Perbedaan tidak harus berarti kebencian. Anda boleh berbeda
dengan orang lain dalam hal fisik, jenis kelamin, sikap, pendapat, ideology,
agama dan keyakinan, suku atau etnis dan sebagainya. Apakah anda akan membenci semua orang atas
dasar perbedaan-perbedaan tersebut?
Karena anda tinggi, maka anda membenci orang pendek. Anda membenci
setiap orang yang berbeda pendapat, beda etnis, agama dan sebagainya itu. Kalau
benar demikian, maka anda akan membenci semua orang di bumi ini.
‘Sejatining ngaurip’ mengajarkan prinsip asah-asuh-asih
dalam perbedaan. Menurut ajaran ini, dengan adanya perbedaan maka kita dapat
saling asah (belajar), asuh (perduli) dan asih (menyayangi). Dengan lain
perkataan, dengan adaya perbedaan maka kita mempunyai peluang untuk saling
belajar satu dengan yang lain, saling perduli dan saling menyayangi.
Dengan adanya perbedaan maka akan ada kebutuhan yang harus
dipenuhi dari kedua pihak yang berbeda. Janganlah anda berpendapat bahwa kalau
anda pandai maka anda tidak bisa belajar apapun dari si bodoh. Jangan pula
berpikir bahwa kalau anda kaya maka anda tidak akan disayangi oleh di miskin.
Kalau anda cantik maka anda akan mendapat teman sejati dari orang yang tidak
cantik.
Hidup ini merupakan interakasi dari perbedaan. Falsafah Cina
yang mengajarkan Yin dan Yang perlu kita simak. Di dunia ini semuanya mempunyai
sifat Yin atau Yang. Antara Yin dan Yang terdapat perbedaan bahkan berlawanan
sifat. Karena berbeda, Yin dan Yang justru dapat menciptakan sinergi. Daya
listrik tercipta karena adanya elemen negatif dan positip. Air mangalir dari
tempat tinggi ke tempat rendah dengan mengeluarkan energi. Angin terbentuk
karena adanya perbedaan tekanan udara tinggi dan rendah. Dan masih banyak
contoh lain.
Kalau anda merasa Yang, maka anda tidak akan bisa hidup
bahagia tanpa Yin dan sebaliknya. Artinya kalau anda kaya, anda hanya akan
bahagia kalau anda bisa meolong orang miskin dengan kekayaan anda. Kalau anda
pandai, anda hanya akan bahagia kalau anda dapat mengajarkan sesuatu kepada
yang bodoh. Kalau anda orang beriman, maka anda akan berbahagia kalau anda
dapat mengajak orang sesat kembali ke jalan yang benar. Dan seterusnya.
Itulah inti sari ajaran asah-asuh-asih. Kita saling belajar,
saling perduli dan saling menyayangi dengan sesamanya, apapun perbedaan yang
terdapat antara diri kita dengan orang lain.
Ajaran asah-asuh-asih dapat menghindarkan orang saling
membenci, saling bermusuhan dan saling menyakiti karena perbedaan. Kita harus
belajar untuk saling mengisi dan bukan saling memanfaatkan perbedaan. Kita
harus belajar menciptakan sinergi dari perbedaan dan bukan saling meniadakan.
Perbedaan dapat menciptakan anggapan dalam bahwa ‘saya’
adalah yang lebih baik, lebih benar, lebih cantik, lebih kaya dan sebagainya
dari pada orang lain. Rasa lebih yang timbul dengan adanya perbedaan mendorong
terjadinya ‘eksklusivisme’, yaitu memisahkan diri dari orang atau kelompok lain
karena merasa lebih tadi. Kalau ekskluvisme sudah terbentuk, maka tinggal
tunggu waktu untuk terjadi konflik karena eksklusivisme menciptakan
kesenjangan, prasangka, kecemburuan dan kebencian.
Ajaran asah-asuh-asih dapat dipastikan akan mencegah
terjadinya rasa lebih dari yang lain. Dengan demikian ajaran asah-asuh-asih
juga dapat menghidarkan eksklusivisme karena perbedaan tidak mendorong
terjadinya kesenjangan, prasangka, kecemburuan dan kebencian. Yang ada hanyalah
pengertian, keperdulian dan kasih sayang