selular. Yang menarik, IL-1 identik (atau berkaitan erat) dengan PE dan MEL. Tampaknya bahan kimia yang sama berperan dalam beragam efek diseluruh tubuh, yang semuanya ditunjukan untuk mempertahankan tubuh dari infeksi atau kerusakan jaringan.

Perbaikan jaringan

Tujuan akhir proses peradangan adalah mengisolasi dan menghancurkan penyebab cedera dan membersihkan daerah peradangan untuk proses perbaikan jaringan. Disebagian jaringan (misalnya kulit, tulang, dan hati), sel-sel spesifik organ yang sehat yang mengelilingi daerah cedera mengalami pembelahan untuk mengganti sel yang hilang, dan sering menghasilkan yang sempurna. Namun, dijaringan yang biasanya nonregeneratif misalnya saraf dan otot, sel-sel yang hilang diganti oleh jaringan parut. Fibroblas, sejenis sel jaringan ikat, mulai membelah diri dengan cepat disekitar tempat peradangan dan banyak mengeluarkan banyak protein kolagen yang mengisi bagian yang kosong bekas sel mati dan menyebabkan terbentuknya jaringan parut bahkan dijaringan yang mudah diperbaharui seperti kulit, kadang-kadang terbentuk jaringan parut jika struktur-struktur kompleks dibawahnya, misalnya foliket rambut dan kelenjar keringat, rusak permanen oleh luka yang dalam.


OAINS (Obat antiinflasi nonsteroid )

Glukokortikoid yaitu obat anti inflamasi kuat, menekan hampir semua aspek respons peradangan. Selain itu, obat golongan ini menghancurkan limfosit di dalam jaringan limfoid dan mengurangi pembentukan antibodi. Obat golongan ini bermanfaat untuk mengobati respons imunologik yang tidak diinginkan, misalnya reaksi alergik serta peradangan yang berkaitan dengan artritis. Efek antiinflamasi selama ini dikaitkan hanya dengan konsentrasi darah yang jauh lebih tinggi dari pada kisaran fisiologik normal yang dihasilkan oleh pemberian obat mirip kartisol eksogen.


Interferon

Selain respon peradangan, mekanisme pertahanan bawaan lain adalah pengeluaran Interferondari sel yang terinfeksi virus. Interferon secara singkat menghasilkan reistensi nonspesifik terhadap infeksi transien yang mengganggu replikasi virus yang sama atau yang tidak berkaitan di sel-sel pajamu lain.

Efek antivirus interferon

Ketika suatu virus menginvasi sebuah sel, sebagai respons terhadap adanya asam nukleat virus sel membentuk dan mengeluarkan interferon. Setelah dilepaskan ke dalam CES dari sel yang terinfeksi virus, interferon berikatan dengan reseptor membrane plasma sel-sel sehat sekitar atau bahkan ke sel yang terletak jauh yang dicapai melalui darah, member sinyal kepada sel-sel tersebut untuk bersiap menghadapi kemungkinan serangan virus. Karena itu, interferon berfungsi sebagai” pemberi peringatan”, memberitahu sel-sel sehat akan kemungkinan seranga virus dan membantu sel-sel tersebut bersiap. Interferon tidak memiliki evek antivirus langsung; zat ini memicu pembentukan enzim penghambat virus oleh sel pejamu potensial. Ketika interferon berkaitan dengan reseptor tersebut, sel mensintesis enzim-enzim yang dapat menguraikan mRNA virus dan menghambat sintesis protein. Kedua proses ini esensial bagi replikasi virus (gambar 2-4).


Enzim-enzim inihibitork yang baru terbentuk tersebut tetap inaktif didalam sel pejamu potensial sampai sel tersebut terinfeksi virus, saat enzim diaktifkan adanya asam nukleat virus. Interferon dibebaskan secara non spesifik dari semua sel yang terinfeksi oleh jenis virus apapun dan pada gilirannya, dapat menginduksi aktifitas proteksi diri temporer terhadap berbagai virus di sel yang dapat dicapai. Karena itu, interferon membentuk strategi pertahanan umum dan cepat terhadap invasi virus sampai mekanisme respons yang spesifik tetapi muncul lebih lambat beraksi.

Efek antikanker interferon

Interferon memiliki efek anti kanker selain anti virus. Bahan ini sangat meningkatkan sel-sl pemusnah-natral killer cell dan tipe khusus limfosit T, sel T sitotoksik-yang menyerang dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel kanker. Selain itu, interferon itu sendiri memperlambat pembelahan sel dan menekan pertumbuhan tumor.

