.Ada ribuan argumen untuk mengatakan bahwa pendidikan
adalah sesuatu yang amat penting.
Pepatah klasik pun bilang: kejarlah ilmu sampai ke negeri
Cina.
Di zaman kontemporer usai perang dunia ke II, ada kisah
di mana Kaisar Jepang yang melihat negaranya luluh lantak, dia tidak menanyakan masih berapa tentara dan amunisi kita, justru bertanya:
Berapa orang guru yang masih hidup?
Sebuah bangsa yang kala itu disebut fasis namun memiliki
pemahaman prioritas yang bahkan jauh lebih unggul meski sudah 70 tahun yang
lalu dari apa yang dimiliki bangsa Indonesia pasca pilpres hari ini
Pendidikan bukanlah sebuah alat “serta merta“, pun
keilmuan bukan sebuah tongkat ajaib.
Esensi belajar ke jenjang yang lebih tinggi (baik
sarjana, master, maupun doktor) atau pun belajar mandiri bukanlah untuk
menambah IQ. Pendidikan yang lebih tinggi tidak serta merta berhubungan dengan IQ.
Jadi, mengapa pendidikan itu sangat penting?
Penting karena dengan pendidikan kita bisa berfikir rasional , kritis dan logis yang tentu ke arah kasih
Penting karena dengan pendidikan kita bisa berfikir rasional , kritis dan logis yang tentu ke arah kasih
Sebenarnya benefit utama dari pendidikan adalah pola pikir
yang terasah dengan skema dan framework presisi yang tinggi .
"Seorang yang belajar dengan baik akan terbiasa
berpikir rasional dan cenderung kritis sebab mereka terbiasa mempertanyakan
segala sesuatu yang secara logis."
Hubungan uang dengan Pendidikan
Hubungan uang dengan Pendidikan
Uang merupakan Konsekuensi Logis dari Pendidikan, Tapi
Bukan Keharusan namun Uang Adalah Pilihan.
Ini yang menyakitkan untuk hidup di kultur kita untu sementara ini di Indonesia hingga 2014 pre Joko Wi
Terlihat di banyak tempat , bahkan mungkin bisa menjadi kultur kalau dibiarkan , sehingga tterdengar ungkapan Bangsa
yang mengaku ramah dan memiliki sopan santun ketimuran ternyata jauh
lebih materialistik dari berbagai bangsa lainnya di Eropa , Amerika maupun Australia serta negara Asia sendiri
Masyarakat selalu mengukur
segala sesuatu berdasarkan ukuran materi yang diterima. Inilah salah satu yang
menyebabkan pendidikan tersekap dalam peti mati.
Seberapa sering kamu mendengar: “Dia professor dari luar negeri, tapi kenapa mobilnya
cuma Avanza?”
Atau:
“Ah pendidikan ga penting, kalau mau kaya tidak perlu
kuliah. Banyak kok lulusan SMP saja yang jauh lebih kaya dari kamu yang lulusan
S1 PTN.”
Coba bandingkan jika anda berkunjung ke beberapa negara dan bergaul
dengan banyak expatriat di Indonesia, justru mereka melihat dari perspektif
yang berbeda dari apa yang menjadi kultur di sini.
Bagi mereka, pendidikan
adalah satu hal, uang dan materi adalah hal yang lain.
Pada banyak negara,
mereka memandang akademisi, guru, dan peneliti sama tingginya dengan para
pebisnis sukses yang kaya.
Mungkin karena mereka terbiasa berpikir lebih
terbuka bahwa kehidupan tidak bisa diukur dari satu “penggaris uang” saja.
