SKETSA GAMBAR NYADRAN
Perahu2 mulai berkumpul sejak pagi hari
Juru Kemudi Kapal yang rata2 berusia remaja dewasa
Persiapan Perahu perahu mualai berjajar
Persiapan membawa sesaji kedalam perahu
Anak anak menunggu upacara Nyadran di mulai
Siap berangkat melarung Sesaji ke laut
Pedagang Pentol Bakso Cilok di sekitar tempat perayaan
NYADRAN CEREMONY
- Alms ceremony with food washed into the sea which made for a particular month in each year.
- The ceremony was performed by residents as part of gratitude for the gift God gave to those who have done since the days of their ancestors.
- Nyadran ceremony conducted fishing village residents Bluru, in Sidoarjo City used to do every month Maulud to prepare a variety of purposes.
- Among the citizens to carry a variety of crops washed away or used as offerings to the sea.
Cerita bermula dari Tanah Blambangan, Banyuwangi, pada
masa Prabu MINAK SEMBUYU. Dewi Sekardadu, putri Minak Sembuyu yang cantik
jelita, diserang penyakit sangat berat. Segala macam upaya sudah dicoba,
tabib-tabib terkenal sudah bekerja, tapi sia-sia. Pada tahun 1362 (versi Pak
Durohim), kebetulan Syech MAULANA ISKAK (asal Yaman) tengah menyebarkan Islam
di Pulau Jawa.
Waktu itu, ujung rezim Majapahit, penduduk tanah Jawa
memang belum banyak memeluk Islam. Kebetulan Maulana berada di Blambangan. Raja
yang putus asa akhirnya bikin sayembara. Siapa yang bisa menyebuhkan Dewi
Sekardadu akan dijadikan mantu kalau masih muda. Kalau sudah tua, jadi kerabat
kerajaan. Maulana, sang ustad, ikut sayembara, dan akhirnya sukses menyembuhkan
Dewi Sekardadu.
Syech dari Timur Tengah itu pun menikah dengan DEWI
SEKARDADU BINTI MINAK SEMBUYU. "Tapi Raja nggak suka Maulana karena nggak
mau jadi Islam. Itu membuat permusuhan di antara mereka. Tegang terus,"
tutur Pak Durohman.
Diserang terus oleh Minak Sembuyu membuat Maulana pamit
mundur kepada istrinya. Saat itu Dewi sudah hamil tujuh bulan. Kalau lahir
laki-laki, pesan Maulana, namakan dia RADEN PAKU. Syech Maulana kemudian
meninggalkan Blambangan, pergi berdakwah di tempat lain. "Tahun 1365 Sunan
Giri alias Raden Paku lahir," kata Durohim.
Raja Blambangan murka. Ia khawatir Raden Paku bakal
merusak wibawanya. Karena itu, ia memutuskan untuk membuang cucunya ini ke
laut. Para prajurit memasukkan si bayi ke dalam peti dan mengapungkannya.
Mengetahui anak tercintanya dibuang ke laut, Dewi Sekardadu menceburkan diri ke
laut mengejar-ngejar anaknya. Sia-sia. Gelombang terlalu besar, dan apalah
kemampuan berenang manusia.
Singkat cerita, kata Durohman, jasad Dewi Sekardadu dan
peti pembawa Raden Paku harus berpisah. Dewi Sekardadu dibawa ke arah Sidoarjo,
sementara peti berisi bayi Raden Paku nyasar ke Gresik.
Kebetulan, pada 1365 itu, ada nelayan Balongdowo
[Sidoarjo] tengah mencari kerang di perairan Selat Madura. Kaget sekali mereka
melihat jasad perempuan cantik yang digotong ramai-ramai oleh ikan keting.
Jasad itu terdampar di pantai, dan dikebumikan secara terhormat oleh warga.
Tempat itu akhirnya dinamakan KETINGAN alias KEPETINGAN.
"Jadi, Ibu Dewi Sekardadu itu, ya, dikubur di sini.
Di tempat kita duduk sekarang," ujar Durohman kepada saya.