Natural killer cell

Natural killer (NK) cell adalah sel alami mirip limfosit yang secara nonspesifik menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel kanker dengan melisiskan secara langsung membran sel-sel tersebut saat pertama kali bertemu. Cara kerja dan sasaran utama serupa dengan yang dimiliki oleh sel T sitotoksik, tetapi sel yang terakhir ini hanya dapat mematikan sel yang terinfeksi virus tertentu atau sel kanker yang telah terpajang sebelumnya. Selain itu, setelah terpajang sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan sebelum sel ini dapat melakukuan serangan yang mematikan. Sel NK menghasilkan pertahanan nonpesifik yang tepat terhadap sel yang terinfeksi virus dan sel kanker sebelum sel T sitotoksik yang lebih spesifik dan lebih banyak dapat berfungsi.

Sistem komplemen

System komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang beraksi secara nonspesifik sebagai respons terhadap invasi organisme. System ini dapat diaktifkan melalui dua cara:

a. Oleh pajanan kerantai karbohidrat tertentu yang terdapat dipermukaan mikroorganisme tetapi tidak terdapat di sel manusia, suatu respon bawaan nonspesifik.

b. Oleh pajanan yang keantibodi yang dihasilkan terhadap mikroorganisme penginvasi spesifik, suatau respons imun yang di dapat.

Pada kenyataanya, sistem ini memperoleh nama dari fakta bahwa sistem ini “melengkapi” kerja antibodi; ini adalah mekanisme primer yang diaktifkan oleh antibodi untuk mematikan sel asing, hal ini dilkukan dengan membentuk membrane attack complex yang melubangi sel korban. Selain menyebabkan lisis langsung penginvasi, jenjeng komplemen juga memperkuat respons peradangan umum lainnya.

Pembentukan membrane attack complex


Dengan cara serupa seperti sistem pembekuan dan anti pembekuan, sistem komplemen juga terdiri dari protein-protein plasma yang diproduksi oleh hati dan beredar dalam darah dalam bentuk inaktif. Jika komponen pertam C1, diaktifkan, maka komponen ini kemudian mengaktifkan komponen beriutya, C2, demikian seterusnya, dalam suatu rangkaian reaksi pengaktifan berjenjang. Lima komponen terakhir, C5 sampai C9, membentuk kompleks protein besar mirip donat, membrane attack complex (MAC), yang membenamkan dirinya ke membran permukaan mikroorganisme, menciptakan ssebuah lubang menenbus membran (gambar 2-5 ). Dengan kata lain, komponen-komponen tersebut menciptakan sebuah lubang. Teknik melubangi ini menyebabkan membran sangat permeabel (bocor); fluks osmotik air yang terjadi ke dalam sel korban menyebabkan sel membengkak dan pecah. Lisis yang dipicu oleh komplemen adkalah cara untuk mematikan secara langsung mikroba tanpa memfagositosisnaya.


Memperkuat peradangan

Tidak seperti sistem berjenjang lainnya, yang fungsi satu-satunya berbagai komponen hingga tahap akhir adalah pengaktifan prekursor selanjutnya dalam jenjang, bebrapa protein aktif dalam jenjang komplemen memiliki efek lain dalam memperkuat proses peafangan melalui metode berikut:


Berfungsi sebagai kemotaksin, yang menarik dan menuntun fagosit profesional ke tempat pengaktifan komplemen (tempat invasi mikroba)

Bekerja sebagai opsonin. Dengan mengikat mikroba dan meningkatkan fagositosisnya

Meningkatkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular, sehingga meningkatkan aliran darah ke tempat invasi

Merangsang pelepasan histamin dari sel mast di sekitar, yang pada gilirannya meningkatkan perubahan vaskular lokal khas peradangan.

Mengaktifkan kinin, yang semakin memperkuat reaksi peradangan

Beberapa komponen aktif dalam jenjang bersifat sangat tidak stabil. Karena komponen-komponen tak stabil dapat melanjutkan reaksi berjenjang hanya disekitar daerah tempat diaktifkan sebelum terurai maka serangan komplemen terbatas di membran permukaan mikroba yang keberadaannya mengaktifkan sistem. Karena itu, sel-sel pejamu sekitar tidak mengalami serangan litik.


Sherwood, lauralee, 2011. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem,-Ed. 6.- Jakarta : EGC.




No comments:

Support web ini

BEST ARTIKEL