Ini bukan hal apa apa setelah saya kawin dan punya 3 anak laki yang sudah mandiri ada cerita yang diceritakan detil tentang nikah dari teman ....dan hampir mirip dengan saya caranya dan nekatnya hehehe ....baik sepertinya untuk dibaca ketika senggang ... sepertinya bukan refrensi juga bukan postulat .....ya bacaan santai ...yang mungkin ndak mutu hehehe ...tapi dibaca hahaha
Setiap kali ada teman
yang mau menikah, saya selalu mengajukan pertanyaan yang sama. Kenapa kamu
memilih dia sebagai suamimu/istrimu? Jawabannya sangat beragam. Dari mulai
jawaban karena Allah hingga jawaban duniawi (cakep atau tajir manusiawi lah ).
Tapi ada satu jawaban
yang sangat berkesan di hati saya. Hingga detik ini saya masih ingat setiap
detail percakapannya. Jawaban salah seorang teman yang baru saja menikah.
Proses menuju pernikahannya sungguh ajaib. Mereka hanya berkenalan 2 bulan.
Lalu memutuskan menikah.
Persiapan pernikahan
hanya dilakukan dalam waktu sebulan saja. Kalau dia seorang akhwat, saya tidak
akan heran. Proses pernikahan seperti ini sudah lazim.
Dia bukanlah akhwat, sama
seperti saya. Satu hal yang pasti, dia tipe wanita yang sangat berhati-hati
dalam memilih suami. Trauma dikhianati lelaki membuat dirinya sulit untuk
membuka diri. Ketika dia memberitahu akan menikah, saya tidak menanggapi dengan
serius.
Mereka berdua baru kenal
sebulan.
Tapi saya berdoa, semoga
ucapannya menjadi kenyataan.
Saya tidak ingin
melihatnya menangis lagi. Sebulan kemudian dia menemui saya.
Dia menyebutkan tanggal
pernikahannya. Serta memohon saya untuk cuti, agar bisa menemaninya selama
proses pernikahan.
Begitu banyak pertanyaan
dikepala saya. Asli. Saya pengin tau, kenapa dia begitu mudahnya menerima
lelaki itu.
Ada apakan gerangan?
Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia bisa memutuskan menikah secepat ini.
Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali waktu itu (sok sibuk sih aslinya). Saya
tidak bisa membantunya mempersiapkan pernikahan. Beberapa kali dia telfon saya
untuk meminta pendapat tentang beberapa hal. Beberapa kali saya telfon dia
untuk menanyakan Perkembangan persiapan pernikahannya. That’s all. Kita
tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Saya menggambil cuti sejak H-2
pernikahannya. Selama cuti itu saya memutuskan untuk menginap dirumahnya. Jam
11 malam, H-1 kita baru bisa ngobrol -hanya- berdua. Hiruk pikuk persiapan akad
nikah besok pagi, sungguh membelenggu kita. Padahal rencananya kita ingin
ngobrol tentang banyak hal. Akhirnya, bisa juga kita ngobrol berdua. Ada banyak
hal yang ingin saya tanyakan. Dia juga ingin bercerita banyak pada saya.
Beberapa kali Mamanya mengetok pintu, meminta kita tidur.
“Aku gak bisa tidur.” Dia memandang saya dengan wajah memelas. Saya
paham kondisinya saat ini. “Lampunya dimatiin aja, biar dikira kita dah
tidur.”
“Iya.. ya.” Dia mematikan lampu neon kamar dan menggantinya
dengan lampu kamar yang temaram.
Kita melanjutkan ngobrol
sambil berbisik-bisik. Suatu hal yang sudah lama sekali tidak kita lakukan.
