Sunday, April 26, 2020

KATEGORI IMPERATIF

Kategori Imperatif Immanuel Kant





Immanuel Kant adalah filsuf Jerman kelahiran 22 April 1724.
  • Menurut Kant, ada tiga patokan untuk menentukan apakah perbuatan seseorang dikategorikan sebagai tindakan bermoral atau tidak.

Tiga hal ini dalam pemikiran etika Kant masuk dalam syarat-syarat imperatif kategoris, yaitu
  • Perintah mutlak yang wajib kita patuhi. Ketiga patokan tersebut adalah prinsip hukum umum, prinsip hormat terhadap person, dan prinsip otonomi.
  • Pertama, sebuah tindakan dapat disebut sebagai tindakan yang bermoral apabila tindakan tersebut berdasarkan pada prinsip hukum umum. 
  • Prinsip hukum umum itu berbunyi sebagai berikut: ”Bertindaklah selalu berdasarkan maxim yang bisa sekaligus kamu kehendaki sebagai hukum umum”. 
  • Yang dimaksud dengan maksim adalah prinsip yang berlaku secara subjektif, yang merupakan patokan individu dan personal. 
  • Maxim dibedakan dari ‘hukum’, yang maksudnya adalah prinsip objektif yang berlaku bagi semua orang tanpa kecuali. 
Maksud Kant dengan prinsip hukum umum tersebut sebenarnya begini: untuk mengetahui apakah tindakanku itu wajib aku lakukan atau tidak, maka aku harus bertanya apakah maximku dapat diuniversalisasikan atau tidak.
  • Jika prinsip atau maximku itu dapat diuniversalisasikan alias dapat diterapkan untuk semua orang, maka tindakanku itu wajib aku lakukan. 
  • Tapi jika tidak dapat diuniversalisasikan, maka aku tidak wajib melakukan tindakan tersebut. 
  • Sebagai contoh adalah sebuah kasus, yaitu seorang anggota dewan yang tidur di waktu sidang paripurna DPR karena merasa tidak ada yang memperhatikannya. Bagi anggota dewan ini, maxim/prinsip yang ia pakai adalah sbb: “Jika saya sedang mengikuti sidang paripurna, dimana masing-masing anggota dewan sibuk dengan perhatiannya masing-masing, maka saya akan menggunakannya untuk tidur”. Nah untuk mengetahui apakah tindakannya ini wajib dilakukan atau tidak, maka ia harus bertanya apakah prinsip/maxim yang ia gunakan itu dapat diterapkan secara universal kepada semua orang atau tidak. 
  • Untuk contoh kasus di atas, tentu saja jawabannya tidak bisa. Sebab andai saja maxim yang ia pakai tersebut digunakan oleh semua anggota dewan, maka tujuan sidang tidak akan tercapai. Hal ini karena setiap anggota dewan, lantaran merasa tidak ada yang memperhatikannya, akan tidur di setiap sidang paripurna. Dan kalau ini yang terjadi, tentu sidang paripurna DPR tidak akan terlaksana dan justru kekacauan yang muncul. Karena maxim tersebut tidak dapat diuniversalisasikan, maka tindakan tersebut tidak boleh dilakukan.

Syarat kedua agar tindakan kita bisa dikategorikan sebagai tindakan bermoral adalah penghormatan terhadap person.
  • Prinsip ini berbunyi: ”Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau selalu memperlakukan umat manusia, entah itu di dalam personmu atau di dalam person orang lain, sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan sebagai sarana”. 
Prinsip ini mau mengatakan dua hal. 
  • Pertama, aku tidak boleh menjadikan diriku sendiri ataupun diri sesamaku sebagai sarana belaka. 
  • Kedua, dalam mengambil pertimbangan-pertimbangan moral, kita wajib memperhatikan pihak lain. 
  • Contoh dari prinsip kedua ini adalah tindakan orang yang akan bunuh diri karena beratnya beban yang ia tanggung. 
  • Menurut Kant, sebelum orang tersebut melakukan bunuh diri, ia harus bertanya dulu: apakah tindakan bunuh diri ini sesuai dengan prinsip hormat kepada manusia atau tidak. 
  • Apabila ia bunuh diri untuk lepas dari penderitaan, maka mungkin saja ia tidak merugikan orang lain. 
  • Tetapi tidak dengan dirinya sendiri. Sebab melakukan bunuh diri berarti ia tidak menghormati personnya sendiri, dan hanya memperlakukannya sebagai sarana untuk melepaskan penderitaan. 
  • Karenanya jelas tindakan ini tidak boleh dilakukan.

