Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif
dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut berupa air .
Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut
ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus
diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul,
tablet atau salep.
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus
larut dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi
sampai partikel-partikel obat itu benar benar larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung- dan
di usus halus bisa diserap .
Kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam
atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung
dan dalam usus halus.
Proses melarutnya suatu obat disebut Disolusi.
Bila suatu tablet dimasukkan dalam saluran cerna, obat
tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet
tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi
menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi
partikel-partikel halus.
Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung
secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut
diberikan.
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia
atau reaktivitas partikel-partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan
mengalami dua langkah berturut-turut:
- Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film disekitar partikel
- Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat.
Langkah kedua, difusi lebih lambat dan karena pada langkah terakhir
Langakah ketiga Difusi layer model (theori film)
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi,
molekul-molekul obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan
menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel
obat padat.
Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi.
Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar
melewati cairan yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta
absorbsi terjadi.
Jika molekul-molekul obat terus meninggalkan larutan
difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat
dan proses absorbsi tersebut berlanjut.
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu
adalah cepat, atau jika obat diberikan
sebagai suatu larutan dan tetap
ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan
tergantung pada kesanggupannya menembus
menembus pembatas membran.
Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya
mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses
disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses
absorbsi.
Perlahan-lahan obat yang larut tidak hanya bisa
diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya
diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi setelah
pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam
lambung atau saluran usus halus.
Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa
faktor, antara lain:
1. Sifat fisika kimia obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap
kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil
ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada
permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat
berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya
beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang
identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara
termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat
bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal
2. Faktor formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan
obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan
muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi
secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat
hidrofob seperti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat
dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks
dengan bahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk
kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat
terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat
yang diabsorpsi
3. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi
akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Kecepatan pengadukan akan
mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan
medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain
itu temperatur, viskositas dan komposisi dari medium, serta pengambilan sampel
juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat
Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian disolusi yang dilakukan secara
resmi yang dilakukan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini
terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 gelas (Chamber), alat yang
digunakan ada dua cara yaitu alat dayung yang diputar untuk melarutkan
obat/tablet, dan metode kedua dengan cara keranjang yang ujungnya terbuka,
siikat secara vertical di atas latar belakang dari kawat steinless yang berupa
ayakan dengan ukuran mesh, keranjang ini dinaik turunkan permenit.
Uji disolusi dilakukan supaya komponen obat sepenuhnyya
tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur
dan melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur
tablet juga penting untuk mengandung bahan obat seperti antasida dan anti
diare.