SEPERTI babat atau cerita rakyat lainnya, urusan makam
DEWI SEKARDADU memang ada beberapa versi. Konon, makam ibunda Sunan Giri ini
ada di tiga, bahkan tujuh tempat. Abdul Rohim alias Pak Durohim, penjaga makam
Dewi Sekardadu di Kepetingan, tenang-tenang saja.
"Nggak apa-apa, yang penting makam Dewi Sekardadu
yang benar itu, ya, di sini," tegasnya ketika saya minta penegasannya.
Berdasarkan kisah turun-temurun, yang sangat ia kuasai,
Durohim hakul yakin putri Raja Blambangan, Prabu Minak Sembuyu, ini hanyut di
laut dan digotong oleh ikan keting [asal mula nama Dusun Ketingan atau
Kepetingan] dan dimakamkan di sana.
Kenapa makam Dewi Sekardadu ada di Kepetingan dan Gresik?
Durohim punya pendapat. Suatu ketika, tahunnya tidak jelas, kerabat dan para
santri Raden Paku alias Sunan Giri mengetahui bahwa jenazah Dewi Sekardadu,
ibunda Sunan Giri, dimakamkan di Kepetingan. Mereka pun datang untuk mengambil
jasad itu.
"Tapi tidak diambil fisiknya. Mereka pakai cara
gaib. Jadi, yang dibawa ke Gresik itu sukmanya. Jasadnya tetap di Ketingan.
Kalau mereka bilang makam Dewi Sekardadu di Gresik, ya, bisa benar. Di sini
juga benar. Saya ini kan keturunan orang Gresik juga, jadi tahu persis
ceritanya," ujar Durohim dalam bahasa Jawa halus, yang diterjemahkan Haji
Waras, ketua komunitas nelayan Bluru Kidul, Sidoarjo.
Bagi nelayan Ketingan, Balongdowo, dan Bluru Kidul,
kontroversi seputar lokasi makam Dewi Sekardadu tidak begitu penting. Yang
paling penting, Dewi Sekardadu bukan orang sembarangan karena ia ibunda Sunan
Giri, salah satu wali penyebar Islam di Jawa.
Karena itu, ritual nyekar atau ziarah di makam Dewi
Sekardadu menjadi tradisi turun-temurun para nelayan di Sidoarjo. Upacara
nyadran senantiasa menjadi momen untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil
laut yang telah mereka nikmati. Mereka juga berdoa, menggelar pengajian di
kompleks makam Dewi Sekardadu, agar rezeki dari laut selalu dilimpahkan kepada
para nelayan. "Tempatnya bagus untuk berdoa, sekaligus syukuran," kata
Haji Waras.
Saya beberapa kali ikut upacara nyadran yang sangat
kental dengan nuansa tradisi Jawa dan Islam. Sebuah kombinasi atau inkulturasi
yang sangat harmonis. Para nelayan, khususnya ibu-ibu, menyiapkan
tumpeng--semakin banyak semakin baik--untuk dilarung di beberapa tempat penting
di sepanjang sungai.
Sebagian tumpeng dibawa ke kompleks makam Dewi Sekardadu.
Setelah pengajian, mendengar khotbah cukup panjang, makanan rakyat itu pun
dinikmati bersama. Warga Ketingan, sebagai tuan rumah dan 'penjaga' makam Dewi
Sekardadu menerima para tamunya dari Balongdowo atau Bluru Kidul dengan ramah.
Mereka memang sama-sama orang laut.
Dari kompleks makam, proses perahu dilanjutkan ke tengah
laut, dekat Selat Madura. Diyakini, zaman dulu jasad Dewi Sekardadu ditemukan
oleh para nelayan Sidoarjo, yang tak lain nenek-moyang para nelayan di Sidoarjo
sekarang. Mereka melakukan napak tilas itu dengan mempersembahkan tumpeng utama
di situ. Lalu, pulanglah rombongan perahu nyadran untuk melanjutkan acara di
kampungnya.
Begitulah. NYADRAN alias TASYAKURAN LAUT alias PETIK LAUT
selalu menjadi hajatan meriah bagi keluarga besar nelayan Sidoarjo. Sebuah
tradisi orang kampung untuk bersyukur kepada Allah yang Mahabesar.
Bengkel Motor
Source: (Arabic)
No comments:
Post a Comment