- Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga.
- Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala lokal dan sistemik, efek sistemik terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme pada tempat infeksi.
- Difteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita difteri.
- Bakteri dapat disebarkan melalui tetesan air liur akibat batuk, bersin atau berbicara.
- Beberapa laporan menduga bahwa infeksi difteri pada kulit merupakan predisposisi kolonisasi pada saluran nafas.
- Penyebab difteri adalah Corynebacterium Diphteriae (basil Klebs-Loeffler)
- Corynebacterium Diphteriae merupakan basil gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk batang pleomorfis.
- Organisme tersebut paling mudah ditemukan pada media yang mengandung penghambat tertentu yang memperlambat pertumbuhan mikroorganisme lain (tellurite).
- Koloni-koloni Corynebacterium Diphteriae berwarna putih kelabu pada medium Loeffler.
- Pada media tellurite dapat dibedakan 3 tipe koloni
- Koloni mitis yang halus, berwarna hitam dan cembung
- Koloni gravis yang berwarna kelabu dan setengah kasar
- Koloni intermedius berukuran kecil, halus serta memiliki pusat berwarna hitam.
- Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun secara mencolok setelah penggunaan toksoid difteri .
- Umumnya masih tetap terjadi pada individu-individu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak mendapatkan imunisasi primer).
- Bagaimanapun, pada setiap epidemi insidens menurut usia tergantung pada kekebalan individu.
- Serangan difteri yang sering terjadi, mendukung konsep bahwa penyakit ini terjadi di kalangan penduduk miskin ynag tinggal di tempat berdesakan dan memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan terbatas.
- Kematian umumnya terjadi pada individu yang belum mendapatkan imunisasi.
- Kuman difteri masuk ke hidung atau mulut dimana baksil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital.
- Setelah 2-4 hari masa inkubasi, kuman dengan corynephage akan menghasilkan toksin yang mula-mula diabsorpsi oleh membran sel,
- kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide adenine Dinucleotide (NAD) dengan membentuk formasi sehingga transferase adenosine difosforilase tidak aktif.
- Sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dari RNA dengan memperpanjang rantai polipeptide, akibatnya terjadi nekrosis sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula masih dapat diangkat.
- Produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas dan dalam dan terjadi eksudat fibrin, terjadi perlengketan dan membentuk membran yang berwarna bervariasi dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur.
- Jadi membran ini terdiri dari fibrin-fibrin, sel-sel yang udema, sel darah merah dan epitel mukosa.
- Pada saat ini bila membran diangkat maka akan terjadi perdarahan.
- Udema juga terjadi pada jaringan dibawahnya sehingga dapat menyebabkan kesulitan bernafas bila udema ini terjadi di laring atau trakheobronkial.
- Toksin ini akan beredar dalam tubuh melalui darah setelah membran terbentuk dan merusak jaringan organ tubuh, terutama jantung, saraf dan ginjal.
- Walaupun antitoksin dapat menetralisir toksin yang beredar dalam darah, tetapi tidak dapat menetralisir toksin yang sudah masuk ke dalam sel.
- Setelah toksin masuk dalam jaringan maka terjadi variasi periode laten sebelum timbulnya manifestasi klinis.
- Miokarditis biasanya timbul 10-14 hari setelah terjadinya infeksi, dan dapat pula pada akhir minggu keenam.
- Sedangkan sistem saraf berupa neuritis perifer biasanya timbul 3-7 minggu setelah perjalanan penyakit.
- Perubahan patologis yang ditemukan pada jaringan organ adalah nekrosis toksik dan degenerasi hialin.
- Pada sistem saraf dapat ditemukan adanya degenerasi lemak dari sarung mielin.
- Pada hepar dapat terjadi nekrosis sehingga dapat terjadi hipoglikemia. Pada ginjal dapat terjadi tubular nekrosis akut.
- Tanda-tanda dan gejala difteri tergantung pada fokus infeksi, status kekebalan dan apakah toksin yang dikeluarkan itu telah memasuki peredaran darah atau belum.
- Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari, walaupun dapat singkat hanya satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu.
- Biasanya serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokan yang ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8oC – 38,9oC.
- Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membran putih/keabu-abuan.
- Dalam 24 jam membran dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum molle, uvula.
- Mula-mula membran tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal., abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam eksudat.
- Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya. Sehingga sukar untuk diangkat, sehingga bila diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada membran biasanya tidak membengkak.
- Pada difteri sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun antitoksin tidak diberikan.
- Gejala lokal dan sistemik secara bertahap menghilang dan membran akan menghilang. Dan perubahan ini akn lebih cepat bila diberikan antitoksin.
- Difteri berat akan lebih berat pada anak yang lebih muda.
- Bentuk ini timbul dengan gejala-gejala yang lebih berat dan membran menyebar secrara cepat menutupi faring dan dapat menjalar ke hidung.
- Udema tonsil dan uvula dapat pula timbul. Kadang-kadang udema disertai nekrose.
- Pembengkakan kelenjer leher, infiltrat ke dalam jaringan sel-sel leher, dari telinga satu ke telinga yang lain. Dan mengisi dibawah mandibula sehingga memberi gambaran bullneck.
DIFTERI TONSIL DAN FARING
- Gejala biasanya tidak khas berupa malaise, anoreksia, sakit tenggorok dan demam. Difteri tonsil dan faring khas ditandai dengan adanya adenitis / periadenitis cervical, kasus yang berat ditandai dengan bullneck (limfadenitis disertai edema jaringan lunak leher). Suhu dapat normal atau sedikit meningkat tetapi nadi biasanya cepat.