Kita berbicara banyak
hal, tentang masa lalu dan impian-impian kita. Wajah sumringahnya terlihat
jelas dalam keremangan kamar. Memunculkan aura cinta yang menerangi kamar saat
itu. Hingga akhirnya terlontar juga sebuah pertanyaan yang selama ini saya
pendam. “Kenapa kamu memilih dia?” Dia tersenyum simpul lalu bangkit
dari tidurnya sambil meraih HP dibawah bantalku. Berlahan dia membuka laci meja
riasnya. Dengan bantuan nyala LCD HP dia mengais lembaran kertas didalamnya.
Perlahan dia menutup laci kembali lalu menyerahkan selembar amplop pada saya.
Saya menerima HP dari tangannya. Amplop putih panjang dengan kop
suratperusahaan tempat calon suaminya bekerja.
Apaan sih. Saya
memandangnya tak mengerti.
Eeh, dianya malah ngikik
geli. “Buka aja.” Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas polos ukuran
A4, saya menebak warnanya pasti putih hehehe. Saya membaca satu kalimat diatas
dideretan paling atas.
“Busyet dah nih orang.” Saya menggeleng-gelengkan kepala sambil menahan
senyum.
Sementara dia cuma
ngikik melihat ekspresi saya. Saya memulai membacanya.
Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan kata-katanya.
Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan kata-katanya.
Begini isi surat itu.
Kepada YTH
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan calon kakak buat adik-adik saya.
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan calon kakak buat adik-adik saya.
Di tempat
Assalamu’alaikum Wr Wb
Mohon maaf kalau anda
tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian
silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya mohon, bacalah dulu sampai selesai.
Saya, yang bernama ……
menginginkan anda ……. untuk menjadi istri saya.
Saya bukan siapa-siapa.
Saya hanya manusia biasa. Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu
apakah nanti saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan
berusaha punya penghasilan untuk mencukupi kebutuhan istri dan anak-anakku
kelak. Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu apakah nanti akan
ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu berusaha agar istri dan
anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan. Saya hanyalah manusia
biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa kelebihan.. Saya menginginkan
anda untuk mendampingi saya. Untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan
kelebihan saya. Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja. Oleh
karena itu. Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan merawat cinta
ini, agar menjadi luar biasa.
Saya tidak tahu apakah
kita nanti dapat bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan jodoh
saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami dan ayah yang
baik. Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa saya
memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh berkali-kali, dan saya semakin mantap
memilih anda.Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan yang pasti,
saya menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah. Saya
tidak berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin menjadi
lebih baik dari saat ini. Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi
jawaban pada saya. Saya kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga
Allah ridho dengan jalan yang kita tempuh ini.
Amin
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Saya memandang surat itu
lama. Berkali-kali saya membacanya.
Baru kali ini saya
membaca surat ‘lamaran’ yang begitu indah. Sederhana, jujur dan realistis.
Tanpa janji-janji gombal dan kata yang berbunga-bunga. surat cinta minimalis,
saya menyebutnya .
Saya menatap sahabat
disamping saya. Dia menatap saya dengan senyum tertahan.
“Kenapa kamu memilih
dia.?”
“Karena dia manusia biasa.” Dia menjawab mantap.
“Dia sadar bahwa dia manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya. Yang aku tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa. Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kita dikemudian hari. Entah kenapa, Itu justru memberikan kenyamanan tersendiri buat aku.”
“Maksudnya?”
“Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih ada. Iya kan ? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha.”
“Ssttt.” Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau kalau kita belum tidur.
“Karena dia manusia biasa.” Dia menjawab mantap.
“Dia sadar bahwa dia manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya. Yang aku tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa. Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kita dikemudian hari. Entah kenapa, Itu justru memberikan kenyamanan tersendiri buat aku.”
“Maksudnya?”
“Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih ada. Iya kan ? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha.”
“Ssttt.” Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau kalau kita belum tidur.
Terdiam kita memasang
telinga.
Sunyi…..
Suara jangkrik terdengar
nyaring diluar tembok.
Kita saling berpandangan lalu cekikikan sambil menutup mulut masing-masing.
“Udah tidur. Besok kamu kucel, ntar aku yang dimarahin Mama.”
Kita kembali rebahan.