Prinsip ketiga yang membuat sebuah tindakan disebut sebagai tindakan bermoral adalah prinsip otonomi.
  • Prinsip ini mengatakan: “Bertindaklah sedemikian rupa dimana kehendak dari dirimu sendirilah yang menentukan tindakan tersebut”. 
  • Maksud dari prinsip ini adalah semua tindakan yang kita lakukan harus murni karena kehendak dan keinginan kita sendiri, bukan karena pengaruh apalagi paksaan dari orang lain. 
  • Kant menyebut prinsip ini dengan ‘kehendak otonom’, yaitu kehendak yang mau melakukan sesuatu berdasarkan hukum yang ditentukannya sendiri. 
  • Lawan dari kehendak otonom adalah kehendak heteronom, yaitu melakukan sesuatu bukan karena kehendak kita sendiri, tetapi demi hukum di luar hukum orang tersebut, seperti karena ikut-ikutan orang lain.


Seturut dengan prinsip ketiga ini, Kant membedakan antara legalitas dan moralitas.
  • Legalitas adalah tindakan yang sesuai dengan kewajiban/hukum. 
  • Legalitas merupakan tindakan yang dilakukan bukan karena kecenderungan langsung, melainkan demi kepentingan tertentu yang terpuji atau menguntungkan. 
  • Misalkan saja ada seorang penjual yang tidak mau menipu pembelinya. 
  • Menurut Kant, tindakan penjual tersebut belum tentu bermoral. Karena bisa jadi ia melakukan itu bukan karena tindakan itu baik, tetapi agar pembelinya terus menjadi pelanggannya. Kalau demikian adanya, maka tindakan penjual tersebut tidak masuk kategori bermoral, tetapi hanya legal saja. 
  • Sedangkan moralitas adalah tindakan yang dilakukan demi untuk kewajiban. Tindakan ini mengesampingkan unsur-unsur subjektif seperti kepentingan sendiri, melainkan berpedoman pada kaidah objektif yang menuntut ketaatan kita begitu saja, yaitu hukum yang diberikan oleh rasio dalam batin kita.

Saya sedikit tidak setuju dengan pemikiran ini, karena keputusan moral ini sebenarnya sangat kontekstual tidak hanya melibatkan akal pikiran, namun juga melibatkan perasaan.
  • Meskipun misalkan kita di wajibkan untuk patuh terhadap hukum yang berlaku, dan saudara kita di cari oleh pihak yang berwajib untuk dibunuh dan dihukum mati tanpa sebab atau karena menyimpan rahasia negara yang tak boleh untuk di ungkapkan, jika di ungkapkan maka pemerintahan tersebut akan hancur, sedangkan keputusan itu ada ditangan kita untuk memberi tahu atau tidak, jika menurut Kant pasti lah ia akan beri tahu, tapi apakah tidak ada konflik batin yang berkecamuk dalam diri kita? Terkadang keputusan moral dan ketentuan bermoral atau tidak itu juga melibatkan perasaan dan sifatnya kontekstual. 
  • Kant seakan-akan tak melibatkan unsur perasaan untuk menentukan keputusan moral, hanya rasio semata. 
  • Padahal, perasaan yang sangat bisa melihat apakah tindakan tersebut sadistik atau tidak, atau pantas kah atau tidak, banyak ranah rasio yang tak dapat menggapai perasaan dan banyak pula ranah perasaan yang tak dapat menggapai rasio. 
  • Jadi seharusnya kedua hal yang sangat bertolak belakang ini dapat di libatkan dan di seimbangkan satu sama lain agar mendapatkan sesuatu hal yang dapat dikatakan bermoral.

No comments:

Support web ini

BEST ARTIKEL