- Pada kasus ringan membran biasanya akan menghilang antara 7-10 hari dan penderita tampak sehat. Pada kasus sangat berat ditandai dengan gejala-gejala toksemia berupa lemah, pucat, nadi cepat dan kecil, stupor, koma dan meninggal dalam 6-10 hari. Pada kasus sedang penyembuhan lambat disertai komplikasi seperti miokarditis dan neuritis.
DIFTERI HIDUNG
- Kira-kira 2% kasus difteri dan gejalanya paling ringan.
- Biasanya ditandai oleh adanya sekret hidung dan tidak khas.
- Sekret ini biasanya menempel pada septum nasi, absorpsi toksin dari tempat ini cepat menghilang dengan pemberian antitoksin, bila tidak diobati maka sekret akan berlangsung berminggu-minggu dan merupakan sumber utama penularan.
- Bentuk penyakit ini paling sering ditemukan pada bayi.
DIFTERI LARING
- Kebanyakan merupakan penjalaran dari difteri faring. Tetapi kadang-kadang berdiri sendiri. Penyakit ini disertai panas dana batuk serta suara serak.
- Pada kasus ringan dengan pemberian antitoksin gejala obstruksi akan hilang dan membran hilang pada hari 6-10. Pada kasus sangat berat penyumbatan diikuti dengan anoksemia yang ditandai dengan gelisah., sianosis, lemah, koma dan meninggal.
Jackson membagi derajat dispnea laring proresif menjadi 4 stadium :
- Terdapat cekungan ringan suprasternal
- Keadaan ini tidak mengganggu dan penderita tampak tenang
Stadium 2
- Cekungan suprasternal menjadi lebih dalam ditambah cekungan di epigastrium
- Penderita mulai nampak gelisah
Stadium 3
- Tampak cekungan suprasternal, supraclavicular, infraclavicular, epigastrum dan intercostal
- Penderita sangat gelisah dan tampak sukar untuk bernafas
Stadium 4
- Gejala diatas semakin berat
- Penderita sangat gelisah dan berusaha sekuat tenaga untuk bernafas
- Tampak seperti ketakutan dan pucat / sianosis
- Difteri kulit, ditandai ulkus berbatas jelas dengan dasar membran putih/abu-abu
- Difteri konjungtiva, mengenai konjungtiva palpebra yang ditandai edema dan adanya membran di konjungtiva palpebra pada mata
- Difteri telinga, ditandai dengan adanya cairan mukopurulen yang persisten pada trelinga
- Difteri vulvovaginal, ditandai dengan ulkus pada vagina
- Meliputi perawatan yang baik, istirahat total di tempat tidur, isolasi penderita dan makanan lunak yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan kalori.
- Penderita diawasi ketat atas kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain dengan pemeriksaan EKG pada hari 0, 3, 7 dan setiap minggu selama 5 minggu.
Pengobatan Khusus
- Anti difteri toksin
Selama infeksi toksin difteri ada 3 bentuk :
- Toksin bebas dalam darah
- Toksin bergabung dengan jaringan secara tidak erat
- Toksin bergabung erat dengan jaringan
- Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah 1 dan 2. yang bergabung erat, antitoksin tidak berefek.
- Secara ideal bila penderita tidak alergi, antitoksin sebaiknya diberikan secara intravena.
Keuntungan pemberian antitoksin intravena :
- Peak level’ serum antitoksin dapat dicapai dalam waktu 30 menit, sedangkan secara IM dicapai dalam waktu 4 hari.
- Ekskresi antitoksin secara IV sama dengan IM
- Antitoksin mencapai saliva segera setelah pemberian IV
- Pada binatang coba ternyata pada pemberian IV dibandingkan IM, angka kematian, miokarditis dan neuritis jauh lebih rendah.
2. Antibiotik
- Penisilin prokain Masih cukup efektif untuk mengobati difteri sampai sekarang, dosis yang digunakan adalah 50.000 unit/kgBB/hari selama 10 hari.
- Eritromisin Diberikan bila penderita alergi terhadap penisilin. Dosis yang dianjurkan 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis sehari, maksimal 1 gram.
- Linkomisin
- Tetrasiklin
Kortikosteroid
- Tujuan pemberian obat ini untuk mencegah timbulnya miokarditis.
- Dapat diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu, lalu dihentikan secara bertahap.
Imunisasi
- Tindakan pencegahan yang paling efektif terhadap difteri adalah imunisasi aktif.
- Agen yang lebih disukai untuk anak-anak berusia kurang dari 6 tahun adalah toksoid difteri, yang diberikan kombinasi dengan tetanus toksoid dan antigen pertusis (DPT).
- Imunisasi DPT biasanya diberikan pada usia 2,4,6, dan 18 bulan, dan 4-6 tahun.
- Imunisasi primer pada anak-anak berusia lebih dari 6 tahun dapat dilakukan dengan mempergunakan vaksin difteri tipe dewasa dan toksoid-serap tetanus (Td).
- Pemberian toksoid-serap (Td) tidak diikuti insiden reaksi yang tinggi yang berhubungan dengan penggunaan DTP atau DT pediatrik.
- Oleh karena itu, Td dapat diberikan dengan aman tanpa didahului tes kulit.
- Dosis booster selanjut nya yang diberikan dalam selang waktu 10 tahun dapat mempertahankan kadar antibodi pada banyak orang.
No comments:
Post a Comment