Tapi mata ini tidak bisa terpejam.
Percakapan kita tadi masih terngiang terus ditelinga saya.
“Si…”
“Tidur.. Dah malam.” Saya menjawab tanpa menoleh padanya.
Kita saling berpandangan lalu cekikikan sambil menutup mulut masing-masing.
“Udah tidur. Besok kamu kucel, ntar aku yang dimarahin Mama.”
Kita kembali rebahan.
Tapi mata ini tidak bisa terpejam.
Percakapan kita tadi masih terngiang terus ditelinga saya.
“Si…”
“Tidur.. Dah malam.” Saya menjawab tanpa menoleh padanya.
Saya ingin dia tidur,
agar dia terlihat cantik besok pagi.
Kantuk saya hilang sudah, kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.
Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.
Kantuk saya hilang sudah, kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.
Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.
Ketika manusia sadar
dengan kemanusiannya.
Sadar bahwa ada hal lain yang mengatur segala kehidupannya.
Begitupun dengan sebuah pernikahan.
Sadar bahwa ada hal lain yang mengatur segala kehidupannya.
Begitupun dengan sebuah pernikahan.
Suratan jodoh sudah
tergores sejak ruh ditiupkan dalam rahim.
Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana dan berapa lama pernikahannya kelak.
Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana dan berapa lama pernikahannya kelak.
Lalu menjadikan proses
menuju pernikahan bukanlah sebagai beban tapi sebuah ‘proses usaha’.
Betapa indah bila proses menuju pernikahan mengabaikan harta, tahta dan ‘nama’.
Embel-embel predikat diri yang selama ini melekat ditanggalkan.
Ketika segala yang ‘melekat’ pada diri bukanlah dijadikan pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya dilandasi karena Allah semata. Diniatkan untuk ibadah. Menyerahkan secara total pada Allah yang membuat skenarionya.
Betapa indah bila proses menuju pernikahan mengabaikan harta, tahta dan ‘nama’.
Embel-embel predikat diri yang selama ini melekat ditanggalkan.
Ketika segala yang ‘melekat’ pada diri bukanlah dijadikan pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya dilandasi karena Allah semata. Diniatkan untuk ibadah. Menyerahkan secara total pada Allah yang membuat skenarionya.
Maka semua menjadi
indah.
Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA.
Hanya Allah yang mampu memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu menyegerakan sebuah pernikahan.
Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA.
Hanya Allah yang mampu memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu menyegerakan sebuah pernikahan.
Kita hanya bisa memohon
keridhoan Allah. Meminta-NYA mengucurkan barokah dalam sebuah pernikahan.
Hanya Allah jua yang akan menjaga ketenangan dan kemantapan untuk menikah.
Hanya Allah jua yang akan menjaga ketenangan dan kemantapan untuk menikah.
Lalu, bagaimana dengan
cinta? Ibu saya pernah bilang, Cinta itu proses.
Proses dari ada, menjadi hadir, lalu tumbuh, kemudian merawatnya.
Agar cinta itu bisa bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam pernikahan yang suci.
Proses dari ada, menjadi hadir, lalu tumbuh, kemudian merawatnya.
Agar cinta itu bisa bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam pernikahan yang suci.
Witing tresno jalaran
garwo (sigaraning nyowo), kalau diterjemahkan secara bebas.
Cinta tumbuh karena suami/istri (belahan jiwa).
Cinta paling halal dan suci.
Cinta dua manusia biasa, yang berusaha menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa.
Cinta tumbuh karena suami/istri (belahan jiwa).
Cinta paling halal dan suci.
Cinta dua manusia biasa, yang berusaha menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa.
Amin..
(en tus ojos encontre el amor - di matamu aku menemukan cinta)
i get lost, in your eyes
and i feel my spirits rise
and soar like the wind
is it love that i am in?
and i feel my spirits rise
and soar like the wind
is it love that i am in?
(Debbie Gibson)
No comments:
Post a Comment