Dengan berbagai ilmu manusia mengembangkan teknologi
untuk memanfaatkan alam, mencegah bencana alam atau menghindari korban bencara
alam. Dengan ilmu pengetahuan manusia juga mengembangkan teknologi kedokteran
dan kesehatan. Teknologi juga dikembangkan untuk mencukupi pangan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi pada awalnya sangat
berguna bagi kehidupan manusia. Dengan ilmu dan teknologi seakan-akan manusia
memiliki senjata pamungkas untuk menaklukkan alam. Namun lama kelamaan, karena
kerakusan, senjata tersebut berbalik
menciptakan kesengsaraan bagi kehidupan manusia.
Karena kerakusan, manusia membabat hutan, menggali
mineral dan minyak, menggunakan pestisida serta obat-obatan secara
berlebihan dengan dalih untuk ‘mencapai
kehidupan yang lebih baik’. Akibatnya sudah kita ketahui bersama, yakni
terjadinya bencana lingkungan yang tidak dapat dikendalikan lagi oleh manusia.
Banjir, longsor, kekeringan, perubahan iklim, hama dan penyakit serta yang
lainnya.
Wisesa jati mengajarkan pengendalian alam dengan cara
menciptakan harmoni antara kehidupan manusia dengan alam. Harmoni artinya
selaras, sesuai dan seimbang. Manusia
sebagai makhluk utama ciptaan Sang Pencipta wajib memelihara alam sebagai
sumber kehidupannya dan agar sumber kehidupan tersebut dapat berlanjut
sepanjang kehidupan umat manusia.
Alam disediakan bagi manusia agar manusia dapat
menjalankan misi yang datang dari Sang Pencipta dengan sempurna. Di sanalah
makna ‘memayu hayuning bawana’. Manfaatkan alam, tetapi juga pelihara dengan
sempurna. Ambil seperlunya, jangan berlebihan. Alam tidak untuk dizholimi,
tetapi dikasih-sayangi. Alam adalah kehidupanmu, tetapi bukan milikmu. Alam
mempunyai hukum sendiri, pahami agar kamu dapat memanfaatkan, menjaga dan
memeliharanya.
Mengapa manusia harus harmoni dengan alam? Bukankah alam
disediakan bagi manusia untuk mendapatkan kehidupan? Ya memang alam disediakan
untuk manusia, tetapi bukan untuk manusia yang hidup sekarang saja. Alam harus
dapat menjadi sumber kehidupan manusia dari generasi ke generasi sampai manusia
dan alam diakhiri oleh Sang Pencipta. Kapan akhir jaman itu datang, tidak ada
satu orangpun yang mengetahui.
Kita sudah sering mendengar tentang mikro dan makro
kosmos yang oleh orang Jawa juga dipahami sebagai ‘jagad cilik’ dan ‘jagad
gedhe’. Dalam pengertian barat yang mikro itu adalah manusia sedang yang makro
adalah alam raya. Dalam pemahaman ajaran hidup Jawa makro kosmos itu adalah
manusia dan mikro kosmos itu adalah alam raya. Lho, mengapa begitu?
Manusia itu lebih ‘besar’ dari pada alam raya. Lebih
besar di sini bukan dalam ukuran fisik, tetapi dalam kemampuan saling
menguasai. Alam tidak bisa menguasai manusia, tetapi manusia dapat mengusai
alam. Kalau manusia mampu menguasai alam
maka manusia dianggap lebih’ besar dari alam.
Sekarang perlu dijelaskan apa artinya bahwa manusia menguasai alam? Dalam hal ini kata menguasai
mempunyai arti positif. Menguasai dalam pengertian positif adalah memelihara
dan menjaga. Sama dengan orang tua yang menguasai anaknya haruslah diartikan
bahwa dia mempunyai kewajiban untuk memelihara, menjaga dan membina anaknya
agar anaknya tidak rusak.
Kalau manusia mampu menguasai alam, maka manusia harus
memelihara dan menjaga agar alam tidak rusak. Apakah alam dapat rusak dengan
sendirinya? Alam tidak rusak dengan sendirinya, tetapi karena dirusak oleh
manusia.
Mengapa manusia merusak alam? Manusia merusak alam karena
kehidupn manusia terkait erat dengan alam. Dalam pengertian spiritual, alam
memang disediakan untuk kehidupan manusia.
Tetapi manusia tidak memahami makna kemurahan Sang Pencipta, sehingga
manusia hanya mengambil dari alam tanpa menjaga dan memeliharanya.
Kerakusan manusia terhadap exploitasi alam sudah dikenal.
Peringatan oleh para ahli yang sadar juga sudah sejak lama. Malthus pernah
menyampaikan prinsip dan teori yang disebut “the diminishing return”. Teori ini
mengingatkan manusia tentang kemungkinan
kekurangan pangan karena lahan pertanian makin tidak subur sedang penduduk bumi
terus bertambah. Bangsa-bangsa di dunia juga sepakar bahwa kerusakan alam akan
membuat manusia sengsara.
Untuk menjelaskan ajaran Wisesa Jati tentang pengendalian
alam kita harus tahu sumber daya alam itu termasuk ke dalam sistem ekonomi atau
sistem alam (ekosistem)? Di jaman modern ini orang beranggapan bahwa sumber
daya alam (mineral, minyak, hutan, lahan, dsb) itu merupakan bagian dari sistem
ekonomi.
Pemahaman bahwa sumber daya alam merupakan bagian dari
sistem ekonomi menyebabkan orang membabat hutan, menambang mineral dan minyak
dan sebagainya atas dasar permintaan pasar atau demi pertumbukan ekonomi. Sementara itu kebutuhan pasar ataupun
pertumbuhan ekonomi itu yang menentukan manusia sendiri. Gaya hidup, kenikmatan
hidup, kepemilikan dalam hidup itulah uang mendorong pertumbuhan pasar dan pertumbuhan
ekonomi.
Ajaran ‘Wisesa Jati’ menekankan bahwa sumber daya alam
merupakan bagian dari sistem alam, yang secara ilmiah disebut sistem ekologi
atau ecosystem. Kehidupan manusia
terkait dengan Ecosystem tetapi Manusia sebagai makhluk tidak termasuk ke dalam
Ecosistem karena (menurut ajaran Jawa) Manusia itu sendiri adalah Macrosystem
sedang Ecosystem adalah Microsystem.
Hewan misalnya, merupakan bagian dari Ecosystem karena
hewan hidup hanya dengan naluri alamiahnya. Manusia tidak hanya diperlengkapi
dengan naluri alamiah, tetapi juga dengan cipta, rasa dan karsa. Itulah
sebabnya Manusia bukan bagian dari Ecosystem tetapi mempunyai tugas untuk
‘mengendalikan ecosystem.
Dengan ketiga kekuatan tersebut, Manusia mampu
mengendalikan alam, artinya Manusia mampu memelihara atau merusak Ecosystem.
Mengingat bahwa kehidupan manusia terkait dengan Ecosystem, maka Manusia berada
dalam posisi untuk memelihara ataupun merusak kehidupannya sendiri. Ecosystem
rusak, maka rusak pula kehidupan manusia. Ecosystem terpelihara, maka terpelihara
pula kehidupan manusia
Mau yang mana silahkan anda sendiri yang memutuskan
No comments:
Post a Comment