Disinsentif: Itulah Sebab Mengapa Pendidikan Kita
Terjerembab,
karena Pengelolaannya Terjerembab dan akhirnya Produk Pendidikan Juga Terjerembab
karena Pengelolaannya Terjerembab dan akhirnya Produk Pendidikan Juga Terjerembab
Andaikata setiap kita berusaha memahami mengapa
pendidikan itu sangat penting
Sebagai guru dan akademisi
dan peneliti tentu memahami ini sehingga profesi ini jika bener bener dilakukan tanpa pamrih , cerdas , terus belajar, Share knowledge yang prima pasti pejabat Indonesia akan berfikir seperti Kaisar Hirohito yang dijepang itu 70 tahun yang lalu .
- Berapa Guru yang masih tersisa yang akan bisa mengubah dunia (Inilah sebenarmya Guru berpijak, bukan malah ikutan berhura hura tidak jelas bahwa ia diberikan tugas sebagai Agent of Change)
- Namanya pengubah tentu harus mempunyai pengetahuan yang cukup, keahlian yang cukup meskipun materi kehidupannya belum cukup, jangan dibalik dengan materi yang cukup aku baru memberikan keahlian yang cukup (Ini basi dan muncul di era ini)
Ini yang saya maksudkan belum siap , nggak mau siap dan tidak mau cerdas hura hura dan tidak memahami ia Agent of change
- Tak Bisa Membaca, 8 Siswa SD Dikeluarkan Sekolah.
Hanya karena tak bisa membaca, delapan murid kelas 1
Sekolah Dasar di Garut Jawa Barat malah dikeluarkan oleh gurunya.
Delapan murid SD yang terletak di Kecamatan Cibalang
Garut itu merupakan siswa yang baru diterima di sekolah itu pada Senin 14 Juli
2014. Mereka pun terpaksa pulang ke rumah pada saat jam belajar.
Sumi (24 tahun), ibu dari Adrian (7 tahun), mengaku heran
begitu anaknya pulang ke rumah di saat jam belajar belum selesai. Betapa
kagetnya begitu mendengar alasan anaknya dikeluarkan dari kelas karena tak bisa
membaca.
"Anak saya disuruh membaca, tapi anak saya tak bisa
membaca huruf "B". Selain anak saya, lima murid lainnya yang juga tak
bisa membaca dikumpulkan, kemudian diminta untuk keluar sekolah," kata
warga Kampung Ciawi Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, Kamis 17 Juli 2014.
Sumi kemudian mendatangi pihak sekolah dan menanyakan
kebenaran alasan tersebut. Benar saja, saat ditanya ke pihak sekolah, guru dan
kepala sekolah justru menyarankan agar Andrian pindah ke sekolah lain karena
tak bisa membaca.
"Padahal pagi sebelum berangkat Andrian semangat
untuk belajar di kelas. Namun hanya karena tak bisa membaca huruf 'B', Andrian
malah dikeluarkan dari sekolah secara sepihak. Saya menyekolahkan anak saya
agar bisa membaca. Ini kok dikeluarkan sekolah gara–gara tak bisa baca. Kan
aneh," Sumi menjelaskan.
Selain Andrian, yakni Refan, Akbar, Nurul, Hasan, Andi
dan dua siswa lainnya dari kampung Simpang Sari, juga dikeluarkan pihak
sekolah.
"Alasan dikeluarkannya sama, gara–gara tak bisa
baca," kata Sumi.
Sementara itu, Kepala Sekolah Ade Suryana belum bisa
dimintai klarifikasinya. Beberapa kali dihubungi sang kepala sekolah memilih
bungkam.
Sikap Dinas Pendidikan
Kepala Bidang TK/SD Dinas Pendidikan Garut Cecep
Firmansyah mengaku akan menindaklanjuti kasus tersebut.
"Akan kami tindak lanjuti informasi kasus ini. Tapi
pada intinya, untuk jenjang sekolah dasar tak boleh ada alasan dikeluarkan, apa
pun alasannya," kata Cecep.
Langkah awal, Dinas Pendidikan Garut akan meminta
klarifikasi dari guru dan kepala sekolah yang bersangkutan.
No comments:
Post a Comment